AMBON, Siwalimanews – Penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Maluku diminta meng­usut tuntas dugaan penyimpangan upah tenaga kesehatan RSUD Haulussy.

Akademisi Hukum Unpatti, Remon Supusepa menilai ada penyimpa­ngan dalam kasus upah nakes di RSUD Haulussy yang harus men­dapatkan perhatian serius penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku.

Dijelaskan, dalam pengelolaan ke­uangan daerah biasanya anggaran dirancang sesuai dengan belanja pada pos masing-masing.

Artinya, realisasi terhadap angga­ran tersebut harus diterima oleh tenaga kesehatan dan bukan untuk hal lain yang tidak sesuai dengan peruntukannya dalam rancangan.

“Kalau ada pos anggaran untuk upah nakes tapi tidak diterima nakes, maka itu merupakan pelanggaran dalam pengelolaan keuangan,” tegas Supusepa saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (18/1)

Baca Juga: Akademisi Soal Upah Nakes RSUD Haulussy, Sekda Harus Kooperatif

Menurutnya, penyidik Ditreskrim­sus Polda Maluku harus mem­berikan perhatian serius terhadap dugaan penyimpangan yang terjadi.

Salah satunya dengan meminta dilakukan audit baik secara internal maupun eksternal guna me­nen­tukan adanya kerugian keua­ngan negara dalam kasus terse­but.

“Karena ini dianggap sebagai penyalahgunaan atau penyim­pangan maka audit baik internal maupun eksternal harus dilaku­kan, sebagai bukti awal bahwa ada kerugian keuangan Negara dalam penyimpangan upah nakes itu,” jelasnya.

Hasil audit dari BPK, BPKP atau Inspektorat kata Supusepa dapat digunakan untuk membuka secara terang benderang persoalan penggunaan anggaran upah nakes di RSUD Haulussy.

“Ditreskrimsus Polda Maluku harus bisa membuka dan mene­mukan ada penyimpangan atau penyalahgunaan yang dilakukan di RSUD Haulussy terhadap upah nakes itu,” tuturnya.

Minta Serius

Terpisah, Praktisi Hukum Alfred Tutupary juga meminta perhatian serius Polda Maluku untuk me­nuntaskan kasus upah nakes tersebut.

“Kasus yang merugikan banyak pihak juga masyarakat harus menjadi atensi Polda Maluku, artinya Kapolda harus memberikan perhatian serius untuk perkara itu dengan memerintahkan jajaran dibawahnya untuk menuntaskan kasus ini,” tegas Tutupary.

Menurutnya, penyidik Ditreskrim­sus harus berani untuk mema­nggil semua pihak untuk diminta­kan keterangan terkait dengan ka­sus ini agar segera tuntas dan di­aju­kan ke pengadilan untuk disi­dang.

“Semua pihak yang diduga terlibat dalam perkara harus dipanggil dan diperiksa. Jadi Di­reskrimsus harus serius mena­ngani perkara dimaksud, agar tidak menjadi bola liar ditengah masyarakat,” pungkasnya.

Usut Penyimpangan

Sebelumnya, Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Hujra Soumena yang dikonfirmasi Siwalima, Sabtu (13/1) menegas­kan, penyidik saat ini fokus me­nemukan penyimpangan dana insentif nakes RSUD milik daerah Maluku itu. “Kita masih fokus gali penyimpangan,” tegasnya.

Kata Soumena, kasus ini sudah ditahap penyelidikan dan penyidik telah memeriksa belasan saksi baik dari tenaga kesehatan mau­pun internal RSUD Haulusy.

Dari hasil penyelidikan diketahui anggaran untuk nakes telah dicairkan hanya saja digunakan untuk hal lain.

Hal ini yang menjadi dasar pe­nyidik untuk menemukan siapa yang bertanggung jawab dalam penyimpangan anggaran tersebut.

“Saat ini kita lagi fokus untuk temukan penyimpangan penggu­naan keuangannya,” kata dia.

Soumena sebelumnya kepada Siwalima, Kamis (11/1) juga me­negaskan, penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku saat ini fokus me­nemukan penyimpangan dana intensif nakes RS milik daerah Maluku itu dengan telah meme­riksa belasan saksi.

Dikatakan, kasus ini telah masuk dalam tahap penyelidikan. “Kasus ini dalam penyelidikan dan ada sejumlah saksi yang sudah di­mintai keterangan,” ujar Soumena kepada Siwalima di Ambon, Kamis (11/1).

Sementara itu Informasi yang di himpun Siwalima terdapat sejum­lah saksi baik dari Badan Pe­ngelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku, auditor hingga Sekda Maluku akan dipanggil untuk dimintai kete­rangan.

Pemanggilan tersebut dilakukan lantaran hasil penyelidikan menunjukan adanya pencairan anggaran, namun tidak sampai ke tangan pemegang hak dalam hal ini nakes.

Hanya saja, Soumena belum berkomentar jauh, lataran penye­lidikan masih berjalan.

“Perkembangan lanjut nanti saya infokan, kita fokus penyimpa­ngannya dulu,” pungkasnya.

Empat Tahun

Untuk diketahui, ratusan tenaga kesehatan belum menerima upah kerja atau intensif sebesar Rp26 miliar.

Sudah empat tahun sejak 2020 hingga akhir Desember 2023 sebanyak 600 tenaga kesehatan yang yerdiri dari ASN, Non ASN, honor daerah dan tenaga kerja sukarela belum memperoleh hak-haknya.

Adapun jasa pelayanan sebesar Rp26 miliar yang belum diterima yaitu, tahun 2020 untuk BPJS sebesar Rp2.522.498.760,-

Tahun 2021 untuk BPJS yang harus dibayarkan sebesar Rp4. 880.030.040,80,-

Tahun tahun 2022 sebesar Rp6.010.564.520,- selanjutnya di tahun 2022 pembayaran sesuai peraturan daerah untuk medical check up sebesar Rp1.348.586. 740,- sedangkan Covid-19 sebesar Rp1.242.561.080.

Tahun 2023 untuk pembayaran BPJS sebesar Rp9.133.854.493,- pembayaran Perda sebesar Rp789.596.622,80,- dan Covid-19 sebesar Rp65.237.600,-

Dengan demikian total keselu­ruhan hak nakes yang belum dibayarkan untuk BPJS sebesar Rp22.546.947.813,80. Untuk Perda total Rp2.138.183.402,80 ditambah MCU tahun 2021. Se­dangkan Perda berjumlah Rp1. 307.798.680,-

Total hampir 26 M dana jasa pelayanan kurang lebih 600 pe­gawai RS M Haulussy belum di­bayar. Akibat belum terima hak-hak mereka, ratusan tenaga kesehatan ini menggelar aksi demonstrasi menuntut agar pemprov maupun managemen segera membayar hak-hak mereka. (S-20)