AMBON, Siwalimanews – Otoritas Jasa Ke­uang­an Maluku, dinilai ikut melindungi keja­hatan yang dilakukan direksi dan pejabat Bank Maluku-Malut.

Hal ini tentunya sa­ngat berdasar sebab pasca menemukan adanya persoal­an pembayaran remu­nerasi tanpa adanya persetujuan pemegang saham, OJK justru memberikan solusi agar direksi menerbitkan circular letter.

Circular Letter terse­but dimaksudkan agar pe­megang saham yang mayori­tas merupakan kepala daerah di Maluku dan Maluku Utara, menyetujui dan membenarkan pembayaran remunerasi yang telah dilakukan sejak tahun 2020 lalu.

Demikian dikatakan akademisi Hukum Unpatti, George Leasa kepada Siwalima,  melalui telepon selulernya, Kamis (24/8).

Leasa bilang sejak tahun 2020 sampai sekarang 2023, berarti sudah tiga tahun remunerasi berjalan terus tanpa ada aturan artinya akibat dari kebijakan ini begitu banyak uang yang sudah keluar.

Baca Juga: Polisi Pastikan Kasus Rudapaksa Wanita Down Syndrom Diproses

“Uang yang sudah keluar itu dianggap sebagai pengeluaran yang ilegal, sebab tidak mendapatkan persetujuan RUPS sebagai peng­ambil keputusan tertinggi dalam Bank Maluku,” ujar Leasa.

Dikatakan, jika benar OJK sebagai lembaga pengawas mestinya tidak boleh memberikan solusi penerbitan circular letter sebab perbuatan melawan hukum tersebut telah dilakukan selama tiga tahun terakhir.

Apalagi akibat dari perbuatan ini daerah sudah dirugikan karena pembayaran remunirasi tanpa adanya dasar hukum.

“Tidak perlu solusi seperti itu tetapi harus memberikan rekomen­dasi kepada pihak terkait bahwa ada terjadi tindak pidana disana demi penyelamatan sehingga bisa saja uang yang telah dikeluarkan bisa dikembalikan walaupun sedikit dari kerugian yang ada,” kesal Leasa.

Bagi Leasa OJK tidak perlu lagi memberikan solusi atau saran melakukan tapi perbuatan ini sudah nyata-nyata melanggar ketentuan RUPS tetapi dapat dibenarkan jika sarana untuk perbaikan kedepan­nya.

Menurutnya, solusi diterbitkan­nya circular letter yang diberikan OJK kepada direksi Bank Maluku-Malut untuk melegalkan perbuatan yang telah dilakukan sama saja dengan OJK turut serta melakukan perbuatan melawan hukum itu.

“Solusi itu saja sudah menun­jukkan kalau OJK telah melindungi kejahatan yang dilakukan  direksi artinya kalau sudah melindungi berarti juga terlibat,” tegasnya.

Leasa menegaskan bila OJK sejak tahun 2020 telah memberikan solusi untuk perbaikan tata kelola bank maka OJK telah melakukan tindakan pengawasan tetapi kalau solusi baru diberikan dalam tahun ini dan kerugian sudah muncul maka tidak perlu lagi bikin rekomendasi me­nyelesaikan masalah.

Mantan dekan fakultas Hukum Unpatti ini pun meminta aparat penegak hukum agar segera meng­usut kasus ini termasuk dengan memeriksa OJK yang tidak menja­lankan tugas pengawasan dengan baik.

“OJK harus bertanggungjawab dengan solusi yang diberikan dan aparat penegak hukum harus mulai usut kasus ini, karena perbuatannya tidak dapat dibenarkan,” cetusnya.

Legalkan Kesalahan

Praktisi hukum Hendrik Lusikoy menjelaskan tugas OJK adalah melakukan pengawasan terhadap kegiatan perbankan dan jika dalam pengawasan menemukan persoalan yang berkaitan dengan tata kelola perbankan maka dapat memberikan solusi perbaikan.

Namun, solusi yang diberikan OJK mestinya berlaku kedepan bukan untuk persoalan yang telah terjadi selama beberapa tahun belakangan.

“OJK tidak bisa memberikan saran untuk menutupi kesalahan yang telah dilakukan,” ujar Lusikoy kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Kamis (24/8).

Menurutnya, jika solusi yang diberikan OJK untuk menutupi kesalahan dimasa lalu maka secara tidak langsung OJK bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum.

“Terhadap OJK juga bisa dikena­kan pelanggaran sebab sudah memberikan solusi untuk menutupi kesalahan yang dibuat direksi,” tegasnya.

Lusikoy pun mendorong agar penegak hukum lebih peka untuk mengusut persoalan pembayaran remunirasi tersebut sebab telah merugikan bank akibat dari kebija­kan yang salah.

Belum Disetujui

Sebelumnya, Kepala OJK Per­wakilan Maluku, Ronny Nazar mengakui menemukan pembayaran remunerasi bagi pegawai, direksi maupun komisaris Bank Maluku-Malut.

Pasalnya, pembayaran remunerasi tersebut belum memenuhi syarat administrasi yakni persetujuan pemegang saham.

Walau demikian, hal itu bukanlah merupakan kejahatan perbankan dalam proses pembayaran remune­rasi tersebut.

Demikian kata Nazar kepada wartawan di ruang rapat lantai 4 gedung OJK, Karang Panjang, Ambon, Senin (14/8).

Menurutnya, remunerasi yang diterima oleh direksi dan komisaris merupakan hal yang normal dan hampir terjadi seluruh BPD maupun bank lain dengan pola pemberian remunerasi seperti itu.

Bahkan, pembayaran remunerasi bagi direksi dan komisaris Bank Maluku Malut bukan baru berlangsung dua tahun belakangan tetapi sejak tahun 2012. Artinya, periode pembayaran remunerasi di Bank Maluku Malut telah terjadi sejak lama dan sudah hal yang bisa di Bank Maluku bahkan diketahui oleh pemegang saham.

“Tidak pernah menjadi isu bagi pemegang saham kecuali ini terja­dinya satu tahun terakhir,” ujarnya.

Namun, berdasarkan hasil peme­riksaan OJK menemukan adanya pembayaran remunerasi kepada direksi dan komisaris tetapi belum memenuhi syarat administrasi yakni persetujuan pemegang saham.

Untuk menyelesaikan masalah ini, lanjut Nazar dapat dilakukan dengan dua cara, yakni diselesaikan melalui circular letter atau melalui RUPS.

“Supaya ini tidak menjadi isu secara administrasi, sehingga kami minta ada dua cara yakni RUPS secara fisik dan melalui circular,” bebernya.

Menurut Nazar, baik RUPS maupun circular letter memiliki kekuatan yang sama sebab dijamin oleh UU Tentang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007.

Tindak Pidana

Wakil Ketua Komisi I DPRD Maluku, Jantje Wenno menjelaskan, pembayaran remunerasi yang dilakukan direksi dan pejabat Bank Maluku-Malut mendahului per­setujuan pemegang saham masuk dalam kategori perbuatan pidana.

Kebijakan direksi tersebut kata Wenno, tidak dapat dibenarkan sehingga proses hukum harus dilakukan baik oleh Kejaksaan maupun Kepolisian guna menjawab polemik.

“Bayar remunerasi mendahului aturan itu tidak dibenarkan dan masuk kategori perbuatan pidana dan karna itu aparat penegak hukum harus melakukan penyelidikan untuk membuktikan sinyalemen itu,” tegas Wenno kepada Siwalima, Rabu (23/8) siang.

Menurutnya, setiap kebijakan yang ditempuh dan tidak sesuai dengan aturan harus ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum agar ada efek jera bagi para direksi dan pejabat Bank Maluku-Malut.

Harus Jadi Perhatian

Desakan serupa juga disampaikan akademisi Hukum Unpatti Remon Supusepa. Ia menjelaskan pembe­ritaan media massa terjadi dugaan penyalahgunan jabatan diling­kungan Bank Maluku-Malut harus mendapatkan atensi aparat penegak hukum.

Supusepa bilang, penetapan besaran gaji dan remunirasi bagi direksi, komisaris dan karyawan suatu BUMD harus dilakukan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham.

UU Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas kata Supusepa, secara tegas mengatur tugas dan kewenangan masing-masing organ dalam PT baik RUPS, direksi maupun komisaris. Artinya penetapan besa­ran remunerasi menjadi kewenangan RUPS bukan kebijakan direksi.

“Aparat penegak hukum perlu untuk mengusut kasus ini, sebab pastinya aparat akan mengetahui ditahap penyelidikan apakah ada peristiwa pidana atau tidak, kalau memang yang dilakukan itu peris­tiwa pidana, maka harus dikembang­kan dalam tahap penyelidikan dan penyidikan,” ujar Supusepa kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (23/8).

Mahkamah Konstitusi kata Su­pusepa, dalam salah satu putusan­nya secara tegas menyatakan, pengelolaan keuangan BUMD yang didalamnya terdapat keuangan daerah maka itu merupakan bagian dari keuangan negara sehingga akan dihubungkan dengan unsur keru­gian keuangan negara.

Menurutnya, jika bertolak dari putusan MK tersebut, maka aparat penegak hukum harus melakukan pengusutan sebab anggaran yang digunakan untuk pembayaran remu­nirasi merupakan anggaran negara.

“Kenapa harus diusut, karena aparat penegak hukum harus menemukan apakah ada kerugian atau penyalahgunaan keuangan negara yang mengakibatkan tidak dibayarkan remunerasi,” ujar Supusepa.

Setidaknya, lanjut Supusepa, ada beberapa hal menjadi dasar bagi aparat penegak hukum untuk melakukan pengusutan, Pertama pembayaran remunerasi dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi dalam kaitan dengan pengelolaan keuangan bank Maluku sebagai BUMD.

Kedua, berkaitan dengan keja­hatan perbankan oleh direksi dan komisaris yang harus dipertang­gungjawabkan secara pidana terkait penggelapan keuangan.

“Dua hal ini dapat digunakan sebagai dasar bagi aparat penegak hukum mengusut kasus ini, sebab kebijakan yang dilakukan tanpa adanya norma yang jelas merupakan penyalahgunaan jabatan dan masuk dalam unsur melawan hukum,” bebernya.

Terkait dengan kejahatan per­bankan,  jelasnya, harus dilihat peran masing-masing pelaku dalam hubungan dengan peristiwa pidana artinya unsur ini telah terpenuhi.

Sebab, sejak awal telah diketahui bahwa dengan tidak adanya suatu peraturan yang mengatur tentang remunerasi tetapi diambil kebijakan untuk melakukan pembayaran sehingga perbuatan tersebut itu melawan hukum.

“Jadi yang harus kita lihat adalah peristiwa pidana. Kalau telah terpenuhi maka akan dihubungkan dengan aqtus reus atau setiap perbuatan yang dirumuskan dalam UU. Yang pasti perbuatan ini bisa juga kategori sebagai kejahatan perbankan yang berujung pada perbuatan korupsi jika ada kerugian keuangan negara yang jelas dan aktual,” cetusnya.

Akal Bulus

Diberitakan sebelumnya, direksi dan komisaris Bank Maluku-Malut, diduga melakukan praktik menyim­pang yang tak boleh dilakukan oleh manejemen bank di era modern.

Hal itu dilakukan untuk menutup hasil temuan Otoritas Jasa Ke­uangan tahun 2023, tentang pem­berian remunerasi kepada direksi dan dewan komisaris bank milik daerah yang bernilai fantastis.

Modusnya, mereka mencoba mengakali temuan OJK itu, dengan melakukan circular letter, yang didistribusikan ke seluruh bupati dan walikota, serta Gubernur Maluku dan Maluku Utara, sebagai pemegang saham.

Intinya, akal bulus direksi dan komisaris ini dilakukan untuk mengelabui pemegang saham dan menutupi kesalahan mereka, melalui upaya pemutihan yang semestinya melalui forum RUPS.

Pelaksanaan RUPS secara sirkular ini, pada intinya meminta perse­tujuan para pemegang saham ten­tang remenerasi bersifat variable, berupa bonus triwulan atau dalam bentuk apapun, yang telah kurun 2021 hingga saat ini, namun belum mendapat persetujuan dari pe­megang saham.

Hal ini tentu saja melanggar ketentuan dan berdampak pada tingkat kerugian bank secara material.

Pada Peraturan OJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 disebutkan, “Bank dapat menunda pembayaran Remunerasi yang Bersifat Variabel yang ditangguhkan (malus) atau menarik kembali Remunerasi yang Bersifat Variabel yang sudah dibayarkan (clawback) kepada pihak yang menjadi material risk takers dalam kondisi tertentu”.

Sesuai bunyi POJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 tersebut, maka seluruh remunerasi yang telah dibayarkan ke direksi dan komisaris berupa bonus triwulan, harus dikembalikan ke bank atau disetor kembali, karena dalam aturan tersebut tidak megatur tentang pemutihan atas apa yang telah dibayarkan.

Bila nantinya direksi dan komi­saris tidak melakukan penyetoran kembali, atau mengembalikan seluruh biaya yang sudah mereka terima selama ini, otomatis bank akan megalami kerugian materiil dan hal ini dapat dipersamakan dengan tindakan fraud dan atu kejahatan perbankan.

Sumber Siwalima di Bank Maluku menyebutkan, kebijakan circular letter ini dilakukan, setelah manejemen mengatahui bahwa telah terjadi kesalahan dalam pembayaran remunerasi selama ini.

Sumber yang meminta namanya tidak ditulis itu menduga, circular letter ini dilakukan atas arahan dan petunjuk OJK, atas temuan mereka.

Circular Resolution

Dokumen sirkular letter yang digagas manajemen Bank Maluku-Malut itu dicetak dalam dua hala­man, dan dikirim ke seluruh peme­gang saham.

Direksi, komisaris maupun pim­pinan cabang, ditugaskan khusus untuk mengantar dokumen yang mereka kategorikan super rahasia itu langsung ke tangan pemegang saham.

Tak tanggung-tanggung, Direktur Utama Syahrisal Imbar yang langsung memberikan arahan kepada si pengantar dokumen super rahasia itu melalui pesan WhatsApp.

“All PC / PCP yg satu daerah dgn pemegang saham, terkait dengan rups sirkuler mengenai keputusan persetujuan pemegang saham atas komponen bonus dan tunjangan kepada pegawai dan pengurus, agar   mengusakan mendapatkan perse­tujuan masing pemegang saham sesuai wilayah masing. Jika ada pertanyaan dari pemegang saham nengenai persetujuan sirkuler ini, dapat di jawab bahwa ojk meng­harapkan agar keputusan atas tunjangan / bonus kepada pegawai dan pengurus yg sebelumnya dibuat secara terpisah, agar dija­dikan satu keputusan. Dpt diinfor­masikan bahwa item bonus dan tunjangan tsb pada pernyataan sirkuler sudah berlangsung sejak lama dan lazim di bpd lain di seluruh indonesia. Jd hanya ingin  diga­bungkan jadi satu lembar keputusan. Tdk terpisah perkomponen. Jd jelaskan dgn bijak,” tulis Dirut dalam pesan teks WhatsApp di group percakapan khusus.

Selain itu si pengantar juga diha­ruskan bisa menerangkan secara detail, maksud dan tujuan penan­datanganan dokumen terse­but.

Salah satu poin dalam dokumen itu menyebutkan, “Menyetujui pemberian remunerasi sebagai berikut:

  1. Remunerasi bersifat tetap kepada Pegawai Tetap, Direksi (untuk selanjutnya dalam surat ini yang dimaksud Direksi meliputi Direktur Utama dan para Direktur lainnya) serta Dewan Komisaris (untuk selanjutnya dalam surat ini yang dimaksud Dewan Komisaris meliputi Komisaris Utama dan para Komi­saris lainnya), sebagai berikut :
  2. Bagi Pegawai Tetap: Ditentukan lebih lanjut melalui Keputusan Direksi.
  3. Bagi Direksi dan Dewan Komisaris, sebagai berikut:
  4. Gaji telah ditetapkan melalui RUPS Luar Biasa pada tanggal 27 September 2022;
  5. Tunjungan setiap tahun buku, berupa:

(a) Tunjangan Hari Ulang Tahun sebesar 1 (satu) kali gaji ;

(b) Tunjangan Hari Raya sebesar 3 (tiga) kali gaji;

(c) Tunjangan Cuti sebesar 1 (satu) kali gaji;

(d) Tunjangan Rumah Dinas atau Sewa Rumah Dinas sebesar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari gaji ;

(e) Tunjangan Pakaian Dinas sebesar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari gaji”.

Hanya Menyatukan

Kepada Siwalima, Syahrisal mengungkapkan, langkah yang dilakukan dengan menyurati seluruh pemegang saham Bank Maluku Malut adalah hanya untuk menyatukan saja dan bukan karena ada penyimpangan.

“Tidak, kita RUPS setiap tahun. Betul kita surati dan itu hanya untuk menyatuhkan saja, karena selama ini terpisah-pisah,” ujar Syarizal kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (13/8).

Menurutnya, pihaknya melak­sanakan RUPS setiap tahun dan seluruh laporan keuangan diterima oleh seluruh pemegang saham dalam RUPS tersebut, sehingga langkah yang dilakukan dengan melakukan circular letter adalah untuk menyatukan saja.(S-20)