MASOHI, Siwalimanews – Rencana Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah untuk memulangkan pengungsi Kariu yang masih berada di Aboru pada hari kedua ini, Selasa (20/12) mengalami jalan buntu.

Pemkab Malteng harus kem­bali melakukan pendekatan per­suasif dengan warga Pelauw, Kecamatan Pulau Haruku, yang menolak warga Kariu kembali ke negeri asalnya pada Senin (19/12) kemarin.

Walau demikian, Pemkab Mal­teng tetap bersikukuh kalau pengungsi Kariu harus kembali ke negerinya.

Namun mengembalikan kem­bali ribuan warga Kariu yang ma­sih berada di lokasi pengungsian di Negeri Aboru, juga tergan­tung upaya pendekatan per­sua­sif yang dilakukan Pemkab Malteng.

Kepala kesatuan bangsa dan politik (Kesbang-Pol) Malteng, Nes Noya menyebutkan, upaya pe­merintah untuk tetap memu­langkan pengungsi Kariu dari lokasi pengungsian di Negeri Aboru akan terus dilakukan.

Baca Juga: Pemulangan Pengungsi Kariu Diwarnai Penolakan

Ia mengakui, gelombang peng­ungsi kedua di Negeri Aboru untuk kembali ke Kariu belum dapat di­lakukan, dimana pihaknya masih berupaya untuk melaksanakan tun­tutan warga Peluaw.

“Pemulangan warga akan terus berjalan. Memang sampai dengan sore ini gelombang pengungsi ke­dua belum dilakukan pasalnya lang­kah penanganan masalah tuntutan warga sedang diupayakan,” ujar Noya kepada Siwalima melalui sam­bungan telponnya, Selasa (20/12).

Mengenai aksi penolakan warga Pelauw, Noya menjelaskan, Pemkab Malteng sedang berupaya untuk melakukan komunikasi persuasif untuk menyelesaikan tuntutan mas­yarakat Negeri Pelauw.

“Tentu pemerintah sedang ber­upaya menangani tuntutan warga masyarakat Negeri Pelauw. Diha­rapkan upaya itu dapat berhasil,” katanya.

Noya menegaskan pemerintah menjamin keamanan dan kesela­matan masyarakat Kariu yang saat ini masih ditampung dalam gedung gereja Ebenhaezer Jemaat GPM Kariu.

“Tentu keamanan masyarakat pengungsi menjadi prioritas, tetap kita berupaya untuk mencari solusi pemecahan masalah dari tuntutan masyarakat Pelauw,” ujarnya.

Untuk diketahui penolakan warga Pelauw atas upaya pemulangan warga Negeri Kariu dari lokasi pe­ngungsian di Negeri Aboru ke negeri mereka, disulut beberapa faktor penyelesaian konflik yang menjadi tuntan masyarakat dalam naskah penandatanganan perjanjian damai kedua belah pihak.

Diantaranya, permintaan maaf terbuka dari masyarakat dan Peme­rintah Negeri Kariu kepada masya­rakat Negeri Pelauw yang disam­paikan langsung dan dimuat pada media masa cetak maupun online.

Kemudian proses ganti rugi tanaman cengkeh dan pala yang rusak akibat konflik kedua negeri. Tak hanya itu warga Pelauw juga meminta agar masyarakat Negeri Kariuw mengembalikan barang yang di rusak maupun dicuri pada situs adat negeri tersebut serta beberapa tuntan lainnya.

Sumber Siwalima di Kariu me­nyebutkan, sampai dengan saat ini aparat TNI dan Polri terus berusaha menjamin lancarnya keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga kelancaran pemulangan masyarakat pengungsi Kariu dapat benar benar tuntas.

“Kalau aparat kemanan saat ini sangat banyak kurang lebih sekitar 600 ratusan personil. Tentu ini di­harapkan dapat menjamin keamanan warga pengungsi,” ujarnya.

Sumber yang minta namanya tak ditulis itu juga mengungkapkan, pengungsi saat ini yang sudah dipulangkan ke Negeri Kariu dan masih ditampung di Gereja Kariu sebanyak 326 jiwa yang terdiri dari laki-laku dan orang dewasa.

Sedangkan yang masih berada di tempat pengungsi sebanyak 1004 jiwa dimana total keseluruhan pe­ngungsi yakni 1.330 jiwa.

Diwarnai Penolakan

Seperti diberitakan sebelumnya, upaya Pemerintah Kabupaten Malu­ku Tengah (Malteng) untuk meng­embalikan warga Kariu ke negerinya pada Senin (19/12) belum sepe­nuhnya berjalan baik.

Langkah pemulangan warga Kariu dari lokasi pengungsian sampai sore kemarin berjalan dalam kondisi mencekam, akibat adanya penola­kan warga Pelauw yang melakukan aksi protes di perbatasan kedua negeri.

Informasi yang berhasil dihimpun Siwalima menyebutkan, lebih kurang sekitar 326 jiwa warga pengungsi Kariu kini telah berhasil dipulangkan ke negerinya.

Mereka saat ini ditampung di­dalam gereja Kariu dengan penga­walan ketat aparat TNI/Polri. Meski demikian, aksi protes masih terjadi sebagaimana tergambar dari sejum­lah video yang viral di media sosial.

Dari sejumlah video yang beredar pada sejumlah akun media sosial facebook pada Senin (19/12) sore tergambar, adanya konsentrasi masa terlihat di perbatasan kedua desa.

Aparat gabungan dilengkapi senjata api terlihat menjaga kawasan perbatasan Negeri Pelauw dan Kariu. Dalam rekaman video, sejumlah warga menolak warga Kariu kembali ke desanya.

“Dong (warga Kariu) tanah di mana? Ini tanah pelauw. Pemerintah bawa datang dong tinggal di sini. Ini tuntutan warga Pelauw belum ada yang diselesaikan masa sudah memulangkan mereka,”Image warga dalam video berdurasi 2 menit 03 detik yang di posting nitizen face­book bernama Fadly Tuaputty pada Senin sore.

Dalam video yang viral itu terlihat warga Negeri Pelauw melakukan aksi penolakan pemulangan warga Kariu dihadapan aparat keamanan serta sejumlah pimpinan SKPD Malteng.

Sebelumnya dua desa bertetangga itu sepakat mengakhiri konflik yang ditandai dengan penandatanganan pernyataan rekonsiliasi damai oleh Raja Pelau dan Pejabat Kariu di Kantor Gubernur Maluku pada 14 November lalu.

Belum diketahui secara jelas si­tuasi terkini, namun demikian dari berbagai sumber diketahui sekitar 326 warga Kariuw kini telah berada di negerinya dan untuk sementara masih ditampung di dalam gereja Jemaat GPM Kariu.

Pejabat Bupati Malteng Muhamat Marasabessy yang dikonfirmasi sam­pai dengan Senin,(19/12) malam belum berhasil dikonfirmasi.

Membenarkan

Sementara itu, Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoirat, yang dikonfirmasi Siwa­lima, Senin malam  membenarkan kejadian tersebut.

Menurutnya, kejadian tersebut terjadi karena ada ketidakpuasan masyarakat yang mengklaim adanya tuntutan perdamaian yang belum dipenuhi.

“Benar bahwa hari ini ada pemu­langan secara bertahap sejumlah pengungsi Kariu. Namun ada ha­langan dari masyarakat Pelauw. Mereka menuntut ada perjanjian perdamaian yang belum dipenuhi untuk di penuhi dulu. Sementara terkait hal itu teknisnya sementara didatakan oleh pemerintah daerah,” pungkaanya.

Kabid juga membenarkan adanya pembakaran 2 unit rumah warga dalam aksi itu.

“Ada sekitar 2 unit rumah warga yang di bakar salah satunya ada sudah pernah dibakar dan dibakar lagi,” ujarnya.

Menyikapi kejadian tersebut pihak keamanan mengambil langkah cepat melakukan pengaman terha­dap para pengungsi ke Gereja Ma­ranatha Negeri Kariu.

“Untuk pengungsi tadinya di­amankan di sekolah namun sudah dipindahkan ke gereja, untuk situasi hingga saat ini sudah dapat diken­dalikan aparat kemanan yang ditem­patkan disana,”ungkapnya.

Ohoirat menghimbau masyarakat untuk menahan diri dan meng­hormati proses perdamaian yang sementara berjalan.

Dirinya juga meminta masyarakat untuk menghargai keputusan yang diambil raja kedua bela pihak baik Raja Pelauw maupun Raja Kariu.

“Mari kita sama sama hormati proses pedamaian dan hargai kepu­tusan raja-raja baik dari raja Pelauw maupun Raja Kariu, soal tuntutan teknisnya sementara ditangani pemda,” imbaunya.

Sikapi Gubernur

Wakil Ketua Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Jantje Wenno angkat bicara terkait dengan gejolak yang kembali terjadi menjelang kepulangan warga Kariu ke ne­gerinya.

Diakuinya, sampai dengan saat ini masih terjadi riak-riak dari warga Pelauw yang menolak Kepulangan warga Kariu. hal itu merupakan hal yang lumrah pasca bentrok yang terjadi sebab kedua belah pihak masih belum nyaman untuk hidup berdampingan seperti semula.

“Bahwa ada penolakan itu hal yang lumrah, namanya semua belum nyaman, tetapi kan kepolisian telah melakukan upaya persuasif dengan kekuatan personil yang sudah cukup banyak, sehingga dapat di­kendalikan oleh aparat kepolisian dan Pemda setempat,” ujar Wenno.

Kendati begitu, menurut Wenno masyarakat hingga kini masih terus mempertanyakan sikap Gubernur Maluku Murad Ismail yang hingga saat ini belum mengeluarkan per­nyataan apapun.

Rakyat kata Wenno sangat meng­harapkan gubernur memberikan pernyataan termasuk langsung turun untuk mendamaikan kedua belah pihak sebab Gubernur meru­pakan bapak masyarakat Maluku.

“Gubernur harus datang meredam masyarakat dengan jalan berdialog dan membangun komunikasi agar apa yang dikehendaki masyarakat pelaku agar proses perdamaian bisa dirajut,” tegas Wenno.

Wenno pun menghimbau mas­yarakat Pelauw untuk dapat mena­han diri dan dapat membangun se­buah perdamaian agar bisa hidup berdampingan secara damai kembali.

Gubernur Bungkam

Sementara itu, Gubernur Maluku Murad Ismail belum mau memberi­kan keterangan apapun terkait de­ngan gejolak yang kembali terjadi di Negeri Kariu pasca upaya peme­rintah untuk mengembalikan ke tempat semula.

“Saya enggak,” ujar Gubernur kepada wartawan saat dicegat usai melakukan rapat Rapat Paripurna DPRD Provinsi Maluku dalam ra­ngka pengucapan sumpah/janji Ketua DPRD Provinsi Maluku sisa masa jabatan tahun 2019-2024.

Terpisah Sekretaris Daerah Pro­vinsi Maluku, Sadli Ie mengaku belum mendapat informasi terkait de­ngan gejolak yang terjadi di Negeri Kariu, tetapi akan melakukan koordinasi dengan pihak terkait.

“Saya belum dapat informasi nanti saya cek baru saya laporkan ke Pak Gubernur,” ujar Sadli.

Dikawal 600 Personil 

Sebanyak 600 personil gabungan TNI-Polri dikerahkan untuk menga­mankan kepulangan pengungsi Kariu.

Rencananya pengungsi Kariu yang saat ini menetap di Negeri Aboru akan dipulangkan ke negeri asal pada Senin (19/12).

“Personil gabungan TNI-Polri yang dikerahkan berasal dari Pol­resta Ambon, Direktorat Samapta Polda Maluku, Satuan Brimob, Direktorat Polairud, juga melibatkan personil Raidader 733,”jelas Penja­bat Sementara Kasi Humas Polresta Ambon, Ipda Moyo Utomo kepada wartawan, Minggu (18/12).

Kata dia, untuk memastikan pros­es pemulangan pengungsi Kariu aman, personil gabungan yang di­siagakan telah diberangkatkan me­nuju pulau Haruku untuk mem­persiapkan kesiapan pengamanan.

“Hari ini juga personil gabungan TNI-Polri ini sudah dikerahkan ke Pulau Haruku, untuk mempersiapkan proses pemulangan pengungsi Kariu,” tandasnya.

Dipulangkan Perlahan

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Deputi II Kantor Staf Pre­siden, Abetnego Tarigan memasti­kan akan memulangkan secara per­lahan pengungsi Kariu dan merea­lisasikan tuntutan dan harapan masyarakat.

Hal ini ditegaskan Tarigan dalam pertemuan bersama pemerintah daerah dan unsur TNI-Polri. Terma­suk tokoh adat dan masyarakat setempat yang digelar oleh pihak istana kepresidenan.

“Pertemuan ini kami laksanakan guna update perkembangan terkini dan ke depan.

“Kita berencana 19 Desember 2022 ini akan melaksanakan pemu­langan dan secara perlahan akan merealisasikan tuntutan atau ha­rapan masyarakat, baik rehabilitasi rekonstruksi dan juga perladangan serta kebun dan tempat upacara adat,” ujar Tarigan dalam rapat se­cara virtual, Rabu (14/12) yang dipimpinnya dan diikuti Pemda dan unsur TNI-Polri dari ruang kerja kepala Dinas PUPR Maluku di Jalan DI Panjaitan, Ambon.

Dalam pertemuan ini juga meli­batkan tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda Negeri/Desa Pelauw, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masya­rakat dan tokoh pemuda Negeri Kariu ini.

Penjabat Bupati Maluku Tengah, Muhamat Marasabessy menyam­paikan, langkah-langkah kongkrit yang terukur dalam rangka pemu­langan, sekaligus merumuskan rencana aksi jangka pendek dalam tujuan pemulangan pengungsi Desa Kariu.

Dalam pemulangan nanti terdapat sejumlah  permintaan yang telah di­tindak lanjuti, mulai dari pernyataan sikap Negeri Pelauw, masyarakat meminta untuk tidak beraktivitas di kawasan Hua Rual, serta permintaan maaf secara terbuka dari masyarakat Kariu.

“Larangan aktivitas di kawasan Hua Rual  ditetapkan dengan kepu­tusan bupati Nomor 590-745 Tahun 2022,  Untuk pengembalian batu keramat kami sudah laksanakan di lokasi Hua Rual sementara, terkait permintaan maaf masyarakat Negeri Kariuw juga sudah dilaksanakan,” tutur Marasabessy.

Selanjutnya, terkait pengerusakan situs adat sebagai salah satu akar masalah konflik sosial Negeri Pelauw dan Negeri Kariu, Marasa­bessy mengatakan pemerintah dan masyarakat Kariu menyatakan tidak pernah melakukan tindakan peng­rusakan tersebut.

Kemudian, keputusan tapal batas Pemda bersama TNI-Polri sudah dilakukan sehingga 5 point tuntutan warga Negeri Pelauw  telah terea­lisasi.

Marabessy, merincikan rencana pemulangan pengungsi Kariu terdiri dari 109 kepala keluarga (KK) de­ngan pembiayaan dana sebesar Rp113. 000.000, disamping sembako dan kebutuhan lainnya.

Sedangkan untuk rehabilitasi perumahan, pemda akan bekerja­sama dengan TNI-Polri.

“Persiapannya sudah matang selain bantuan ada pemberian BLT dari Dinas Sosial  salurkan selama 3 bulan dengan besaran Rp335.000 per Kepala Keluarga, disamping ban­tuan dari Kementerian Sosial, termasuk juga disiapkan  dana untuk penerangan dan merahabilitasi air bersih serta pos pengamanan.

Sementara itu, Kapolresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, Kombes Raja Arthur Lumongga Simamora, dikesempatan itu melaporkan, terkait pengamanan  ada sebanyak 152 personil dikerahkan.

“Selain personil, pengamanan pemulangan sampai dengan Natal kami akan melibatkan masyarakat Pulau Haruku sehingga dapat ber­jalan dengan aman. Pemulangan ini juga akan kami lakukan secara tradisi adat dengan dihadiri oleh seluruh raja-raja se Pulau Haruku,”ujar Kapolresta Ambon.

Di kesempatan yang sama Raja Negeri Pelauw, Rasyad Effendi Latucosina, menegaskan mendu­kung pemulangan pengunsi warga Negeri Kariu. (S-17)