NAMROLE, Siwalimanews –  Warga Desa Leku protes terhadap sikap tim gugus Covid-19 Buru yang menyatakan salah satu warga desa ini berinisial JW positif Covid-19 versi rapid test.

Nasir Huat, salah satu pemuda didampingi Kepala desa Leku, Abubakar Letetuni dan sejumlah warga kepada wartawan di Namrole, mengaku kecewa dengan keputusan yang disampaikan Ketua Gugus Tugas dalam hal ini Bupati Bursel, Tagop Sudarsono Soulisa, terkait hasil rapid test dari JW.

Menurut mereka, ada sejumlah kejanggalan yang ditemukan, sebab JW yang merupakan warga Desa Leku ini sudah mengalami sakit sebelum adanya wabah corona muncul.

“Kami menyesalkan hal ini, kami ingin sampaikan bahwa ibu JW jni sudah alami sakit sebelum wabah corona ini, beliau itu ke Wamsisi hanya menemui anaknya dan beliau sakit disana, makanya dibawa ke Puskesmas dan selanjutnya ke RSUD Namrole,” jelas Huat.

Menurutnya, bagaimana mungkin JW bisa tertular sementara beliau bukan pelaku perjalanan maupun pernah bersentuhan dengan pasien yang sudah terkonfirmasi positif.

Baca Juga: Satu Pasien Positif Versi Rapid Test Meninggal

“JW ini adalah petani, setiap hari beliau hanya di rumah lalu ke kebun, aktivitasnya setiap hari seperti itu. Jadi kalau terpapar corona ini bagaimana,” ucapnya.

Disamping itu, Nasir juga kesal dengan pernyataan salah satu dokter RSUD Namrole yang tanpa melalui pemeriksaan sesuai dengan mekanisme kesehatan telah terburu-buru menjatuhkan vonis.

“Sangat disayangkan, waktu keluarga dan warga Desa Leku mengantarkan JW ke RSUD, ketika baru tiba beberapa menit ada salah satu dokter yang datang ke keluarga dan mengatakan bahwa pasien positif corona. Padahal belum ada pemeriksaan apa-apa. Ini yang buat warga panik ditambah lagi keesokan harinya ada pernyataan bupati selaku ketua gugus bahwa JW positif berdasarkan rapid test,” paparnya.

Warga lainnya Abdulatif Khan menegaskan, seharusnya selaku ketua gugus lebih berhati-hati dalam menyampikan informasi sebab dengan kondisi ini, warga Desa Leku sudah dikucilkan oleh warga Bursel umumnya.

“Kami telah investigasi ke Puskesmas Waesama bersama kades dan dari keterangan salah satu bidan di puskesmas tersebut bahwa saudara kami JW hanya sakit mual-mual, HB rendah dan sedikit pusing, tapi kenapa saat di RSUD gejala klinisnya sudah berbeda. Apa ini sengaja digiring agar yang bersangkutan ditetapkan sebagai pasien dengan positif Corona?,” cetusnya.

Untuk itu ia minta agar tim gugus lebih jelih dalam memberikan informasi, sebab banyak kejanggalan yang terjadi.

“Kami minta pak bupati selaku ketua tim untuk mengevaluasi timnya, sebab dengan pernyataan dokter kepada pihak keluarga dan disaksikn oleh warga desa setelah saudara kami masuk RSUD telah membuat masyarakat panik, bahkan yang mengantar pasien ini harus mandi air laut pukul 04.00 WIT. Karena mereka panik sampai gemetaran,” bebernya.

Ia juga menyesalkan, pasca ditetapkan JW reaktif Corona hasil rapid test, tidak ada sama sekali kepedulian dari pemda melalui gugus tugas untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat di Desa Leku sehingga semakin mengucilkan masyarakat setempat.

“Seharusnya ada sosialisasi yang disampaikan kepada warga setelah pak bupati menyatakan warga kami positif versi rapid test. Misalnya ada himbauan untuk kami supaya tidak panik, atau rajin cuci tangan maupun hal-hal yang lain, tapi sampai saat ini tidak ada,” ucapnya kesal.

Ditegaskan, pernyataan dokter kepada keluarga dan masyarakat harus dipertanggung jawabkan, sebab setelah mendengar apa yang disampaikan dokter telah menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat.

Sementra itu, Ketua Pemuda Desa Leku, Sariman Solissa turut membenarkan apa yang disampaikan dokter itu, bahkan dia berani bersaksi bahwa dokter telah menyatakan JW positif corona setelah beberapa menit JW tiba di RSUD.

“Jadi waktu kami antar pasien itu, beberapa menit kemudian ada salah satu oknum dokter datang dan tanya suami dan keluarga yang pasien yang mana, saat itu suami JW ini berdiri bersama saya juga berdiri dan dokter itu sampaikan bahwa pasien positif Corona, dari pernyataan itu langsung kami semua panik, sampai suaminya hanya pasrah,” ucapnya.

Solissa mengatakan, seharusnya dokter tidak serta merta menyatakan hal itu, tetapi harus melalui tahapan-tahapan kesehatan yang ada.

“Pernyataan itu yang buat kami panik dan berimbas sampai saat ini banyak warga yang tak ingin bertemu dengan kami, padahal tidak ada masalah apa-apa, kami ingin masalah ini harus segera diklarifikasi,” pungkasnya. (S-35)