AMBON, Siwalimanews – Lantaran tidak meng­hadiri rapat pemba­ha­san kepemilikan lahan yang diklaim TNI-AU, masyarakat Desa Tawiri Kecamatan Teluk Ambon kesal dan menge­cam keras BPN Kota Ambon dan TNI-AU.

Warga menilai dua institusi itu tidak me­nghargai panggilan Komisi I DPRD Kota Ambon. Sesuai pema­nggilan yang dila­yang­kan Komisi I, Rabu (17/11), warga Tawiri, BPN dan TNI-AU akan hearing untuk membahas lahan yang diklaim milik TNI-AU itu.

Kendatipun TNI-AU dan BPN tidak menghadiri pema­nggilan Komisi I, rapat tetap digelar dan dipimpin Wakil Ketua Komisi I, Mourits Tamaela didampingi Ketua Komisi I Zeth Pormes dan anggota komisi lainnya.

Pantauan Siwalima, ratusan warga Tawiri Kampung Pisang dan Wailama Kecamatan Teluk Ambon kesal lantaran rapat digelar tanpa kehadiran dua institusi itu. Salah satu warga, Dedy Salembun menyayangkan ketidakhadiran pihak BPN Kota Ambon dan TNI-AU.

“Kami masyarakat Kampong Pisang dan Wailawa kesal dengan tidak hadirnya TNI-AU dalam hal ini Komandan Lanud Pattimura bersama Kepala BPN Kota Ambon itu sama saja tidak menghargai DPRD sebagai wakil rakyat,” ujar Salembun dihadapan Komisi I.

Baca Juga: Temuan BPK di DPRD Kota Ambon Digarap Jaksa

Dirinya mengancam jika masalah ini tidak ditindaklanjuti secara serius, maka akan dilakukan aksi tutup jalan seperti yang sebelumnya terjadi.

“Kami pastikan jika tidak ditindaklanjuti apa yang menjadi keluhan kami maka akan ada langkah yang diambil oleh kami yaitu menutup jalan,” ancamnya.

Sementara itu warga lainnya Ari Latulola berharap pertemuan berikutnya pihak-pihak terkait baik TNI-AU maupun BPN harus hadir. “Apa yang disampaikan merupakan  suara hati masyarakat  Tawiri. Saya kira BPN dan                TNI-AU harus menghargai undangan rapat berikutnya. Jangan sampai kejenuhan masyarakat juga dirasakan dan masyarakat akhirnya berontak. Kalau sudah berontak maka akan sulit dilerai,” katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi I Zeth Pormes mengaku sesuai aturan administrasi perundang-undangan pertanahan, untuk  sebuah  penerbit sertifikat tentunya terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi .

“Contoh, ada pemberitahuan ke desa paling tidak ada alas hak, ada pengukuran terhadap wilayah yang mau disertifikatkan. Kalau ingin membangun sebuah bangunan untuk kepentingan negara harus dikomunikasikan baik dengan masyarakat sekitar paling tidak Pemkot Ambon diminta fasilitasi agar tidak terjadi masalah,” ungkap Pormes.

Politisi Golkar ini menjelaskan, dari sisi luasan sebesar 209 Hektar diklaim TNI-AU karena memiliki hak pakai. Sementara luasan itu didalamnya itu ada masyarakat yang belum memiliki sertifikat tetapi sudah memiliki alas hak. Ada juga yang sudah punya sertifikat hak milik.

“Bagaimana sebuah sertifikat hak pakai diatas sertifikat hak milik, sehingga untuk proses lahirnya sertifikat juga kabur. Oleh karen itu  dalam waktu dekat Komisi I akan melakukan pertemuan bersama dengan Komisi II DPR RI, Kepala Staf Kepresidenan dan Menteri Pertahanan untuk membahasa masalah ini. Nantinya sebelum kita melakukan pertemuan di awal Desember akan dilakukan rapat dengan beberapa staf  ahli administratif publik dan kuasa hukum dari pemerintah negeri untuk merumuskan konsep dan jadi bekal kita berangkat untuk menyampaikan aspirasi ini, “pungkasnya. (S-51)