AMBON, Siwalimanews – Ketua Tim Pemantau Keuangan Negara Kabupaten Malra Dan Tual Antonius Rahabav meminta agar Kejaksaan Tinggi Maluku segera memanggil dan memeriksa Walikota Tual Adam Rahayaan.

Walikota Adam Diduga paling bertanggung jawab atas pembelihan lahan untuk pembangunan RSUD Tual dan gudang industri senilai Rp4,8 miliar.

“Kejati selain memeriksa sejumlah perangkat yang lain dia juga memeriksa juga Walikota Tual Adam Rahayaan atas kasus pengadaan tanah untuk rumah sakit dan gudang industri, tanah itu yang bermasalah,” terang Rahabav kepada Siwalima, Selasa (21/6).

Dia menjelaskan kasus ini sudah dilaporkan ke KPK dan mereka memproses laporan dan on the spot ke lokasi dimana lokasi pembangunan rumah sakit ini juga bermasalah.

“Karena jauh dari pemukiman dan harga tanah juga tidak sesuai dengan kondisi rill saat itu di tahun 2016,” kata Rahabav.

Baca Juga: Kejati Temukan Proyek Fiktif di KPU SBB

Ia mengaku walikota Tual yang mengeluarkan dan menandatangani surat perjanjian jual beli lahan sehingga sudah sepatutnya diperiksa karena dalam surat perjanjian itu pun sudah terterah harga tanah, padahal tim pengadaan tanah belum terbentuk.

“Lalu dari mana pemerintah menentukan harga tanah, kalau tim pengadaan tanah belum ada kemudian tidak melibatkan tim appraisal atau penilai tanah,” tanya dia.

Untuk itu kejaksaan tinggi maluku diharapkan mampu menunjukan kinerja dalam menuntaskan kasus ini.

“Jadi integritas kejati harus ditunjukan ke pulik sejauh mana kerja mereka, saya perlu mendorong itu karena merkea adalah aparat penegak hukum supaya mayaraat itu percaya kerja-kerja teman di kejaksaan,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku Undang Mugopal mengakui adanya dugaan pelanggaran hukum dalam kasus pembebasan lahan untuk pembangunan RSUD Kota Tual karena tidak melibatkan pihak appraisal.

“Dari penyelidikan awal tidak ditemukan keterlibatan appraisal tanah dan bangunan dalam proses pengadaan lahan untuk pembangunan RSUD Kota Tual,” katanya.

Menurutnya proses penyeli­dikan perkara ini sudah jalan dan temukan adanya perbuatan melawan hukum, tetapi untuk nilai kerugian keuangan negaranya akan melibatkan pihak appraisal. Sebab lahannya dibayarkan berdasarkan NJOP, walau pun di satu sisi sebenarnya tidak ada masalah.

“Appraisal yang dilibatkan sudah harus terdaftar di LHKPN, dan kemarin mereka datang ke kejati, tetapi tidak mau melakukan penghitungan jika tidak ada kontrak dengan kejaksaan sehingga masih dicari appraisal lain,” ujar Kajati.

Dia berharap appraisal yang lain bisa menghitung di bawah NJOP sehingga bisa diketahui ada selisih berapa besar nilai kerugian keuangan negaranya.

“Kemudian yang dibayar ada delapan sertifikat, di mana ada yang di depan dengan harga lebih mahal dan sertifikat di belakang dengan harga lebih murah. Yang bisa menentukan harga jual adalah appraisal,” jelasnya.

Untuk diketahui pengadaan lahan untuk proyek pembangunan RSUD Kota Tual tahun 2016 yang dianggarkan Rp4,8 miliar.

Anggaran tersebut disalurkan sebanyk tiga kali. Tahap pertama tahun 2016 senilai Rp1,5 miliar, tahap kedua tahun 2017 senilai Rp1,5 miliar dan 2018 senilai Rp1,8 miliar. (S-09)