AMBON, Siwalimanews – Seluruh pihak yang ber­kaitan dengan proses medical check up pada Pilkada di Maluku, disasar jaksa.

Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku marathon mengusut kasus dugaan korupsi penyalah­gunaan anggaran pembayaran jasa medical check up, Pemilihan Calon kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Provinsi Ma­luku tahun 2016 hingga 2020.

Jaksa terus mengali aktor utama dibalik dugaan tindak pidana ko­rupsi tersebut di RS Haulussy Ambon.

Setelah memeriksa mantan Di­rektur RS Haulussy, Justini Pawa dan mantan Kepala Dinas Kese­hatan Provinsi Maluku, Meikyal Pontoh serta belasan dokter di RS Haulussy, giliran tim penyidik Kejati Maluku menyasar Badan Narkotika Nasional Provinsi Maluku.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba mengungkapkan, tim penyidik memeriksa petugas BNN Provinsi Maluku. Petugas BNN masuk dalam tim pemeriksa medical check up Pemilihan Calon kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Provinsi Maluku tahun 2016 hingga 2020.

Baca Juga: Hakim Vonis Pembunuh Anglin Sinay 12 Tahun Bui

“Petugas BNN diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembayaran jasa pemeriksaan kesehatan bakal calon kepala daerah kabupaten, kota dan provinsi Ma­luku kurun tahun 2016 hingga 2020,” ujar Wahyudi saat dikonfirmasi Siwalima di Ambon, Kamis (7/7).

Ketika ditanyakan berapa banyak petugas BNN yang diperiksa, Wahyudi mengatakan masih dicek.

“Saya masih cek lagi, tapi diinformasi dari penyidik petugas BNN juga diperiksa,” ujarnya singkat.

Wahyudi menegaskan, tim penyidik masih terus bekerja dan memeriksa saksi-saksi lagi terkait dengan penggunaan anggaran pembayaran Jasa Medical Check Up Pemilihan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/ Kota dan Provinsi Maluku Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2020 di RSUD Dr. M. Haulussy.

Dikatakan, pemeriksaan dilakukan di Kantor Kejati Maluku, Rabu (6/7) mulai pukul 09.00 WIT hingga 16.00 WIT dan dihujani puluhan pertanyaan seputar tugas dan tanggungjawab saksi.

Ditanya soal apakah calon kepala daerah yang mengikuti Medical Check Up akan juga dimintai keterangan, Wahyudi belum dapat memastikan, dikarenakan saat itu penyidik masih menfokuskan tenaga medis dan BNN  yang bersentuhan langsung dengan pemeriksaan tersebut. “Belum bisa di pastikan, sekarang mereka (penyidik) fokus terhadap saksi saksi yang ada dulu, kalau memang sudah sampai ke sana (pemeriksaan Calkada) akan kita umumkan lagi,” tandasnya.

Berani Bongkar

Kejaksaan Tinggi Maluku diingatkan untuk profesional dan berani membongkar siapa aktor dibalik dugaan korupsi medical chek up pemilihan kepala daerah tahun 2016 hingga 2020 di RS Haulussy dan jangan tebang pilih.

Penegasan ini disampaikan praktisi hukum, Rony Samloy menyusul bidikan jaksa di RS milik daerah itu.

Dia mengatakan, sebagai institusi yang bertugas memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, tetapi ketika terjadi penyimpangan yang berujung pada perbuatan korupsi maka perbuatan demikian haruslah diusut tuntas.

“Kejaksaan Tinggi harus berani untuk mengungkap aktor-aktor dibalik perbuatan yang menyalahgunakan keuangan negara secara tidak bertanggung jawab,” tegas Samloy.

Namun, Samloy memberikan catatan kepada Kejaksaan Tinggi Maluku terkait dengan proses penegakan hukum yang dilakukan sebab pihak-pihak yang diperiksa memiliki keterkaitan erat dengan birokrasi saat ini.

Hal inilah yang menimbulkan kekhawatiran terjadinya perselingkuhan birokasi antara eksekutif dan yudikatif yang berpotensi menghambat proses penegakan hukum, yang pada akhirnya tidak akan berjalan dengan baik.

“Orang-orang yang diperiksa memiliki keterkaitan secara biro­-krasi saat ini sehingga dikhawa­tirkan terjadi nperselingkuhan birokasi dan kasus berjalan tidak baik,” ujar Samloy.

Menurut Samlooy, jika perselingkuhan birokrasi maka masyarakat harus mendominasi kekuasaan agar dapat melawan dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi yang marak terjadi di Maluku.

Untuk melawan perselingkuhan birokrasi maka Kejaksaan Tinggi Maluku harus profesional dalam meninggalkan kepentingan birokasi dengan kepentingan penegakan hukum sehingga dapat mengungkap dalam dari perbuatan korupsi.

“Kita butuh kekuatan pendobrak dengan gerakan satu hati agar kasus ini dapat dibongkar pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan kepada masyarakat,” tandasnya.

Perlu Konsisten

Terpisah, Praktisi hukum Paris Laturake juga meminta konsistensi Kejaksaan Tinggi Maluku untuk mengungkap dalang dari dugaan korupsi medical chek up pemilihan kepala daerah tahun 2016 hingga 2020 di RS Haulussy.

“Kejaksaan Tinggi harus menunjukkan keseriusan dalam melakukan proses hukum kasus ini,” ungkap Laturake.

Menurutnya, Kejaksaan Tinggi harus menunjukkan ketegasan dalam mengusut kasus yang telah dimulai dengan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat dilingkungan Pemerintah Provinsi Maluku.

Artinya, Kejaksaan Tinggi Maluku tidak boleh melindungi oknum-oknum yang diduga terlibat dalam kasus, sebab jika terjadi maka akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum.

“Siapapun yang terlibat harus diungkap baik dokter maupun pihak RS Haulussy lainya agar ada efek jerah,” cetusnya

Jaksa Endus

Seperti diberitakan sebelumnya, dua mantan petinggi di Dinas Kesehatan dan RSUD Haulussy diperiksa jaksa, terkait dugaan korupsi Rumah Sakit milik daerah.

kedua pejabat itu adalah, Meikyal Pontoh dan Justini Pawa. Pontoh adalah eks Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, kurun waktu tahun 2016 hingga 2020.

Adapun Pawa, adalah bekas Direktur RS pada tahun 2016 dimana kasus itu mulai dibidik.

Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembayaran jasa pemeriksaan kesehatan bakal calon kepala daerah kabupaten, kota dan provinsi Maluku kurun tahun 2016 hingga 2020.

Kasi Penkum dan humas Kejati Maluku, Wahyudi Kereba di Ambon, Rabu (6/7) mengatakan, selain dua mantan pejabat itu, penyidik juga memanggil tujuh dokter lainnya sebagai saksi dalam kasus tersebut.

“Selain memanggil dua mantan pejabat tersebut, penyidik juga memanggil tujuh orang dokter lainnya guna dimintai keterangan sebagai saksi,” Kareba.

Tujuh dokter tersebut telah diperiksa, Selasa (5/7). Sedangkan Rabu (6/7) penyidik memanggil sepuluh dokter, salah satunya dokter Ade Tuanakotta sebagai penanggung jawab IDI Maluku.

Adapun sepuluh dokter itu adalah mereka yang merupakan penerima honorarirum pembayaran jasa pemeriksaan kesehatan, saat pelaksanaan medica; check up kepada balon calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten, kota dan Provinsi Maluku pada penyelenggaraan Pilkada Tahun 2016 hingga 2020.

Pada tahun 2017, tercatat dilaksanakan tiga Pilkada yang proses medical check up dilaksanakan di RS Haulussy, untuk Kota Ambon, MTB dan Buru selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Malra dan Pilgub Maluku.

Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Malra dan Pilgub Maluku.

Kemudian pada tahun 2020, tercatat empat kabupaten melaksanakan Pilkada, dimana seluruhnya melakukan medical cheek up di RSUD Haulussy, yaitu, Kabupaten Bursel, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya dan Seram Bagian Timur.

Kareba menjelaska, pada pemeriksaan yang berlangsung selama tujuh jam ini, materi yang ditanyakan jaksa  penyidik masih seputar tugas pokok para saksi.

“Pemeriksaan dilaksanakan mulai pukul 09.00 WIT,” katanya.

Dikatakan, pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui ada aliran anggaran dengan pagu lebih Rp2 miliar.

Dikatakan, pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui ada aliran anggaran dengan pagu lebih dari Rp2 miliar itu.

Periksa 13 Saksi

Seperti diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Maluku membidik sejumlah kasus dugaan penyalahgunaan anggaran bernilai miliaran rupiah di RSUD Haulussy Ambon.

Adapun kasus yang diduga berbau korupsi itu antara lain, penyimpangan penyaluran tunjangan intensif, jasa BPJS, jasa Perda dan uang makan minum tenaga medis tahun anggaran 2019-2021 di rumah sakit milik Pemprov Maluku itu.

Guna membuktikan dugaan korupsi pada sejumlah proyek di rumah sakit berplat merah itu, tim penyidik Kejati Maluku telah memeriksa 13 orang saksi.

Kepala Seksi Penerangan dan Hubungan Masyarakat Kejati Maluku, Wahyudi Kareba yang dikonfirmasi Siwalima, Kamis (23/6) membenarkan pemeriksaan 13 orang saksi.

“Benar tim penyidik telah mengkonfirmasi 13 orang saksi di kasus RSUD Haulussy,” ujar Wahyudi.

Ketika ditanyakan 13 saksi ini apakah dari unsur tenaga medis dokter atau juga Tenaga administrasi pada RSUD Haulussy, Wahyudi menolak berkomentar lebih jauh dengan alasan kasusnya masih penyelidikan.

“Maaf saya hanya bisa katakan demikian, masih konfirmasi 13 orang saksi telah dimintai keterangan pada Selasa (21/6) kemarin. Dan kasusnya masih penyelidikan. Jadi saya belum bisa berkomentar lebih jauh soal itu,” ujarnya.

Wahyudi mengaku, ada sejumlah kasus yang dibidik lembaga kejaksaan tersebut di RSUD Haulussy. “Ada beberapa kasus ya,” ujarnya singkat.

Wahyudi menyebutkan, 13 orang saksi ini diperiksa sejak pukul 09.00 WIT-16.00 WIT dan ditanyai seputar penerimaan tunjangan intensif, jasa BPJS, Jasa Perda hingga makan minum tenaga medis tahun 2019-2021 pada RSUD Haulussy.

Untuk diketahui, Kejati bidik sejumlah kasus di RSUD Haulussy berdasarkan surat nomor: SP 814/Q.1.5/1.d.1/06/2022.

Selain pembayataan BPJS Non Covid, pembayaran BPJS Covid tahun 2020, pembayaran kekurangan jasa nakes BPJS tahun 2019 tetapi juga pengadaan obat dan bahan habis pakai juga sarana dan prasarana pengadaan alat kesehatan dan pembayaran perda pada RSUD Haulussy tahun 2019-2020.

BPJS Kesehatan diketahui mendapat tugas dari pemerintah memverifikasi klaim rumah sakit rujukan Covid-19 di Indonesia setelah verifikasi barulah Kementerian Kesehatan melakukan pembayaran klaim tersebut.

Diduga total klaim Covid dari rumah sakit rujukan di Provinsi Maluku sejak 2020 hingga September 2021 yang lolos verifikasi BPJS Kesehatan mencapai 1.186 kasus dengan nilai Rp117,3 miliar.

Sejak tahun 2020 tercatat seba­nyak 891 kasus atau klaim di Maluku lolos verifikasi BPJS Kesehatan. Nilai klaim dari jumlah kasus ter­sebut mencapai sekitar Rp97,32 miliar dan hingga September 2021 klaim yang sudah terverifikasi ada 295 dengan jumlah biaya sekitar Rp20 miliar. (S-10)