AMBON, Siwalimanews – Segala macam cara dijadikan peluang untuk meraup untung, termasuk menabrak aturan.

Temuan Badan Pemeriksa Keu­angan tidak saja untuk biaya lam­pu pijar dan alat listrik, namun biaya rumah tangga pimpinan dewan tak sesuai ketentuan dan ditemukan selisih sebesar Rp690.­000.000

BPK dalam temuan menyebut­kan, secara uji petik tim pemerik­saan melakukan pemeriksaan atas 4 SP2D, dimana hasil diketahui bahwa realiasai belanja biaya rumah tangga dipertanggungjawabkan de­ngan melampirkan nota toko dari dua penyedia dimana nota dan kui­tansi pembayaran yang dilampirkan melebihi nilai SP2D yang dicairkan.

Selain itu, terdapat banyak keti­daksesuaian nilai antara kuitansi dan nota yang dilampirkan, sehingga se­cara keseluruhan, terdapat kelebi­han nilai nota yang dilampirkan di­ban­dingkan degan total pencairan keem­pat SP2D sebesar Rp122.521.000.

Dan ketika BPK melakukan kon­firmasi kepada PPK kegiatan pe­ngelolaan rumah tangga pimpinan DPRD, diketahui bahwa realisasi be­lanja biaya rumah tangga di sekre­tariat DPRD tidak dilaksanakan se­perti yang dibuktikan pada dokumen pertanggungjawaban belanja reali­sasi riil, namun yang dilakukan adalah uang hasil pencairan SP2D untuk belanja biaya RT sepenuhnya dibayarkan kepada masing-masing pimpinan DPRD setuap bulannya.

Baca Juga: Kekerasan Anak dan Perempuan Capai 111 Kasus

Dengan kata lain, PPK sama sekali tidak mengetahui rincian pembagian dan besaran yang dibagikan.

Selain itu, belanja biaya rumah tangga sebenarnya direalisasikan secara tunai kepada 3 orang pim­pinan DPRD Kota Ambon dengan besaran bulan yang berbeda, untuk Ketua DPRD diserahkan sebesar Rp22.500.000/bulan,Wakil Ketua I dan II sebesar 17.500.000/bulan.

Untuk Wakil Ketua I dan Wakil Ke­tua II total alokasi dan dalam setahun sebesar Rp690.000.000 (Rp 22.500.000.000 + (2x Rp 17.500. 000.000) x 12 bulan. berdasarkan data tersebut, maka disimpulkan realisasi biaya rumah tangga terindikasi fiktif dan melampirkan bukti pertang­gung­jawaban yang tidak dapat di­akui sebesar Rp690.000.000.

Selain itu, pembayaran biaya RT kepada pimpinan DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420.000.000, dimana hak keuangan dan admi­nistrasi pimpinan dan anggota DP­RD diatur dalam PP nomor 18 Tahun 2017, termasuk didalamnya menge­nai biaya rumah tangga pimpinan.

Dalam PP nomor 18 tahun 2017 disebutkan bahwa, biaya RT masuk ke dalam tunjangan kesejahteraan bagi pimpinan DPRD, namun dije­laskan pula bahwa belanja RT pim­pinan hanya boleh diberikan bagi pimpinan yang menggunakan rumah dinas jabatan dan perlengkapannya.

Berdasarkan konfirmasi BPK, dan pemeriksaan atas aset tetap milik sekretariat DPRD, diketahui bahwa pimpinan yang berhak hanya ketua DPRD Kota Ambon, sedangkan Wakil Ketua I dan 2 tidak berhak mendapatkan belanja RT, dan karenanya pembayaran atas belanja biaya RT yang dialokjasikan kepada Wakil Ketua DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420.000.000 (2xRp17.500.000)x12 bulan.

Uang Makan Minum

Berikutnya realisasi belanja makan dan minum di Sekretariat DPRD terindikasi fiktif sebesar Rp2.678. 609.000.

Pada tahuhn anggaran 2020, Sek­retariat DPRD Kota Ambon melak­sanakan realisasi atas belanja makan dan minum sebesar Rp6.132.284.000 atau 97,96% dan yang dianggarkan sebesar Rp258.700.000.

BPK menemukan indikasi belanja fiktif pada realisasi belanja makan dan minum sebesar Rp912.931.000 pada 6 SPK, dimana pencairan atas dua SPK melalui 2 SP2D  nomor 3118/BL/L.S/BPK.AD/2020 dan nomor 3571/BL/LS/BPKAD/2020 dan nomor 3571/BL/LS/BPKAD/2020 pada kegiatan hari-hari besar keagamaan tidak dilaksanakan. Uang hasil pencairan dana atas kedua SPK tersebut diserahkan kepada pimpinan DPRD.

Hal ini dibuktikan dengan daftar pemnbayaran yang ditandatangani oleh masing-masing pimpinan DPRD.

Penyerahan uang pada termin di­alokasi untuk Ketua DPRD, sebesar Rp83.920.594 untuk Wakil Ketua I sebesar Rp51.923.156 dan untuk Wakil Ketua II Rp51.923.156. Alokasi tersebut sebelum dipotong untuk fee/administrasi serta pajak terkait.

Sedangkan empat SP2D lain dicairkan oleh CV DG, kemudian uang hasil pencairan diserahkan kepada bendahara pengeluaran un­tuk dilakukan penyimpanan, namun wewenang untuk realisasi atas uang tersebut pada masing-masing ada pada PPK kegiatan.

Berikutnya terdapat indikasi fiktif atas realisasi belanja makan dan mi­numan yang melampirkan nota sebagai bukti pertanggungjawaban pada lima SP2D sebesar Rp1.270. 250.000.

Selain itu, salah satu penggu­naan uang hasil pencairan belanja makan minum mengutamakan nota dari CV DG adalah untuk membayar uang makan minum bagi pimpinan DPRD.

Adapun besaran alokasi untuk Ketua DPRD adalah Rp25.500.000/bulan, dan untuk Kedua Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp20.895.000/bulan. jika diakumulasikan, maka total belanja makanan dan minuman yang diserahkan secara tunai kepada pimpinan DPRD adalah sebesar Rp807.480.000 (Rp25.500.000×12 bulan) + (2xRp20.895.000 x 12 bulan).

Kegiatan penyediaan makan dan minuman untuk Ketua dan Wakil Ketua DPRD di kantor dan rumah, tidak sesuai dengan PP No 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD, karena pimpinan tidak berhak atas uang makan minum yang diberikan secara tunai.

Dengan demikian secara keseluruhan, relaisasi belanja makanan dan minuman pada lima SP2D terindikasi fiktif sebesar Rp1.270.250.000.

Sementara itu, Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisuta yang dikonfirmasi Siwalima melalui telepon selulernya namun tidak aktif, pesan singkat yang dikirim  lewat Whats-Appnya terbaca tetapi  tidak dibalas.

Hal yang sama ketika Siwalima konfirmasi Wakil Ketua DPRD Kota Ambon, Gerald Mailoa melalui telepon selulernya aktif namun tidak direspon, sedangkan wakil ketua Rustam Latupono ketika dikonfirmasi lewat telepon gengamnya tidak aktif .

Diminta Usut

Menanggapi hal ini, praktisi hukum, Munir Kairot meminta jaksa dan polisi segera mengusut kasus ini. Dimana temuan BPK sudah sangat jelas sehingga membuka ruang bagi aparat penegak hukum usut.

“Jika ini temuan BPK berarti kami minta jaksa dan polisi usut, karena ini uang rakyat yang dipakai untuk pembiayaan sejumlah proyek di sekretariat DPRD Kota Ambon, sehingga temuan BPK ini bisa diusut jaksa atau polisi,” jelas Kairoti kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (11/11).

Kairoty mengharapkan, temuan BPK ini segera ditindaklanjuti karena sangat disayangkan jika sejumlah proyek yang dianggarkan dengan anggaran APBD tahun 2020 justru fiktif.

“Ini kan uang rakyat kok ada proyek yang fiktif, sehingga harus diusut. Apalagi ini dugaan korupsi yang tidak boleh dilindungi,” tegasnya. (S-19)