AMBON, Siwalimanews – Lembaga Pemantauan Keuangan Negara mengancam akan mempidana Kejati Maluku jika menuntup kasus dugaan tindak pidana korupsi penga­daan lahan RSUD Kota Tual dan kasus korupsi lainya di Maluku.

“Saya selaku Ketua Tim PKN Ka­bupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual juga selaku aktifis anti korupsi yang memang konsen dalam hal pem­berantasan korupsi di Maluku. Untuk itu diminta Kajati Maluku agar tidak menjadikan penanganan kasus korupsi dalam lingkup Kejaksaan Tinggi Maluku dengan meman­faatkan tahapan penyelidikan sebagai ajang kompitisi Intervensi berbagai kepentingan, kemudian mendalilkan penghentian dengan alasan tidak cukup bukti,”jelas Ketua LPK, Anthonius Rahabav da­lam rilisnya kepada Siwalima, Kamis (17/2)

Menurutnya, korupsi adalah ma­salah luar biasa yang harus serius di tangani, karena korupsi memiliki pengadilan dan perangkat hukum secara khusus, sehingga istilah SP3 tidak dibenarkan menurut Undang-undang Korupsi, sehi­ngga wajar kalau para Jaksa di Hukum.

“Di dalam KUHP mungkin dibe­narkan namun di lain sisi Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 serta perubahanya tentang Pem­berantasan Korupsi serta Undang–Undang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Semuanya tidak menghendaki adanya alasan yang di sampaikan Kajati Maluku dengan Dalil tidak cukup bukti atau ada pengembalian Kerugian Negara,” ujarnya.

Mengingat Kejati Maluku pasti memiliki SOP tentang penyilidikan dan penyidikan dalam wilayah hu­kumnya di dalam tahapan penye­lidikan sudah direncanakan, taha­pan penyelidikan seperti adanya laporan masyarakat atau informasi adanya peristiwa pidana korupsi, kemudian melakukan observasi, mencari keterangan saksi dan barang nukti dalam tahapan ini baru di mulai dengan pemanggilan saksi-saksi dan pengumpulan barang bukti lainya.

Baca Juga: Hentikan Kasus Korupsi DPRD Ambon Buka Peluang Korupsi

“Menurut hemat saya di tahapan observasi sudah diputuskan ba­gian Intel Lidik benar tidaknya se­buah laporan masyarakat terbukti adanya peristiwa pidana baru di lakukan pemanggilan para saksi maupun pihak terkait sehingga hasilnya memuaskan masyarakat/publik.

Jika terjadi penghentian atau tutupnya sebuah kasus tanpa ada alasan yang benar menurut Hukum otomatis pasal 21 UU Tipikor dan pasal 216 KUHP dapat di jatuhkan kepada para jaksa yang main-main dengan laporan masyarakat

Tetap Usut

Kejaksaan Tinggi Maluku tetap me­ngusut kasus dugaan korupsi lahan RSUD Kota Tual bahkan rumor kasus ini akan dihentikan, ditepis pihak kejaksaan Tinggi Maluku.

Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba meng­ung­kap­kan, sejumlah rangkaian untuk mencari fakta dari dugaan di maksud, termasuk mengambil keterangan sejumlah pihak yang disinyalir mengetahui persoalan tersebut.

“Sampai saat ini tim masih laku­kan penelaan dari hasil yang dida­patkan, termasuk permintaan keterangan orang orang yang mengetahui persoalan dimaksud,” jelas Wahyudi.

Ditanya apakah Walikota Tual turut mintai keterangan, Kasipen­kum belum bisa memastikan.

“Terkait siapa siapa saja yang dimintai keterangan saya belum bisa pastikan, namun yang pasti ada sejumlah pihak yang dimintai keterangan,”pungkasnya.

Seperti diketahui, beredar informasi dimasyarakat bahwa pengusutan dugan korupsi pada pengadaan Lahan Pembangunan RSUD Kota Tual dihentikan sepihak oleh penyidik Kejati Maluku. Informasi itu lantas membuat Lembaga Anti Korupsi bernama Pemantau Keuangan Negara (PKN) Kota Tual dan Kabupaten Malra bereaksi.

Berdasarkan surat terbuka yang ditujukan kepada Kejaksaan Tinggi Maluku, PKN melalui Ketuanya Antonius Rahabav menilai jika kasus tersebut ditutup maka Integritas dan wibawa institusi akan melemah di mata  publik.

“Kalau ini terjadi menunjukan kinerja Kajati Maluku dan timnya tidak mewujudkan Kejaksaan yang bersih dan tidak mampu memegang Amanah yang di berikan padanya,”jelas Rahabav mengutip surat terbuka yang diterima redaksi siwalimanews.

Dikatakannya, terdapat dua Alat Bukti permulaan yang cukup yakni Akta Pelepasan Tanah yang di buat di tanda tangani Walikota Tual Adam Rahayaan dan Mariam Jaililu Matdoan, serta surat Mariam Jaliliu

Matdoan yang ditujukan kepada Walikota Tual Perihal Permintaan Pembayaran Uang Tanah, harus diminta pertanggung jawaban hukumnya.

Rahabav menuturkan, terdapat Kerugian Negara berupa Pajak tertunda yang terjadi akibat pembiaran dari Tahun 2007 sampai 2016 sebesar RP 20.000.000, selain itu, kerugian negara juga diperoleh dari selisih NJOP yang di nilai secara sepihak sebesar RP.3.300.000.000. (S-05)