AMBON, Siwalimanews – Kendati puluhan warga yang terga­bung dalam Aliansi Taniwel Raya (Antara) mendesak wilayah izin usaha pertamba­ngan (WIUP) PT Gunung Makmur dicabut, namun Pemprov klaim izin perusahaan tersebut memenuhi persyaratan.

Hal ini diungkapkan, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Ter­padu Satu Pintu (PM-PTSP) Syuryadi Sabirin saat hearing bersama Komisi II DPRD Maluku, Selasa (29/9) yang dipusatkan di ruang komisi II, dipimpin ketua Sao­dah Tethool.

Dikatakan, sesuai Permen ESDM Nomor 34 Tahun 2017 tentang perijinan dibidang pertambangan mineral dan batu bara telah disyaratkan, bila ijin eks­plorasi ini dikeluarkan dengan terlebih dahulu memenuhi beberapa syarat.

Persyaratan dimaksud diantaranya, pertama, mereka merupakan pelaku usaha dan harus memiliki surat per­mohonan atau surat nomor induk peru­sa­haan yang mana dari informasi pelaku usaha ini telah merencanakan  nilai investasi untuk perusahaan batu marmer ini sebesar 175 miliar dengan rencana penyerapan tenaga kerja lokal kurang lebih 125 orang.

Kedua, memiliki akta pendirian peru­sahaan juga dikeluarkan oleh notaris dan perusahan ini telah miliki akta no­taris. Ketiga, harus memiliki surat kete­rangan domisili dan direkrut utamanya Jhon Keliduan yang juga putra daerah dan ketua Kadin versi OSO yang ber­domisili di Lateri.

Baca Juga: Tiga Negeri di Nusaniwe Dicanangkan Sebagai Kampung Tangguh

Selanjutnya, keempat, harus men­dapatkan rekomendasi bupati dan kemu­dian kesesuaian lahan UKL dan UPL dari  lingkungan hidup.

Untuk syarat ini, katanya, perusahaan telah mendapat surat rekomendasi bupati Kabupaten SBB Nomor 503-297 tahun 2020 ijin lingkungan hidup ren­cana eks­plorasi pertambang batu mar­mer di Desa Taniwel, Desa Kasie dan Desa Nukuhai.

Dimana surat keputusan bupati terse­but didukung oleh rekomen­dasi per­setujuan dokumen upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan ling­kungan yang dikeluarkan oleh kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten SBB.

Selain mengantongi surat rekomen­dasi bupati, perusahaan ini juga telah  mengan­tongi dokumen dukungan dari masing-masing kepala desa. Artinya dengan adanya dukungan dari kepal desa maka keluarlah rekomendasi bupati dan UPL dari Lingkungan hidup Kabupaten SBB.

Syarat kelima, harus ada riwayat hi­dup berserta tenaga ahli dan dari dokumen yang diajukan tenaga telah terpenuhi.

Dikatakan, berdasarkan doku­men di­atas maka keluarkanlah surat persetu­ju­an wilayah ijin usaha pertambangan oleh gubernur dengan surat reko­men­dasi gu­ber­nur nomor 93 tahun 2020 tentang per­setujuan wilayah izin usaha pertamba­ngan batuan kepada PT Gunung Makmur Indah.

Tak hanya dokumen persya­ratan, pihak perusahaan juga telah menjamin jika seandainya lahan dikemudian hari se­lesai melakukan eksplorasi, maka te­lah dide­po­sitokan 367 juta untuk mem­perbaiki lingkungan yang rusak tersebut.

“Dia telah titipkan jaminan resiko se­besar  367 juta dan didepositokan di Bank Maluku yang mana deposito itu tidak dapat diambil tanpa persetujuan Dinas PM-PTSP,” ujarnya.

Ditegaskanya, berdasarkan dokumen persyaratan yang telah dipenuhi maka tidak ada kewe­nangan pada Dinas PM-PTSP untuk tidak mengeluarkan ijin dan tentu telah mengacu pada Inpres Nomor 7 tentang memberikan kemudahan ber­usaha kepada pelaku usaha dan inves­tasi.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingku­ngan Hidup, Roy Syauta mengatakan, ijin yang dikeluarkan oleh pemprov telah sesuai dengan aturan yang berlaku serta asas-asas umum pemerintahan yang baik.

“Izinnya sudah sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujarnya.

Menanggapi penjelasan Pemprov, ketua Komisi II, Saodah Tethol kepada wartawan mengatakan Komisi II harus dapat mengambil keputusan secara objek­tif atas persoalan penolakan pengope­rasian tambang batu mar­mer di tiga Desa Taniwel, Kasie dan Nukuhai, sehingga on the spot harus dilakukan.

“Kita tidak bisa secara subjektif tetapi harus objektif dalam menilai duduk per­soalan baru kita mengambil sebuah kepu­tusan maka kita sudah putuskan akan melakukan on the spot melihat lapangan,” ungkap Tethool.

Menurutnya, komisi II ingin mende­ngar secara utuh duduk persoalan, karena itu dalam kegiatan on the spot nanti­nya, akan mengundang seluruh mas­yarakat baik tokoh adat, tokoh agama, para pemangku adat dan kepala desa maupun raja untuk men­dapatkan informasi secara sah dari mereka.

Lanjutnya, nantinya setelah dilaku­kan on the spot, Komisi II akan meng­gelar rapat bersama dengan aliansi Taniwel Raya dan pihak pengusaha, sehingga keputusan yang diambil sesuai dengan data dari mas­yarakat maupun pihak-pihak terkait.

Terakit dengan waktu on the spot, Tet­hool menjelaskan pihaknya akan terlebih dahulu berkomunikasi dengan sekretaris dewan terkait dengan angga­ran, tetapi di­usahakan akan dilakukan dalam Minggu ini sebelum pembahasan APBD peruba­han.

Untuk diketahui rapat yang dipimpin ketua Komisi II DPRD Maluku didampingi Turaya Samal, Wahid Laitupa, Temy Ursepuny, Wellem Wattimena dan Aziz Hentihu serta dihadiri Kepala Dinas PTSP,  Kepala Dinas Lingkungan Hidup Roy Syauta, Kepala Dinas ESDM Fauzan Khatib dan Kepala Dinas Kehutanan Sadli Li.

Demo Tuntut IMB

Gubernur Maluku, Murad Ismail kembali didemo. Kali ini puluhan warga yang terga­bung dalam Aliansi Taniwel Raya (Antara) mendatangi kantor gubernur, Senin (28/9) mendesak wilayah izin usaha pertam­bangan (WIUP) PT Gunung Makmur dicabut.

Dalam orasi mereka menegas­kan, eksplorasi tam­bang batu marmer yang dilakukan PT. Gunung Makmur Indah (GMI) di wilayah Kecamatan Taniwel, Kabupaten Seram Bagian Barat telah merusak hutan adat masyarakat setempat dan membawa dampak buruk bagi warga Negeri Taniwel, Kasie, Nuhukai, Pasinalo dan sejumlah negeri lainnya.

Massa dibawah pimpinan Koordinator Lapangan, Reimond Nauwe dan Matayone Harun itu, tiba di pintu pagar samping kantor gubernur, Jalan Raya Pattimura sekitar pukul 13.35 WIT.

Mereka datang membawa sejumlah spanduk yang bertuliskan, jangan han­curkan tempat-tempat sakral kami keha­dapan PT GMI, mahasiswa Taniwel Raya menolak PT GMI mencuri hasil tambang masyarakat Taniwel, jual tanah hilang nyawa, gubernur cinta investasi masya­rakat adat hilang harga diri, tolak tambang di Taniwel, save Taniwel.

“Jadi kedatangan kami kesini hanya untuk mendesak gubernur agar segera menginstruksikan kepada Bupati SBB untuk menin­daklanjuti surat-surat pemba­talan rekomendasi yang diberikan kepada PT. GMI serta wilayah izin usaha pertam­bangan di wilayah Kecamatan Taniwel,” teriak Harun Matayane dalam orasinya.

Kata dia, PT GMI belum memi­-liki izin per­tambangan, tetapi mereka sudah beroperasi. “Kita dengan tegas menolak kebera­daan PT GMI,” tegas Matayane.

Kurang lebih satu jam berorasi, barulah Kepala Dinas ESDM Provinsi Maluku, Fauzan Khatib, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, Roy Siauta dan Kepala Kesbangpol Maluku, Habiba Saimima mengizinkan para pendemo masuk bertemu mereka di pintu masuk lobi kantor gubernur.

Koordinator Lapangan, Reimond Nauwe kemudian membacakan tuntutan mereka yakni, pertama meminta Pemprov Maluku menghargai kedaulatan atas hak-hak masyarakat adat Kecamatan Taniwel.

Kedua, menolak dengan tegas berbagai upaya eksploitasi di ulayat masyarakat adat di Kecamatan Taniwel. Ketiga, mendesak Gubernur Maluku segera mencabut dan atau menerbitkan surat pembatalan rekomendeasi yang diberikan kepada PTGMI tentang WIUP.

Keempat, mendesak gubernur Maluku agar segera mengins­truksikan kepada bupati SBB untuk menindaklanjuti surat-surat pem­-batalan rekomendasi yang diberi­-kan kepada PT GMI tentang WIUP.

Kelima, mendesak DPRD Maluku untuk segera mendesak Bupati SBB menghen­tikan segala bentuk izin usaha pertam­bangan yang ada di wilayah Kecamatan Taniwel. Keenam, meminta DPRD menga­wal seluruh aspirasi masyarakat Taniwel yang telah disampaikan.

Setelah tuntutan pendemo, Fauzan Khatib menjelaskan, PT GMI telah meng­usulkan WIUP ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) untuk usaha batu marmer.

Sementara Kadis Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, Roy Siauta mengatakan pembatalan izin Amdal perusahan tersebut tidak bisa serta merta dilakukan.

Olehnya itu, dia meminta agar pendemo bisa menyampaikan data kepada peme­rintah sebagai masukan untuk dibahas.

Selain itu, kata Siauta, kalau seluruh masyarakat Taniwel menolak beroperasi­nya tambang marmer juga akan disam­paikan ke gubernur untuk ditindaklanjuti.

Aksi di DPRD

Sebelum mendatangi kantor gubernur, mereka lebih dulu melakukan aksi demo di Kantor DPRD Maluku. Tuntutan yang disampaikan sama. Mereka menolak aktivitas penambangan PT GMI di Kecamatan Taniwel.

Setelah berorasi beberapa menit, para demonstran ditemui Wakil Ketua DPRD Maluku, Melkias Sairdekut didampingi Ketua Komisi III Saudah Tethol dan Hengky Pelata.

Di hadapan mereka, Remon Nauwe mem­bacakan dua point tuntutan mereka, yakni pertama, meminta Pemprov Maluku mencabut WIUP yang diberikan kepada PT GMI. Kedua, meminta DPRD Provinsi Ma­lu­ku mendesak Bupati SBB menghen­tikan segala bentuk perizinan usaha pertambangan yang ada di wilayah Kecamatan Taniwel.

Usai membacakan, Nauwe kemudian menyerahkan tuntutan mereka kepada Wakil Sairdekut. Sairdekut berjanji akan memanggil Dinas ESDM dan Dinas Kehu­tanan untuk pertanyakan masalah ini. (S-39/S-45)