AMBON, Siwalimanews – Nama jaksa sempat dibawa-bawa, namun Kajari buru-buru membantah dan memastikan serius menanganinya.

Pasca Badan Pemeriksa Keuangan menemukan dugaan penyalahgunaan anggaran di DPRD Kota Ambon, pimpinan dewan menggagas perte­muan rahasia, dengan melibatkan sebagian besar Anggota DPRD Kota.

Anehnya, pertemuan itu bukan­nya digelar di ruang sidang Baileo Rakyat, Belakang Soya, malah dibikin di Hotel The Natsepa.

Pertemuan rahasia yang digelar Rabu (3/11) malam, dimaksudkan untuk mengkonsolidasikan presepsi anggota dewan, terhadap kasus yang bakal disidik jaksa itu.

Sumber Siwalima di DPRD Kota Ambon menyebutkan, dalam perte­muan itu pimpinan dewan lebih ba­nyak mengeluarkan isi hatinya mengenai temuan BPK.

Baca Juga: Kejati Maluku Diminta Tuntaskan Kasus Korupsi

Menurut sumber yang minta namanya tidak ditulis itu, pertemuan rahasia tersebut dipimpin Ely Toi­suta, didampingi Gerald Mailoa dan Rustam Latupono. Hadir pula Sek­retaris DPRD Steven Dominggus.

Sesuai rencana, pertemuan itu mestinya digelar pukul 19.00, tapi molor hingga pukul 21.30, karena menunggu kedatangan 35 anggota dewan.

Sayangnya, hanya 29 orang yang menghadiri pertemuan rahasia itu, sementara enam lainnya tidak hadir.

“Yang tidak hadir itu Lucky Upu­latu Nikijuluw Fraksi PDIP, Saidna Azhar Bin Tahir Fraksi Gabungan, Astrid Soplantila Fraksi Gerindra, Obed Souisa dari Fraksi Demokrat dan Tan Indra Tanaya Fraksi Nas­dem, jelas sumber itu kemarin (17/11).

Diceriterakan sumber tadi, dalam pertemuan, Ely Toisuta berkali-kali meminta agar anggota dewan solid dan satu hati agar masalah yang melilit lembaga wakil rakyat itu dapat diselesaikan.

“Menurut ibu ketua, dari hasil konsultasi dengan Kajari Ambon, beliau menitip pesan kalau masalah ini mau selesai, seluruh anggota dewan harus satu hati. Beberapa kali ibu ketua menyebutkan nama pak kajari dalam pertemuan itu,” ujar sumber tersebut.

Dalam pertemuan itu, anggota dewan rame-rame mengeluarkan uneg-uneg mereka, termasuk keter­bukaan oleh pimpinan yang selama ini dinilai tertutup. Selain itu, performance ketua dewan yang sangat standar dan biasa-biasa saja, karena sejak dilantik hingga kini, belum pernah memimpin rapat paripurna.

Jaksa Komitmen

Sementara itu, tim penyelidik Kejari Ambon akan tetap berko­mit­men untuk mengusut adanya te­muan BPK di DPRD Kota Ambon senilai Rp5.293.744.800.

“Kita akan bekerja sesuai SOP dan tidak akan pernah terpengaruh de­ngan isu maupun intervensi dari siapapun. Kita akan tetap berko­mitmen untuk mengusut temun BPK ini,” tandas Kajari Ambon, Dian Fris Nalle, kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Rabu (17/11).

Kajari juga menepis adanya informasi atau isu yang beredar di tengah masyarakat bahwa dalam rapat internal DPRD Kota Ambon di Hotel The Natsepa, beberapa waktu lalu, ada pernyataan Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisuta bahwa temuan BPK sudah aman di jaksa.

“Kalau ada informasi yang beredar ditengah masyarakat seperti itu, tidak benar. Jaksa yang mana yang dimaksudkan itu? Kami akan tetap bekerja sesuai SOP,” tegas Nalle.

Kata dia, komitmen Kejari Ambon untuk mengusut temuan BPK ini, dengan adanya agenda pemeriksaan bagi 11 saksi.

“Mulai besok dan Jumat, kita akan memanggil 11 orang dari Sekretariat DPRD Kota Ambon untuk dimintai keterangannya,” jelas Nalle.

Kajari enggan merincikan iden­titas 11 saksi itu dengan alasan baru mulai dilakukan penyelidikan.

“Prinsipnya kita komitmen dan kerja sesuai SOP,” tandasnya.

Ketua DPRD Kota Ambon, Ely Toisuta yang dikonfirmasi Siwalima, tidak menjawab telepon selulernya. Pesan singkat yang dikirimpun juga tak direspons.

11 Diperiksa

Kejaksaan Negeri Ambon, di­pastikan segera melakukan penyeli­dikan terhadap temuan BPK di DPRD Kota Ambon, pada laporan keuangan Pemerintah Kota Ambon, tahun anggaran 2020.

“Atas temuan dimaksud, Kejari Ambon telah melakukan penyeli­dikan yang sudah mulai dilakukan sejak Senin (15/11),” ungkap Kasi Intel Kejari Ambon, Jino Talakua kepada wartawan di Ambon, Selasa (16/11) siang.

Untuk mengumpulkan data dan bukti, jaksa akan segera memeriksa 11 orang saksi. “Penyidik sudah jad­walkan untuk pemeriksaan terhadap 11 orang saksi, (yang) rencananya dipanggil pada 18 dan 19 November nanti,” ungkap Talakua.

Untuk diketahui, dalam temuan BPK disebutkan, realisasi belanja barang dan jasa pada Sekretariat DPRD Kota Ambon tidak sesuai dengan ketentuan, sehingga meng­akibatkan indikasi kerugian daerah sebesar Rp5.293.744.800.

Sebagaimana diberitakan, temuan BPK itu dimulai dari biaya lampu pijar dan alat listrik, hingga biaya rumah tangga pimpinan dewan tak sesuai ketentuan.

BPK dalam temuan menyebutkan, secara uji petik tim pemeriksaan me­lakukan pemeriksaan atas 4 SP2D, dimana hasil diketahui bahwa rea­lisasi belanja biaya rumah tangga di­pertanggungjawabkan dengan me­lampirkan nota toko dari dua penye­dia dimana nota dan kuitansi pem­bayaran yang dilampirkan melebihi nilai SP2D yang dicairkan.

Selain itu, terdapat banyak keti­daksesuaian nilai antara kuitansi dan nota yang dilampirkan, sehingga secara keseluruhan, terdapat kele­bihan nilai nota yang dilampirkan dibandingkan degan total pencairan keempat SP2D sebesar Rp122. 521.000.

Dan ketika BPK melakukan kon­firmasi kepada PPK kegiatan pe­ngelolaan rumah tangga pimpinan DPRD, diketahui bahwa realisasi belanja biaya rumah tangga di sekretariat DPRD tidak dilaksanakan seperti yang dibuktikan pada doku­men pertanggungjawaban belanja realisasi riil, namun yang dilakukan adalah uang hasil pencairan SP2D untuk belanja biaya RT sepenuhnya dibayarkan kepada masing-masing pimpinan DPRD setiap bulannya.

Dengan kata lain, PPK sama sekali tidak mengetahui rincian pembagian dan besaran yang dibagikan.

Selain itu, belanja biaya rumah tangga sebenarnya direalisasikan secara tunai kepada 3 orang pimpi­nan DPRD Kota Ambon dengan besaran bulan yang berbeda,  untuk Ketua DPRD diserahkan sebesar Rp22.500.000/bulan,Wakil Ketua I dan II sebesar 17.500.000/bulan.

Untuk Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II total alokasi dan dalam setahun sebesar Rp690.000.000 (Rp 22.500.000.000 + (2x Rp 17.500. 000.000) x 12 bulan, berdasarkan data tersebut, maka disimpulkan realisasi biaya rumah tangga terindikasi fiktif dan melampirkan bukti pertang­gungjawaban yang tidak dapat di­akui sebesar Rp690.000.000.

Selain itu, pembayaran biaya RT kepada pimpinan DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420.000.000, di­mana hak keuangan dan admi­ni­strasi pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam PP nomor 18 Tahun 2017, termasuk didalamnya menge­nai biaya rumah tangga pimpinan.

Dalam PP nomor 18 tahun 2017 disebutkan bahwa, biaya RT masuk ke dalam tunjangan kesejahteraan bagi pimpinan DPRD, namun dije­laskan pula bahwa belanja RT pim­pinan hanya boleh diberikan bagi pimpinan yang menggunakan rumah dinas jabatan dan perlengkapannya.

Berdasarkan konfirmasi BPK, dan pemeriksaan atas aset tetap milik sekretariat DPRD, diketahui bahwa pimpinan yang berhak hanya ketua DPRD Kota Ambon, sedangkan Wakil Ketua I dan 2 tidak berhak mendapatkan belanja RT, dan ka­renanya pembayaran atas belanja biaya RT yang dialokasikan kepada Wakil Ketua DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420.000.000 (2xRp17.500.000)x12 bulan.

Makan Minum

Berikutnya realisasi belanja makan dan minum di Sekretariat DPRD terindikasi fiktif sebesar Rp2.678.609.000.

Pada tahuhn anggaran 2020, Sekretariat DPRD Kota Ambon melaksanakan realisasi atas belanja makan dan minum sebesar Rp6.132.284.000 atau 97,96% dan yang dianggarkan sebesar Rp258.700.000.

BPK menemukan indikasi belanja fiktif pada realisasi belanja makan dan minum sebesar Rp912.931.000 pada 6 SPK, dimana pencairan atas dua SPK melalui 2 SP2D  nomor 3118/BL/L.S/BPK.AD/2020 dan nomor 3571/BL/LS/BPKAD/2020 dan nomor 3571/BL/LS/BPKAD/2020 pada kegiatan hari-hari besar keagamaan tidak dilaksanakan. Uang hasil pencairan dana atas kedua SPK tersebut diserahkan kepada pimpinan DPRD.

Hal ini dibuktikan dengan daftar pemnbayaran yang ditandatangani oleh masing-masing pimpinan DPRD.

Penyerahan uang pada termin dialokasi untuk Ketua DPRD, sebesar Rp83.920.594 untuk Wakil Ketua I sebesar Rp51.923.156 dan untuk Wakil Ketua II Rp51.923.156. Alokasi tersebut sebelum dipotong untuk fee/administrasi serta pajak terkait.

Sedangkan empat SP2D lain dicairkan oleh CV DG, kemudian uang hasil pencairan diserahkan kepada bendahara pengeluaran untuk dilakukan penyimpanan, namun wewenang untuk realisasi atas uang tersebut pada masing-masing ada pada PPK kegiatan.

Berikutnya terdapat indikasi fiktif atas realisasi belanja makan dan minuman yang melampirkan nota sebagai bukti pertanggungjawaban pada lima SP2D sebesar Rp1.270.250.000.

Selain itu, salah satu penggunaan uang hasil pencairan belanja makan minum mengutamakan nota dari CV DG adalah untuk membayar uang makan minum bagi pimpinan DPRD.

Adapun besaran alokasi untuk Ketua DPRD adalah Rp25.500.000/bulan, dan untuk Kedua Wakil Ketua masing-masing sebesar Rp20.895.000/bulan. jika diakumulasikan, maka total belanja makanan dan minuman yang diserahkan secara tunai kepada pimpinan DPRD adalah sebesar Rp807.480.000 (Rp25.500.000×12 bulan) + (2xRp20.895.000 x 12 bulan).

Kegiatan penyediaan makan dan minuman untuk Ketua dan Wakil Ketua DPRD di kantor dan rumah, tidak sesuai dengan PP No 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD, karena pimpinan tidak berhak atas uang makan minum yang diberikan secara tunai.

Dengan demikian secara keseluruhan, relaisasi belanja makanan dan minuman pada lima SP2D terindikasi fiktif sebesar Rp1.270.250.000. (S-16)