AMBON, Siwalimanews – TNI Angkatan Udara akhir­nya mengakui keterlibatan satu anggotanya, dalam penjualan senjata api ke ke­­lompok kriminal bersen­jata (KKB) di Papua.

Keterlibatan satu oknum ang­gota TNI-AU itu menambah daf­tar orang yang terlibat menjadi delapan. Mereka dianta­ranya empat warga sipil, dua oknum anggota Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease dan dua oknum anggota TNI yakni TNI-AD dan TNI-AU.

Delapan orang yang sudah dite­tapkan tersangka dan resmi dita­han yakni SAP dan MRA (ang­gota Polri), MS anggota TNI-AD dari Yonif 733/Masariku, AL (TNI-AU), SN, RM, HM dan AT meru­pakan warga sipil.

Danlanud Pattimura, Kolonel Pnb Sapuan kepada Siwalima Kamis (25/2) mengaku, berdasarkan hasil pengembangan dan penyelidikan pihak TNI-AU, satu prajurit berini­sial  Praka AL, resmi ditetapkan ter­sangka dan sudah ditahan.

“Kita resmi tahan Praka AL setelah melakukan proses penyelidikan dan kerja sama yang baik dengan Polda Maluku,” ungkap Danlanud.

Baca Juga: Jaksa Diminta  Batalkan Status Tersangka Fery Tanaya

Ia menjelaskan, keterlibatan anak buahnya itu sebagai pemberi pistol revolver yang akhirnya sampai ke tangan oknum anggota Polresta Ambon. Dalam mendalami kasus ini, TNI-AU terus melakukan pengem­bangan terhadap pihak lain yang diduga turut terlibat.

“Kita kembangkan terus kasus ini, karena dugaan masih ada keterlibtan pihak-pihak lain,” katanya.

Praka AL saat ini diketahui anggota POM Lanud Pattimura. Danlanud menegaskan, tersangka Praka AL terancam dipecat dan dijerat dengan UU Darurat yakni UU Nomor 12 Ta­hun 1951 dengan ancaman manimal 20 tahun penjara dan maksimal hukuman mati.

Ciderai Institusi

Akademisi Hukum Unpatti, George Leasa mengatakan, oknum anggota TNI dan Polri di Maluku yang ter­libat penjualan senpi dan amunisi KKB di Papua telah menciderai institusinya.

Sebagai anggota Tni maupun Polri, oknum-oknum tersebut dapat dika­tegorikan penghianat negara karena menjual senpi kepada kelompok separatis di Papua.

“Tindakan ini me­rusak NKRI. Mereka dapat dikategorikan peng­hianat negara,” ujar Leasa kepada Siwalima Rabu (24/2).

Dikatakan, untuk pemberian sanksi kepada oknum-oknum anggota TNI dan Polri ini seharusnya institusi memberikan hukuman berat, bila per­lu dipecat dulu baru dihukum sesuai kepemilikan senjata dan amunisi yang dimiliki para pelaku.

Hal yang sama juga diungkapkan anggota Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Benhur Watubun. Politisi PDI-P ini mengatakn, oknum-oknum anggota Polresta Ambon dan 733/Masariku ditangkap dan ditahan oleh  institusinya lantaran diduga menjual senpi dan amunisi ke KKB di Provinsi Papua dianggap menci­derai institusi.

“Ini mengindikasikan ada jaringan terselubung yang ikut bermain dalam institusi kepolisian dan TNI. Olehnya patut diwaspadai,” kata Watubun.

Ia berharap, TNI dan Polri segera mem­proses keterlibatan anggotanya karena telah berhianat kepada ne­gara.

“Setiap penghianatan itu kiranya segera diproses dan mendapat hu­kuman yang berat. Kami berharap masalah ini mesti diusut hingga ke akarnya. Saya masih menaruh harap­an besar kepada internal Polri dalam mengusut keterlibatan oknum ang­gotanya,” pungkas Watubun.

Hukuman Mati

Para tersangka yang terlibat ter­ancam hukuman mati hingga sanksi pemecatan dari institusi baik TNI maupun Polri.

Mereka dijerat UU Darurat seba­gai­mana diatur dalam pasal 1 UU Nomor 12 Tahun 1951 dengan an­caman manimal 20 tahun penjara dan maksimal hukuman mati. Selain itu juga kepada tersangka yang berasal dari institusi Polri dan TNI selain hukuman tersebut diatas juga dike­nakan sanksi tegas berupa peme­catan.

Dalam keterangannya kepada pers di Ambon Selasa (23/2), Kapolresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, Kom­bes Pol Leo Surya Nugraha Si­ma­tupang tidak sendiri, tapi di­dampingi Danpomdam XVI Patti­mura,  Kolonel CPM Johny Paul Jo­ha­nes Pelupessy, Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol Roem Ohoirat, Dirreskrimum Polda Malu­ku, Kombes Pol Sih Harno dan Kabid Propam Polda Maluku, Kombes Pol. Mohamad Syaripudin.

Sebanyak Tujuh tersangka sudah ditahan, empat warga sipil dua dari institusi Polri dan satu tersangka lainnya dari TNI-AD. Sedangkan satu anggota TNI yang diduga TNI-AU sampai sekarang belum dite­tapkan tersangka dan ditahan kare­na peran yang bersangkutan masih didalami.

Mereka yang ditahan yakni SAP dan MRA merupakan oknum ang­gota Polri yang bertugas di wilayah hukum Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease. Tersangka lain­nya MS oknum TNI dari satuan Yonif 733 Masiriku serta SN, RM, HM dan AT yang merupakan warga sipil.

“Jadi mekanisme penjualan senpi dan amunisi ilegal yang kemudian sampai ke tangan KKB itu benar ber­asal dari anggota Polri,” ujar Sima­tupang.

Dikatakan, untuk senjata rakitan laras panjang jenis SS1 dijual oleh oknum anggota polri berinisial SAP alias S, sementara senjata api jenis revolver dijual oleh oknum anggota polisi berinisial MRA yang sebe­lumnya juga mengaku pernah mela­ku­kan transaksi jual beli senpi.

“Setelah dilakukan penyelidikan, kepemilikan senjata rakitan jenis SS1, diketahui diperoleh dari salah satu oknum anggota Polri inisial SAP alias S dimana senjata dijual kepada saudara J yang ditangkap oleh Pol­res Bintuni. Sedangkan senjata revolver  bisa dimiliki J juga berasal da­ri angota Polri MRA. Senjata ini didapat dari sesorangan yang masih dikembangkan, kemudian diserah­kan lagi kepada sipil atas nama SN dan dijual kembali ke J. Untuk MRA ini kali kedua dirinya melakukan transaksi sebelum akhirnya ditang­kap,” beber Simatupang.

Belum diketahui secara pasti asal muasal senjata rakitan yang diper­jualbelikan tersebut, namun dari penyelidikan motif penjualan senpi yaitu hunya memperoleh keuntu­ngan. Simatupang juga mengung­kapkan total enam tersangka yang sudah diamankan belum keselu­ruhan, masih terdapat pelaku lain yang hingga kini masih dalam pengembangan dan pengejaran.

“Asalnya senjata rakitan masih kita telusuri namun motifnya untuk men­dapat keuntungan. Jadi senjata dibeli dari warga dengan harga Rp 6 juta dan dijual lagi seharga Rp 20 juta. Kalau untuk tersangka sendiri seba­gian besar sudah tertangkap, namun masih ada yang belum. Untuk itu karena TKPnya ada di wilayah hukum Polresta Ambon dan Pulau-pulau Lease, maka kita akan terus telusuri dan ditindak lanjuti,” janji Simatupang.

Kabid Propam Polda Maluku , Kom­bes M Syaripudin menegaskan, tak hanya hukuman pidana, oknum anggota Polri yang terlibat juga akan diberi sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat alias pecat.

“Aturan jelas apabila seseorang anggota Polri melakukan tindak pidana, dan dihukum minimal empat tahun penjara, maka dia akan diberi tambahan sanksi berupa pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat,” tegas Syaripudin.

Panglima Perintah Pecat

Komandan Pomdam XVI Pattimura, Kolonel CPM Jhony Paul Johannes Pe­lupessy mengatakan, perintah Pang­lima TNI, Marsekal Hadi Tjah­janto jika terbukti oknum anggota Yonif 733 Masariku Kodam XVI Pa­ttimura berinisial Praka MS terlibat, yang bersangkutan ter­ancam dipe­cat.

“Dari hasil pemeriksaan penjualan amunisi ini, Praka MS tidak ber­hubungan langsung dengan KKB, tapi yang bersangkutan berhu­bungan dengan seseorang ber­inisial D yang niatnya amunisi tersebut digunakan untuk berburu. Praka MS tidak tahu akan dibawa ke KKB,” pungkas Pelupessy.

Meski demikian, Pelupessy meng­aku, kasus yang menyeret Praka MS, oknum anggota TNI dari Kodam XVI Pattimura  itu masih terus didalami. Praka MS diketahui terlibat dalam penjualan 600 butir peluru kepada J, tersangka penjualan senpi dan amunisi yang diamankan oleh Polres Bintuni Polda Papua Barat beberapa waktu lalu. (S-32)