AMBON, Siwalimanews – Pemerintah Provinsi Maluku maupun kabu­pa­ten/kota diminta me­ngatasi masalah peng­angguran yang masih tinggi di Maluku.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, jumlah pengangguran di Maluku se­ba­nyak 59.589 orang pada Agustus 2021. Jumlah ini setara de­ngan 4,6% dari total penduduk usia kerja di provinsi tersebut yang sebanyak 1.308.543 orang.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, jumlah pengang­gu­ran di Maluku sebanyak 59.589 orang pada Agustus 2021. Jumlah ini setara de­ngan 4,6% dari total pendu­duk usia kerja di provinsi ter­sebut yang sebanyak 1.308. 543 orang.

Jumlahnya juga setara dengan 6,93% dari total angkatan kerja di Maluku yang mencapai 860.344 orang. Dengan demikian, tingkat pe­ngangguran terbuka (TPT) di Ma­luku masih berada di atas rata-rata naisonal yang sebesar 6,49%.

Jika dibandingkan pada Februari 2021 yang sebesar 6,73%, maka TPT Maluku pada Agustus 2021 meningkat 2,9 poin. Kendati, TPT Maluku pada Agustus 2021 ini masih lebih rendah 8.5 poin dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,57%.

Baca Juga: Mercy: Satu Tetes BBM Nafas Hidup Orang Maluku

Menurut BPS, kondisi tersebut terjadi lantaran tenaga kerja Maluku masih terdampak oleh pandemi virus corona Covid-19. Tercatat, jumlah tenaga kerja yang terdampak pandemi sebanyak 127.678 orang pada Agustus 2021, turun 35,03% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Dari jumlah itu, sebanyak 112.002 orang terkena pengurangan jam kerja. Sebanyak 7.492 orang menganggur akibat pandemi Covid-19.

Kemudian, ada 6.530 orang yang sementara tidak bekerja karena pagebluk. Sedangkan, 1.654 orang merupakan bukan angkatan kerja (BAK) karena pandemi Covid-19.

Menanggapi hal ini, akademisi Unidar, Rauf Pelu meminta, peme­-rintah jangan diam, tetapi harus berupaya mengatasi masalah ma­sih tingginya angka penang­gu­ran. Yang perlu diatasi secepatnya dengan menyedikan lapangan kerja.

Kata Rauf, dirinya memantau karena tingkat pengangguran yang masih tinggi itu mengakibatkan banyak anak-anak Maluku yang produktif mencari lapangan kerja di luar daerah Maluku.

“Saya pantau terjadi eksodus ada ke Malut, Papua, papua Barat dll, karena untuk beberapa tahun ini di Provinsi Maluku tidak ada pekerjaan. Diluar itu pengangguran intelektual juga tinggi, karena banyak universitas di Maluku yang cetak lulusan sarjana ada yang satu tahun dua kali,” kata Rauf saat menghubungi Siwalima melalui telepon selulernya, pekan kemarin.

Ia meminta, masalah ini harus segera atasi oleh Pemprov maupun pemerintah daerah pada 11 kabu­paten/kota, termasuk membangun sinergitas pada program-ppogram yang sifatnya lebih pada pember­dayaan masyarakat, tetapi pelati­han-pelatihan yang bisa membuka lapa­ngan kerja baru pada para peng­angguran intelektual.

“Pemprov maupun 9 kabupaten dan 2 kota harus segera mengatasi hal ini, harus saling sinergi lalu ada program yang dikhususnya untuk meningkatkan keahlian atau pela­tihan-pelatihan diperbanyak supaya bisa membuka lapangan kerja baru atau menciptakan lapangan kerja, karena pengangguran intelektual ini lebih banyak,” katanya. (S-05)