AMBON, Siwalimanews – Sudah tiga tahun lebih sejak 2019 lalu, kasus dugaan ko­rupsi penyalahgunaan angga­ran dana MTQ Provinsi Maluku ke-27 tahun 2017 di Kabupaten Buru Selatan mangkrak di Ke­jaksaan Negeri Buru.

Aneh, Kasus yang merugian ne­gara Rp9 miliar sudah dite­tapkan tersangka tetapi hingga kini, kasusnya jalan di tempat dan tak kunjung masuk ke pe­ngadilan. Bahkan belum ada kepastian hukum dari sejumlah tersangka yang sudah dite­tapkan lembaga kejaksaan ini.

Menanggapi hal ini, Praktisi hukum Nelson Sianresy mengata­kan, Kejaksaan Negeri Buru mesti­nya terbuka kepada publik terkait dengan sejauhmana progres pemeriksaan kasus korupsi MTQ ke 27 Provinsi Maluku di Kabupaten Buru Selatan yang hingga saat ini belum tuntas.

“Ini kan kasus korupsi mestinya Kejaksaan Negeri Buru transparan kepada publik sejauhmana pro­ses­nya,” ungkap Sianresy.saat di­wawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (7/7).

Dijelaskan, dalam proses pene­gakan hukum kepastian hukum harus dapat diberikan oleh aparat penegak hukum, sebab jika tidak mendatangkan kerugian bagi para tersangka yang nasibnya terka­tung-katung akibat dari tidak transparansinya proses hukum.

Baca Juga: Hakim Vonis Pembunuh Anglin Sinay 12 Tahun Bui

Apalagi, pengusutan kasus dugaan korupsi dana MTQ Buru Selatan ini telah dilakukan sejak be­berapa tahun lalu, sehingga mun­cul pertanyaan dari masya­rakat terkait dengan lambannya penanganan kasus oleh Kejaksa­an Negeri Buru.

Olehnya Sianresy meminta kepada Kejaksaan Negeri Buru un­tuk dapat memberikan kepas­tian hukum terkait kasus MTQ agar tidak menjadi bola liar ditengah-tengah masyarakat dan menim­bulkan ketidakpercayaan dari masyarakat.

Berikan Kepastian

Terpisah praktisi hukum Paris Laturake juga meminta Kejaksaan Negeri Buru untuk dapat memberi­kan kepastian hukum dalam kasus korupsi dana MTQ tahun 2017.

Menurutnya, Kejaksaan Negeri Buru harus dapat terbuka dan transparan kepada publik terkait dengan kendala-kendala yang dihadapi sehingga membuat kasus berjalan dengan sangat lambat.

“Kejaksaan seharusnya terbuka sejak awal dengan memberikan informasi kendala apa saja yang dialami sampai kasus ini tidak berjalan,” tegasnya.

Diakuinya, Kejaksaan Negeri pasti memiliki SOP dalam meng­ungkapkan sebuah kasus tetapi kepastian hukum perlu juga dila­kukan agar tidak menjadi preseden buruk dalam dunia penegakan hukum di Buru Selatan.

Kajari Mutasi

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri Buru Muhtadi dimutasi. Dia dipromosi­kan sebagai  Jaksa Ahli Madya pada Jaksa Agung Muda Bidang Pem­binaan Kejaksaan Agung.  Ia akan mengemban tugas sebagai Ata­se Hukum Kedutaan Besar Re­publik Indonesia (KBRI) untuk Arab Saudi berkedudukan di Riyadh.

Penganti Muhtadi M Hasan Pakaja yang saat ini Koordinator pada Kejati Gorontalo. Kepergian Muhtadi meninggalkan pekerjaan rumah kasus Tindak Pidana Ko­rupsi (TPK) Dana MTQ Tingkat Provinsi Maluku ke-27 di Namrole, Kabupaten Buru Selatan yang merugikan negara Rp.9 miliar lebih

Kasus MTQ telah ditangani dari tahun 2019 lalu secara bergilir oleh tiga Kepala Kejaksaan Negeri Buru dan terakhir oleh Muhtadi di tahun 2021 lalu, namun kasus dugaan TPK mark up dana MTQ  hingga kini belum tuntas alias mandek.

Walau telah ditetapkan tiga orang tersangka, kasus ini masih jalan tempat  dan belum mampu ditingkatkan ke penuntutan, karena jaksa masih terus berkutat dengan saksi – saksi baru serta masih me­nunggu hasil akhir perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP Perwakilan Maluku.

Kajari Buru, Muhtadi yang me­ng­khiri masa jabatan, Jumat (25/2) nanti menyampaikan kinerjanya yang telah dilaksanakan pada tahun 2021 lalu dan awal tahun 2022 ini ser­ta dugaan TPK apa saja yang men­jadi PR yang belum tersele­saikan. “PR yang masih tertunda, tung­gakan perkara dari tahun 2019 yaitu dugaan TPK mark up Dana MTQ tahun 2017,” jelas Muhtadi ke­pada wartawan, Rabu (23/2) siang.

Dijelaskan, untuk kasus TPK dana MTQ  ini terakhir tanggal 12 Februari  jaksa melakukan peme­riksaan terhadap salah satu saksi yang ada di Jakarta, berinisial HSO.

Saksi ini merupakan suplayer vendor dari kegiatan MTQ Provinsi Maluku ke-27 tahun 2017 yang dilaksanakan di Namrole, Kabu­paten Buru Selatan.

Kata Muhtadi, HSO sudah banyak terlibat dalam kegiatan MTQ pada be­berapa kota di Maluku, dia digan­deng oleh tiga tersangka penyalah­gunaan dana MTQ untuk menjadi bagian dalam kegiatan di Bursel.

“Saksi diperiksa guna meleng­kapi hasil penyidikan karena kita ingin optimal,”tegas Muhtadi.

Yang masih  kurang, lanjut Muhtadi,  adalah ahli dari LKPP di­mana pihaknya sudah menyurati dan berkoordinasi dengan LKPP. diharapkan minggu depan ini bisa dilakukan penunjukan oleh LKPP siapa ahlinya. “Setelah dilakukan perhitungan kerugian negara oleh BPKP,” ujarnya.

Selanjutnya, kasus dugaan tindak pidana korupsi Pemahalan Lampu Jalan Tenaga Surya yang menggunakan Dana Desa tahun anggaran 2018 dan 2019.

Muhtadi mengakui, kasus  yang baru diselidiki di tahun 2021 lalu itu kini statusnya sudah naik dari penyelidikan ke penyidikan.

“Lampu Jalan Tenaga Surya ini dibeli menggunakan dana desa dan diserahkan ke desa-desa pada tahun 2018 dan tahun 2019,” tuturnya.

Ada tiga vendor pengadaan lampu jalan yang didistribusikan ke desa-desa ini. CV Tujuh Wally, dan PT Papua Citra Buana dan ada satu vendor lagi. Namun mayoritas pengadaan lampu jalan dimono­poli oleh CV Tujuh Wally dengan harga berbau pemahalan sampai Rp.28 juta per buah/unit. Dari harga Rp.28 juta per unit itu, CV Tujuh Wally mengambil bagian Rp.27,5 juta dan sisa Rp.500 ribu jatah para oknum kepala desa.

Kabar yang beredar luas kalau, CV Tujuh Wally juga memberi service kepada oknum tertentu, ter­masuk diberikan kepada kerabat dari pejabat di Kabupaten Buru.

“Ini yang kita naikan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan, karena ada dugaan mark up harga lampu jalan tenaga Surya,” tandas Muhtadi.

Kejaksaan kini sedang berkoor­dinasi dengan Inspektorat Kabu­paten Buru untuk menghitung harga wajar dari lampu jalan tenaga surya itu.

Karena itu belum bisa dihitung berapa besar nilai kerugian ne­gara. Harga wajar sesuai estimasi termasuk angkutan, tiang lampu, hingga terpasang hanya sekitar Rp.17 juta, sehingga ada terjadi pemahalan.

PR selanjutnya, TPK proyek tam­batan perahu oleh Dinas Perhu­bungan Kabupaten Bursel. “Seyog­yanya kami ekspos di minggu lalu, tapi akan saya upayakan hari ini. Sehingga sudah bisa ditentukan siapa tersangkanya,”ujarnya.

Namun karena ada pergantian maka Muhtadi akan serahkan kebijakan pengambilan keputusan ini kepada pejabat yang baru, M Hasan Pokaja.

Proses perhitungan kerugian ne­gara dalam kasus proyek tam­batan perahu ini  sedang dilak­sanakan oleh BPKP Perwakilan Maluku.

Sedangkan untuk kasus TPK DD Desa Skikilale, Kecamatan Waplau tahun 2019 tinggal pemberkasan kemudian lanjut ke persidangan. Hasil audit dari ahli sudah ada  dengan kerugian negara mencapai Rp.700 juta lebih. “Bila ada yang masih menjadi PR, maka ada juga kasus TPK yang ditangani Kejak­saan Negeri Buru tahun 2021 lalu  sudah sampai di persidangan Penga­dilan Tipikor Ambon.

Yaitu kasus proyek timbunan fiktif di RSU Namrole dengan tiga orang terdakwa . Kita tuntut empat tahun penjara,”sambung Muhtadi.

Selanjutnya kasus TPK penga­da­an baju dinas dengan terdakwa, AG, Kepala Satpol PP Bursel juga telah sampai di PN Tipikor Ambon di­ren­ca­­nakan Rabu depan akan ada si­dang pembacaan tuntutan oleh jak­sa. “Kita sudah siapkan tuntutan dan tinggal dibacakan di persida­ngan nanti,”sambung Muhtadi. (S-15)