AMBON, Siwalimanews – Tiga Kabupaten di Provinsi Maluku yang berada di wilayah terdepan, terluar dan tertinggal (3T), masuk dalam wilayah rawan pangan dengan kategori berat. Ketiganya yakni, Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kapubaten Maluku Tenggara.

Sementara Kabupaten Maluku Barat Daya, masuk dalam wilayah rawan pangan dengan kategori se­dang, bersama dengan 32 kabupaten dan kota lain di Indonesia.

Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nasional (BPN), Nita Yulianis memaparkan, faktor utama wilayah kerentanan pangan adalah, produksi pangan wilayah lebih kecil dibandingkan kebutuhan, sehingga terjadi defisit.

Persentase penduduk miskin makin tinggi, prevelensi balita stunting tinggi dan akses air bersih terbatas. Sedangkan sebaran wilayah rentan rawan pangan, yakni wilayah Indonesia timur, wilayah jauh dari ibu kota provinsi/daerah perbatasan dan wilayah kepulauan.

“Wilayah rentan rawan pangan juga tersebar di wilayah 3 T,” ungkap Nita dalam Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting melalui Penguatan Ketahanan Pangan di Kawasan Perbatasan di Hotel Millenium, Selasa (26/7) kemarin.

Baca Juga: Cuaca Ekstrim, Air Sakula Meluap Akses ke Hatu Tertutup

Nita juga menjelaskan, dalam Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) 2021, di daerah perba­tasan terdapat 15 kabupaten/kota berstatus rentan aspek ketersediaan pangan. Hal ini disebabkan, karena penurunan luas tanam dan pening­katan luas puso. Sedangkan 5 kabu­paten/kota berstatus rentan peman­faatan pangan, yaitu tingginya balita dengan indikasi berat badan kurang dan sangat kurang.

Dukungan program dan kegiatan ketahanan pangan di daerah per­batasan, berupa penguatan keter­sediaan dan stabilitas pangan yakni, pengendalian stabilitas pasokan dan harga, pengembangan sistem logistik pangan dan pengelolaan cadangan pangan pemerintah.

“Sedangkan dukungan penanga­nan kerawanan pangan dan gizi adalah, pencegahan dan pengen­tasan daerah rentan rawan pangan, mitigasi dan penanganan ke­siapsiagaan krisis pangan. Selain itu pencegahan dan kesiapsiagaan kerawanan pangan dan gizi ter­masuk antisipasi stunting dan bantuan pangan untuk masyarakat berpendapatan rendah dan rawan gizi,” papar Nita.

Dukungan penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan di kawasan perbatasan, lanjut Nita antara lain, pengembangan pe­nganekaragaman pangan, promosi dan sosialisasi perubahan prilaku dan konsumsi. Selain itu, pengem­bangan standar dan pengawasan keamanan pangan.

Berikut 22 Wilayah Rawan Pangan dengan Kategori Berat yakni, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Karimun, Kabupaten Bintan, Kabupaten Kepulauan Anambas, Kabupaten Natuna, Kabupaten Mahakam Hulu, Kabu­paten Sabu Raijua Kabupaten Kepulauan Sangihe Talaud,  Kabu­paten Supiori,  Kabupaten Kepu­lauan Sitaro, Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang saat ini berganti nama menjadi Kabupaten Kepulauan Tanimbaar, Kapubaten Maluku Tenggara, Kapupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Mimika, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Asmat, Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabu­paten Sarmi serta Kabupaten Biak Numfor.

Sementara untuk wilayah rawan pangan dengan kategori Sedang terdapat 33 kabupaten dan kota yakni, Kabupaten Aceh Besar, Kota Sabang, Kota Langsa, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Roka Hilir, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kota Batam, Kabupaten Sambas, Kabu­paten Bengkayang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten sintang, Kabu­paten kapuas Hulu, Kabupaten Berau, Kabupaten Malinau, Ka­bupaten Nunukan, Kabupaten Belu, Kabupaten Alor, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Malaka, Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Minahasa Utara,  Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten ToliToli, Kabupaten Maluku Barat Daya, Kabupaten Pulau Morotai, Kabupaten Merauke, Kabupaten Keerom dan kabupaten Jayapura. (S-06)