AMBON, Siwalimanews – Tim penyidik Polres Maluku Tengah dide­sak untuk tidak saja mene­tapkan Camat Amahai dan Raja Haruru seba­gai tersangka dalam ka­sus pemalsuan doku­men, tetapi jerat juga tersang­ka lain.

“Rasanya kasus ini masih dan harus ber­bu­ntut panjang, sebab ada beberapa hal me­narik yang mesti diteli­sik lebih jauh,” ujar Ketua Pukat Seram, Fahry Asyathry kepa­da Siwalima di Masohi, Senin (11/7).

Menurutnya, penyidik Pol­res Malteng telah mene­tapkan Camat Amahai dan Raja Ha­ruru sebagai tersangka. Meski demikian, disinyalir ada aktor lain yang turut berperan dibalik kasus tersebut.

Untuk itu, penyidik Satreskrim Polres Malteng diharapkan tidak meloloskan pihak lain yang diduga turut serta berperan dalam kasus ini.

Dikatakan, syarat pencalonan dan pengangkatan seseorang menjadi raja atau kepala pemerintah negeri berdasarkan Perda Malteng Nomor 3 tahun 2006 pasal 15 ayat 2, seti­daknya mensyaratkan 12 point. Salah satu diantaranya adalah, wajib memasukan foto copy ijazah SD, SMP dan atau sampai dengan pendidikan terakhir.

Baca Juga: Bupati Noach: Pemerintah Butuh Orang Cerdas

“Bila seseorang bakal calon raja atau KPN tidak memilik ijazah SD karena hilang, maka yang bersang­kutan harus memasukan dokumen lain yg nilainya setara dengan ijazah, misalnya surat keterangan lulus SMP atau SD sebagai syarat pendidikan minimal bagi seorang calon raja. Berkas pencalonan ini dimasukan ke panitia penanggung jawab pemilihan melalui panitia pengawas,” tuturnya.

Pada poin ini kata Fahry, panitia pe­nanggung jawab pemilihan sesuai ama­nat perda adalah, pihak yang juga turut bertanggung jawab atas kasus ini.

Panitia sesuai amanat perda ada­lah asisten pemerintah, sekda, Ka­bag Pemerintahan, Kepala Kesbang­linmas, Kadis Koperasi dan Pember­dayaan Masyarakat serta Kabag Hukum Setda sebagai anggota dan dua staf pemerintah lainnya.

Panitia jelas memiliki andil yang sangat besar dalam hal melakukan screening dalam upaya menghasil­kan seorang kepala pemerintahan negeri yang layak.

“Tugas panitia penanggung jawab antara lain melakukan screening terhadap calon raja, memberi saran pertimbangan kepada bupati tentang persetujuan dan penetapan calon yang berhak dipilih, serta mengawasi jalannya proses pemi­lihan raja atau kepala pemerintah negeri,” katanya.

Fakta tersebut, menimbulkan sejumlah pertanyaan, salah satunya adalah, dokumen yang didaftarkan Raja Haruru ke panitia pemilihan saat mendaftar hingga bisa lolos pada tahap screening oleh panitia pe­nanggungjawab pemilihan, apakah dokumen ijazah palsu atau surat keterangan lulus dari sekolah atau dokumen lain, yang kemudian dpat dibuktikan adalah palsu oleh penyidik. Sehingga kemudian oleh penyidik camat dan Raja Haruru ditersangkakan.

Pertanyaan berikutnya adalah, bila surat keterangan lulus dari sekolah sejak awal sudah tidak diakui dan tidak mau ditandatangani oleh kepsek, apakah tanda tangan kepsek dipal­sukan? Bila dipalsukan, lantas siapa yang buat? Atau apakah ada dibuat surat keterangan lulus lain yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Malteng, sehingga dokumen itu yang dipakai oleh Raja Haruru untuk melengkapi berkas administrasi.

“Mengingat informasi yang ber­edar beberapa sumber terpercaya bahwa Camat Amahai sebelumnya membawa berkas keterangan lulus kepada Kadis Pendidikan lantas setelah diralat isinya Kadis Pen­didikan Askam Tuasikallah yang kemudian menandatangani surat keterangan kelulusan untuk Raja Haruru, sehingga dengan dokumen itulah ia mendaftarkan diri sebagai calon Raja Haruru,” bebernya

Analisis ini kata dia, harus diung­kap seterang terangnya oleh pe­nyidik, sebab, bagaimana bisa panitia penanggungjawab pemilihan meloloskan berkas administrasi sang raja, bukankah mereka yang mela­kukan screening dan merekalah yang memberi pertimbangan teknis hukum dan pemerintahan kepada bupati untuk melantik Raja Haruru.

“Ini yang harus dibongkar tuntas oleh penyidik Polres, mengingat kasus ini kini menjadi perhatian publik, bahkan publik Malteng memberi du­kungan penuh, sekali­gus berharap kasus ini bisa me­nyentuh semua pihak yang terlibat didalamnya, baik yang memberi arahan, yang membuat kon­sep surat, sampai yang menandata­nga­ni suratnya harus diproses secara transparan,” pintanya. (S-17)