AMBON, Siwalimanews – Setelah diserbu ge­lombang demonstrasi dari berbagai kala­ngan, Sekda Maluku Kasrul Selang akhir­nya mengakui kesala­hannya berjoget di DPRD Maluku saat perayaan HUT Provinsi Maluku ke-75 pada 19 Agustus lalu.

Kasrul menegaskan, dirinya yang bertanggung jawab atas kejadian itu.

“Kejadian di DPRD tersebut saya adalah orang yang paling ber­tanggung jawab sehingga jangan salahkan orang lain, saya yang sa­lah,” tegas Kasrul, ketika menemui perwakilan pendemo dari Ikatan Kerukunan Keluarga Tehoru Telu­tih (IKKATT), Selasa (1/9) di depan Kantor Gubernur Maluku.

Sebelum ditemui Kasrul, sekitar 60 orang yang mengatas namakan  IKKATT melakukan aksi demo di pintu samping masuk kantor gubernur, Jalan Raya Pattimura se­kitar pukul 11.25 WIT.

Mereka membawa sejumlah spanduk bertuliskan diantaranya, Copot Sekda Maluku dari Ketua Harian Gustu Covid Maluku, Copot Kadis Kesehatan Provinsi Maluku dari jabatannya, copot Plt Direktur RSUD dr Haulussy, Polri jemput paksa Jomima Orno dan ditetakan sebagai tersangka dan usut Plt Direktur RSUD soal pelayanan kesehatan sampai almarhum Hasan Keiya meninggal dunia.

Baca Juga: Tuhumury: Pencairan Dana Gempa Sesuai Juklak

Mereka datang dengan mobil pick up lengkap dengan sound system.

Ada tujuh tuntutan yang disam­pai­kan oleh pendemo dibawah pim­pinan koordinator lapangan Umar Ismail Kelian, yakni pertama mendukung dan mendorong pihak kepolisian untuk tetap konsisten dalam penegakan hukum dan kepastian hukum terhadap pihak-pihak yang melanggar UU Keka­ran­tinaan, tegak lurus penanga­nan, pelaksanaan hukum secara profesional, proporsional, transpa­ran dan bertanggungjawab untuk memenuhi rasa keadilan.

Kedua, meminta pihak kepoli­sian segera proses hukum Guber­nur Maluku, Sekda Maluku dan anggota DPRD Maluku dalam aksi berjoget dan bernyanyi pada 19 Agustus 2020, tanpa mengindah­kan protokol Covid-19 dan me­langgar UU Kekarantinaan kese­hatan. Ketiga, kepolisian harus menghindari standar ganda dan jangan menggunakan penerapan aturan hukum yang tebang pilih dalam hal penanganan dan pemu­tusan mata rantai  Covid-19. Artinya jangan tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Keempat, pemberian sanksi hu­kum yang sama sesuai UU Keka­rantinan Kesehatan dan prosedur tetap Covid-19, atas unsur kela­laian dan inkonsistensi pejabat publik baik eksekutif dan legislatif yang ikut terlibat dalam berjoget ria dalam Perayaan HUT Provinsi Ma­luku di gedung DPRD Maluku, Karang panjang Ambon yang nyata-nyata dan jelas melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan dan protap penanganan Covid-19.

Kelima, meminta dengan tegas kepada pihak kepolisian untuk menjemput secara paksa Jomima Orno dan ditetapkan sebagai ter­sangka dengan dugaan pencema­ran nama baik atas istri dari almar­hum Hasan Keiya. Keenam, kom­po­nen masyarakat Seram Nusa Ina dan Pengurus Besar IKKAT Maluku akan ikut dan turut serta mengawal dan mengikuti penyeli­dikan, penyidikan, sampai pada penuntutan dan pemeriksaan di persidangan.

Ketujuh, meminta pihak kepoli­sian dan kejaksaan agar membe­baskan ke-13 tahanan tanpa syarat terkait kasus dugaan pengambilan jenazah pasien Covid 19 di depan Rumah Makan Arema, Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau.

Mereka bergantian melakukan orasi di atas mobil pick up.  Mereka mendesak agar Sekda Maluku diberikan sanksi tegas atas aksi jogetnya bersama dengan ang­gota DPRD Maluku.

“Kenapa masyarakat diberikan sanksi ketika melanggar protokol kesehatan, sementara pejabat tidak,” ujar Umar Kelian.

Sekitar pukul 15.10 WIT, massa kemudian melakukan aksi bakar ban di depan pintu, karena belum satupun pejabat yang keluar menemui mereka. Bahkan mereka berupaya menerobos masuk de­ngan menggoyang pintu pagar yang ditutup dan dijaga puluhan anggota Satpol PP.

Disulut emosi, pendemo kemu­dian berupaya memblokade Jalan Pattimura. Sempat terjadi kemace­tan lalu lintas, namun tak berlang­sung lama. karena dihentikan oleh aparat kepolisian.

Barulah sekitar pukul 17.35 WIT, perwakilan pendemo berjumlah 10 orang diizinkan masuk ke lokasi parkiran VIP untuk bertemu sekda.  Per­nyataan sikap dan tuntutan ke­mudian dibacakan oleh di hadapan sekda dan Kepala Kesbangpol, Habiba Saimima.

Usai mendengar pernyataan sikap, Sekda Kasrul Selang meng­akui kesalahannya melakukan aksi joget di kantor DPRD Maluku.

“Untuk joget-joget beta yang salah, karena beta yang menyanyi. Seng boleh kasih salah orang lain, kasih salah beta,” ujar Kasrul.

Sementara terkait dengan tun­tutan agar 13 tersangka perampa­san jenazah almarhum Hasan Kei­ya, Kasrul tidak bisa memberikan jaminan.

“Mudah mudahan sehari dua hari ini ada solusi buat basudara sa­mua. Katong sangat simpatik de­­ngan keluarga almarhum HK sehingga ini menjadi pembe­lajaran buat kami,” ujarnya.

Kasrul menegaskan, jika ada masalah dalam penangan Covid-19 di Maluku dirinya yang paling bertanggung jawab. “Kalau ada yang salah itu berarti seorang Kasrul Selang, bukan orang lain yang salah, tapi saya,” tandasnya.

Usai mendengar pernyataan  Kasrul, para pendemo membubar­kan diri dan dikawal ketat aparat kepolisian dan Satpol PP.

Demo di DPRD Maluku

Demo juga dilakukan puluhan pemuda yang tergabung dalam aktivis Revolusi Beta Kudeta (RAB) di Gedung DPRD Maluku, Karang Panjang Ambon, Selasa (1/9).

Aksi ini merupakan rangkaian menuntut keadilan atas tindakan berjoget ria ditengah pandemi Covid-19 yang dilakukan Sekda Ma­luku, Kasrul Selang dengan sejumlah pejabat serta anggota DPRD Provinsi Maluku pada HUT Provinsi ke-75 lalu.

Demonstran tiba di gedung DPRD sekitar pukul 10.40 WIT, yang  dipimpin koordinator lapa­ngan Muhammad Umar Rumake­fing, dengan membawa keranda jenazah bertuliskan “RIP DPRD Provinsi Maluku”.

Keranda yang dibawa sebagai bentuk protes terhadap anggota DPRD yang melakukan tindakan tidak terpuji di Baileo Rakyat.

Dalam orasi, mereka meminta Gubernur Maluku memecat Sekda, meminta DPRD Maluku untuk membebaskan 13 tersangka pere­butan paksa jenazah Covid-19 dan meminta pimpinan partai politik melakukan PAW terhadap anggota DPRD yang terlibat aksi berjoget ria.

“Para pimpinan ini harus men­jadi contoh kepada masyarakat bukan malah melanggar. Yang terjadi saat ini 13 orang dipenjara dan tidak ada 1 anggota DPRD pun yang mendampingi mereka. Di­mana tupoksi kalian untuk mengawal aspirasi rakyat ketika rakyat dizolimi,” teriak Rumakefing.

Setelah beberapa menit ber­orasi, mereka ditemui Ketua DPRD Lucky Wattimury didampingi Wakil Ketua Melkias Saerdekut serta anggota Saoda Tethol, Hatta Hehanusa dan Hengky Pelata.

Dalam pernyataannya, Lucky Wattimury meminta maaf secara ter­buka kepada masyarakat Ma­luku atas aksi joget tersebut.

Menurutnya, yang terjadi bukan disengaja melainkan spontanitas. Ia bahkan siap bertanggung jawab jika ada masyarakat yang menem­puh jalur hukum atas aksi tersebut.

“Prinsipnya aspirasi kita tam­pung, namun jika ada konsekuensi hukumnya, saya selaku pimpinan siap bertanggung jawab, karena apa yang terjadi dilakukan secara spontanitas dan saya selaku pim­pinan sudah minta maaf secara ter­buka kepada masyarakat,” tandasnya.

Sementara menyangkut 13 ter­sangka perampasan jenazah yang ditahan, Wattimury mengaku su­dah melakukan koordinasi dengan gubernur dan kapolda, namun pi­haknya tidak dapat mengintervensi penanganan kasus itu.

“Kami sudah perjuangkan aspi­rasi masyarakat dengan sampai­kan ke gubernur dan kapolda, setelah ini kami akan kembali bi­cara dengan Kapolda dan mudah-mudahan ada pertimbangan. Inti­nya kami tidak intervensi hukum, tugas kami menyampaikan aspi­rasi rakyat,” jelasnya.

Mendengar penjelasan Watti­mury, para pendemo membubar­kan diri.

Sebelumnya aksi demo juga dila­kukan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia dan Komunitas Revo­lusi Beta Kudeta. Mereka menge­cam aksi joget di Kantor DPRD Ma­luku dan menuntut sekda dan gu­bernur meminta maaf. (S-39/Cr-2)