Tanaya Tolak Kembalikan Uang ke Jaksa
AMBON, Siwalimanews – Merasa punya hak milik atas lahan yang diatasnya berdiri proyek PLTMG di Desa Jiku Besar Kota Namlea Kabupaten Buru, Fery Tanaya (FT) menolak mengembalikan uang ke pihak Kejati Maluku.
Lahan yang sudah dikuasai sejak dibeli tahun 1985 itu untuk kepentingan pembangunan proyek PLTGM, PLN Maluku dan Malut memohon kepada FT agar dibebaskan karena akan dibangun proyek tersebut.
Namun anehnya, FT dituding korupsi pembelian lahan tersebut dengan nilai kerugian Rp 6.080.687.500. “Orang punya tanah, berhak menerima ganti rugi dari PLN kok dituduh korupsi. Yang punya uang siapa, lalu yang punya tanah siapa. Lalu kalau jaksa beralasan ada unsur korupsi, kok pemilik tanah sendiri yang dituduh atau yang dijadikan tersangka. kan aneh,” ujar Hendrik Lusikooy penasehat hukum FT dalam rilisnya kepada Siwalima Minggu (7/2).
Lusikooy mengungkapkan, kliennya tidak akan mengembalikan uang ke kejaksaan dalam bentuk apapun, karena kliennya tidak bersalah. Lahan yang dibebaskan ke PLN sudah melalui mekanisme yakni harga yang ditetapkan apraisal yakni Rp 125 ribu /m2.
Sementara itu, FT mengatakan bukan masalah nominalnya, tapi dirinya kaget dan heran mendengarkan permintaan Kejati Maluku. “Bukan masalah nominalnya, tapi kaget dan heran aja dengan permintaan pihak Kejati Maluku. Heran karena selama hidup baru sekali ini tersangkut masalah hukum, sehingga tidak mengerti model dan gaya penerapan hukum di negara tercinta ini,” kata FT.
Baca Juga: Waas Minta Polisi Tangkap Kepala BKD Kota AmbonDijelaskan, awalnya begitu mendapat surat panggilan sebagai tersangka korupsi, dirinya berbesar hati, sebab dalam panggilan itu diperiksa tim penyidik sebanyak tujuh orang yang tentunya sangat mengerti hukum .
Ternyata saya sangat kecewa, bayangkan saya diperiksa oleh tim penyidik itu semuanya bertitel SH.-MH. Mereka ini kan ahli hukum. Setelah menjawab beberapa pertanyaan ringan, saya diminta kembalikan uang ganti rugi. Saya mengungkap hal yang benar dan tidak pernah mau berbohong kepada masyarakat Maluku karena orang tua saya memberikan wasiat kalau berbohong kepada orang banyak maka nilaimu lebih rendah dari sampah busuk,” beber FT.
Diungkapkan, lahan kebun kelapa yang dibebaskan kepada PLN diperoleh dengan cara membeli dari keluarga Z. Wacanno secara sah dihadapan PPAT pada 1985 dan dikuasai selama 35 tahun dengan aman sampai hari ini.
“Sebelum saya beli lahan kebun ini, oleh keluarga Wacanno telah menguasai selama 43 tahun ( 1932 – 1985 ) dengan aman. Pembebasan lahan ini atas permohonan pihak PLN kepada orang tua saya secara berulang kali karena awalnya saya menolak dan menganjurkan cari tempat lain. Tapi mendengar penjelasan PLN bahwa hasil explorasi tempat yang cocok hanya lokasi kebun saya dan PLN hanya memohon 4 sampai 5 ha saja,” ungkapnya.
Dijelaskan, lantaran proyek ini untuk kepentingan umum sehingga dengan berat hati FT menyetujui untuk dibebaskan. Harga ganti rugi ditetapkan oleh PLN berdasarkan harga penetapan apraisal yakni Rp 125 ribu /m2 untuk semua lahan yang terkena proyek PLTMG didesa Jiku Besar.
Sebelum terjadi proses pembebasan, pihak PLN telah mengambil dokumen akte jual beli dan lain-lain untuk diperiksa dan diverifikasi bersama BPN Kabupaten Buru. “Yang mengurus surat pengalihan hak adalah PLN sesuai permintaan PLN sendiri. Yang menyerahkan biaya ganti rugi adalah pihak PLN dihadapan Muspika Namlea dalam bentuk transfer,” urai FT.
FT juga menambahkan, dirinya pernah dijemput ikut rapat dengan Bagian Hukum PLN Pusat di Jakarta dengan pokok materi direktur Didik Sudarmaji hendak mau ditetapkan tersangka oleh Kejati Maluku.
“Saat itu saya telah meminta kepada pihak PLN dan bersedia kembalikan uang yang saya terima secara utuh tanpa meminta ganti rugi atas pohon kelapa yang sudah ditebang dan tanah yang saya bebaskan, tapi permintaan saya ditolak dengan alasan ini proyek strategis untuk kepentingan umum. Saya jelaskan nama baik saya dan keluarga, begitu pun Didik Sudarmaji sudah hancur lebur dimata masyarakat oleh fitnahan demi fitnahan yang dilontarkan pihak kejaksaan . Kita dituduh kongkalikong dalam penetapan harga dengan alasan harga tersebut diatas NJOP. Padahal mereka tahu kalau antara saya dan Didik Sudarmaji tidak saling kenal dan harga tersebut ditetapkan oleh Apraisal atas permintaan pihak PLN,” ungkap FT.
Masih kata FT, lahan yang dibebaskan itu telah dikuasai sepenuhnya dengan aman oleh PLN sampai sekarang dan proyek sudah berjalan sejak 2016. Kalau sekarang mangkrak bukan karena masalah ada sengketa atas tanah yang dibebaskan dengan pihak lain tapi karena sengaja dibuat seperti ada ada korupsi dengan tuduhan mark up, tanah itu milik negara, terjadi salah bayar kepada pemilik dan tuduhan lain.
“Saya mendengar arahan Presiden, Joko Widodo kalau korupsi itu mesti ada niat dulu untuk merampok uang negara. Dimana niat saya pak jaksa yang terhormat ? Hari ini pun saya bersedia kembalikan uang kepada PLN dan PLN kembalikan tanah saya. Tapi bukan kembalikan uang ke Kejaksaan Tinggi Maluku,” tandas FT.
Dilanjutkan, dirinya pernah membaca pidato Presiden Jokowi, dimana beliau mengatakan aparat penegak hukum yang mencari-cari kesalahan dalam menangani perkara korupsi sehinga menyebabkan proyek mangkrak harus dilawan bersama karena ini musuh negara.
“Ada apa ini yang bapak Presiden maksudkan. Lahan saya kalau tidak dibujuk berluang kali sama PLN dengan alasan untuk kepentingan umum maka saya tidak akan bebaskan. Sebelum proyek mangkrak, PLN juga meminta saya untuk membebaskan lagi 6 bidang kecil untuk keperluan gardu mini tetapi mohon maaf saya menolak keras. Saya tahu masyarakat Kabupaten Buru dan Bursel sangat memerlukan tambahan listrik untuk tingkatkan kesejahteraan, tapi apa saya harus menjadi korban lagi untuk hal yang sama ? Pulau Buru lumbung ikan tapi dimana listrik untuk pendingin. Industri-industri memohon listrik, termasuk saya tapi ditolak alasan daya tidak cukup. Lalu proyek sudah berjalan baik diobok obok sejak 2016 sampai hari ini. Kita masyarakat hanya bisa berdoa semoga Tuhan mengampuni dosa mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat,” pungkas FT.
Untuk diketahui, Kejati Maluku kembali menetapkan pengusaha FT sebagai tersangka, dalam kasus awal yang disangkakan kepadanya. Tanaya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Maluku dalam kasus dugaan korupsi pembelian lahan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTG) Tahun 2016 di Namlea, Kabupaten Buru.
Tanaya ditetapkan sebagai tersangka pada 27 Januari 2021, setelah dilakukan gelar perkara, Kejati menerbitkan surat penetapan nomor B-212/Q.1/Fd.2/01/2021.
Untuk kedua kalinya, Tanaya ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga korps Adhyaksa itu. Sebelumnya pada bulan Juni 2020 dan pada 31 Agustus 2020 dia ditahan.
Menolak penetapan dan pena-hanan tersebut, Tanaya melalui tim kuasa hukumnya, Hendri Lusikooy dan Herman Koedoeboen mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Ambon pada 10 September 2020 dan hakim mengabulkan permohonan praperadilan tersebut. (S-32)
Tinggalkan Balasan