AMBON, Siwalimanews – Kejaksaan Tinggi Maluku, kembali menetapkan pengusaha Ferry Tanaya sebagai tersangka, dalam kasus awal yang disangkakan kepadanya.

Tanaya ditetapkan se­­bagai ter­sangka oleh Kejati Maluku da­lam kasus du­gaan ko­rupsi pembelian lahan pem­bangunan Pem­bangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTG)  Tahun 2016 di Namlea, Kabu­paten Buru.

Tanaya ditetapkan sebagai tersangka pa­da 27 Januari 2021, setelah dilakukan gelar perkara, Kejati mener­bitkan surat penetapan nomor B-212/Q.1/Fd.2/01/2021.

Untuk kedua kalinya, Tanaya ditetapkan se­ba­gai tersangka oleh lembaga korps Adhy­ak­sa itu. Sebelumnya pada bulan Juni 2020 dan pada tanggal 31 Agustus 2020 dia dita­han.

Menolak penetapan dan penahanan terse­but, Tanaya melalui tim kuasa hukumnya, Hen­dri Lusikooy dan Her­man Koedoeboen me­ngajukan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Ambon pada 10 September 2020.

Baca Juga: Rugikan Negara 238 M, Jaksa Giring Izaac Thenu ke Rutan

Langkah prapera­di­lan Tanaya berhasil, Hakim tunggal Rahmat Selang pada 24 September 2020 membatalkan surat perintah penyidi­kan (Sprindik) Kejati Maluku nomor Print-01/S.1/FD.1/04/2019 ter­tanggal 30 April 2019.

Sehari setelah putu­san tersebut, Kejati Maluku kemudian me­nerbitkan lagi Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru pada 25 September 2020, sekaligus melayangkan Surat Pemberitahuan Penyidikan (SPDP) kepada Tanaya.

Untuk membuktikan tindak pidana korupsi yang dilakukan Tanaya, Kejati Maluku meminta ulang, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku melakukan audit. Audit yang pertama pada 17 Maret 2020 Rp 6 miliar, dan hasil audit kedua dikeluarkan BPKP pada bulan Desember 2020 juga kerugian negara Rp 6 miliar.

Kejati kemudian melakukan gelar perkara dan ekspos setelah memenuhi cukup bukti yang kuat, alhasilnya Tanaya kembali ditetapkan sebagai tersangka pada 27 Januari 2020.

Informasi penetapan tersangka tersebut disampaikan oleh Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette dalam rilisnya kepada Siwalima, Selasa (2/2).

Selain Tanaya, tim Kejati Maluku juga menetapkan kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Buru, Abdul Gafur Laitupa sebagai tersangka.

Kejati menerbitkan surat penetapan tersangka dengan nomor B-212/Q.1/Fd.2/01/2021 kepada Feri Tanaya dan nomor  B-213/Q.1/Fd.2/01/2021 kepada Abdul Gafur Laitupa.

“Dari serangkaian tindakan penyidikan, diperoleh bukti permulaan yang cukup dan setelah dilakukan ekspos atau gelar perkara pada 27 Januari, kita terbitkan surat penetapan tersangka untuk FT dan AGL,” ujar Sapulette.

Untuk diketahui, Lahan seluas 48.645, 50 hektar di Desa Sawa itu adalah milik Ferry, dan dibeli oleh PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara untuk pembangunan PLTG 10 megawatt.

Diduga ada kongkalikong  antara Ferry, PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara yang saat itu dipimpin Didik Sumardi dan pi­hak BPN Kabupaten Buru dalam transaksi pembayaran.

Sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), harga lahan itu hanya Rp 36.000 per meter2, namun mereka main mata untuk melakukan mark up, sehingga merugikan negara lebih dari Rp 6 miliar.

Sebelumnya, Kejati Maluku, Rorogo Zega, kepada Siwalima, Rabu (30/9) mengatakan, perbuatan pidana Ferry Tanaya dalam kasus penjualan lahan untuk pembangunan PLTG di Namlea, itu ada. Hanya saja secara formil atau administrasi penyidikannya telah dibatalkan oleh  putusan praperadilan.

“Tidak bermasalah, karena perbuatannya itu belum diputuskan pengadilan atau belum dipertimbangkan oleh pengadilan. Yang dipertimbangkan pengadilan adalah penyidikannya. Makanya putusannya membatalkan penetapan tersangka, perbuatan pidananya belum di apa-apain,” jelas Zega.

Mantan Kepala Kejari Ambon ini mengungkapkan, Ferry Tanaya tidak memiliki rumah dan tanah di Pulau Buru. Hal ini diketahui setelah Kejati Maluku meminta BPN setempat melakukan tracing terhadap aset Tanaya di Buru.

“Kami sudah minta ke BPN untuk melakukan tracing aset terdakwa di Buru, dan tidak tercatat juga atas nama Ferry Tanaya, tidak ada. Dan sudah ada buktinya di kita. Bahwa Ferry Tanaya tidak punya rumah atau pun tanah di Buru itu,” beber Zega.

Zega mengatakan, transaksi jual beli lahan antara pihak UIP Maluku dengan Ferry Tanaya berakibat Abdul Gafur Laitupa yang saat itu menjabat Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Buru turut ditetapkan sebagai tersangka.

Laitupa yang memuluskan transaksi jual beli itu, sehingga PLN membayar Rp 6,3 miliar kepada Ferry Tanaya. “Nih, Gafur tidak mengatakan ini ada nomor peta bidangnya dan bisa dibayar, maka dia yang mulus­kan pembayaran. Bukti hak tanah Fery Tanaya tidak ada,” ujar Zega.

Zega  menambahkan, pihaknya akan maraton melakukan penyidikan, agar kasus ini kembali dilimpahkan ke pengadilan. (S-45)