AMBON, Siwalimanews – Warga tidak lagi percaya dengan apa yang dikerjakan tim gugus tugas pena­nganan Covid-19.

Masyarakat mengambil paksa jenazah yang terkonfirmasi Covid-19, di RSUD dr M Hau­lussy.

Keributan itu Rabu (7/7), dima­na puluhan keluarga pasien mengamuk dan mengambil pak­sa jenazah pasien Covid-19 berinisial AO. yang berjenis kelamin laki-laki.

Paet, yang mengaku sebagai ayah almarhum AO mengung­kapkan, pihak keluarga awalnya tidak menerima anak mereka divonis positif Covid-19, lantaran almarhum masuk RSUD dengan keluhan sakit ginjal dan diharuskan melakukan cuci darah setiap dua minggu sekali.

“Saat dalam perawatan anak kami dirapid dan hasilnya selalu non reaktif. Nanti saat anak kami meninggal pukul 01.00 WIT dini hari, baru pihak rumah sakit nyatakan positif Covid-19,” tutur sang ayah.

Baca Juga: BMKG: Cuaca Ekstrem Diperkirakan Hingga 11 Juli

Menurutnya, saat divonis Covid-19, keluarga sempat mengamuk, namun akhirnya menerimanya dan bersedia untuk memakamkan almar­hum dengan protokol Covid.

Namun, hingga keesokan harinya pukul 08.00 tak ada satupun petugas ataupun tenaga medis yang datang memperhatikan jenazah almarhum. Bahkan tambahnya, pihak RSUD melalui salah satu tenaga medis me­minta agar keluarga yang meng­angkat sendiri janazah almarhum untuk dipindahkan.

Tak tahan dengan perlakuan pe­tugas RSUD Haulussy, keluarga pun emosi dan mengamuk, sehingga langsung masuk dan mengambil jenazah almarhum untuk dima­kamkan oleh keluarga.

Namun, perkara tidak berhenti sampai di situ. Sekitar pukul 09.00 WIT, aparat kepolisian dari Polresta Ambon tiba di lokasi kejadian dan langsung menghadang mobil angkot yang akan membawa jenazah almarhum.

Mendapat hadangan polisi dan petugas, keluarga menjelaskan du­duk perkaranya kepada pihak kepo­lisian, karena mereka merasa diper­lakukan tidak adil oleh pihak RSUD.

“Bapak bayangkan kalau kita punya anak ini Covid, masa perawat RSUD minta tolong kita angkat jenazah anak kita, ini sama sekali tidak masuk logika,” ucap salah satu paman korban saat berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan Satpol PP Provinsi Maluku.

Bahkan sang ayah almarhum di depan aparat kepolisian dan Satpol PP minta agar jenazah anaknya dibawah pulang untuk dimakamkan keluarga dan sebagai penggantinya jika ini melanggar hukum ia bersedia untuk ditahan.

“Kalau bapak aparat dong mau tahan saya, silahkan saya bersedia, yang penting jenazah anak saya dibawah pulang untuk dimakamkan oleh keluarga. Saya bersedia buat surat pernyataannya,” ucap ayah almarhum.

Pihak kepolisian saat itu dan Kasatpol PP Provinsi Maluku Andre Adriaans minta kepada keluarga untuk menunggu, agar polisi ber­koordinasi dengan pihak RSUD. Namun sampai dengan pukul 10.00 WIT, tidak ada satu pun perwakilan dari RUSD Haulussy yang datang untuk menjelaskan kepada keluarga almarhum.

Lantaran kesal tak dilayani pihak RSUD, maka sekitar pukul 10.15 WIT, pihak kepolisian pun membuka akses jalan dan keluarga kemudian mambawa jenazah almarhum pulang ke rumah duka di kawasan Kayu Putih, Desa Soya, Kecamatan Siri­mau, dengan menggunakan mobil minibus jenis Toyota Avansa.

Tak satupun pejabat RSUD yang mau mengomentari kejadian peram­pasan jenazah ini.

Siwalimanews yang menemui Kabag Humas RSUD untuk dimintai klarifikasinya, malah balik meng­arahkan ke pelaksana harian dirut RSUD.

“Nanti dengan Plh Dirut saja yah,” ucap sang kabag sambil memebrikan nomor kontak dr Mila.

Namun lagi-lagi, sang Plh enggan mengomentari peristiwa ini, malah mengarahkan untuk menemui juru bicara RSUD.

Rampas Jenazah

Dua hari sebelumnya, Senin (5/7) malam, ratusan warga Benteng, Kecamatan Nusaniwe, ramai-ramai menghalang kedatangan tim gugus tugas Covid-19, yang hendak meng­ambil salah satu jenazah warga Benteng, untuk dimakamkan dengan protokol Covid.

Kejadian itu yang terjadi sekitar pukul 22.45 WIT, saat tim gustu bersama mobil ambulance datang hendak mengambil jenazah GTL, yang oleh keluarga sudah dimasu­kan ke dalam peti jenazah.

GTL meninggal dunia usai men­jalani perawatan medis di RS dr Latumeten. Setelah meninggal, pi­hak rumah sakit kemudian melakukan uji swab untuk memastikan kondisi jenazah.

Setelah menunggu sekitar enam jam, hasil uji Swab jenazah GTL tak kunjung keluar. Keluarga kemudian berkoordinasi dengan pihak rumah sakit dan bersepakat untuk memu­langkan jenazah GTL ke rumah duka, di kawasan Benteng.

Jemmy, salah satu warga Benteng kepada Siwalimanews mengaku, pihak keluarga dan warga sekitar baru diberitahu sekitar pukul 21.00, kalau jenazah GTL positif Covid.

“Gustu nih karja paling ancor. Masa dari pagi sampe malam baru dapa hasil,” kesalnya.

Karenanya, warga tidak yakin akan hasil kerja Gustu yang terkesan tak profesional itu.

Warga yang kesal kemudian menghalangi upaya tim Gustu yang datang mengenakan hazmat APD lengkap. Ratusan warga tumpah ruah ke jalan raya, sambil meneriaki tim gustu.

Situasi kian memanas lantaran warga mengancam akan membakar mobil ambulance jika tidak segera meninggalkan lokasi.

Karena kalah jumlah, tim gustu kemudian mengalah dan memilih meninggalkan lokasi.

Siang hari menjelang pemakaman GTL, Sekot AG Latuheru datang dan meminta pengertian warga agar jenazah GTL bisa dimakamkan dengan protokol Covid.

Keluarga bersedia tapi dengan syararat, jenazah GTL harus keluar dari rumah duka, setelah didoakan oleh warga dan jemaat setempat.

Syarat berikutnya adalah, jenazah GTL harus dimakamkan di pemakaman umum Benteng, bukan di pemakaman khusus Covid, di Desa Hunuth. (S-51)