AMBON, Siwalimanews – Komisi I DPRD Maluku segera mengagendakan pemanggilan terhadap Biro Hukum Setda Maluku dan sejumlah pihaknya lainnya terkait lahan RSUD dr. M Haulussy Ambon.

Ganti rugi lahan RSUD dr. M Haulussy jadi rebutan banyak pihak. Saling klaim, dan menggugat. Namun Pemprov Maluku telah membayar kepada Yohenas Tisera alias Buke, dengan alasan sesuai putusan pengadilan. Rp 13 miliar sudah dicairkan, dari total Rp 49 miliar yang harus dibayar.

“Jadi sebelum turun untuk melihat lahan yang menjadi objek permasalahan, kami akan lakukan rapat dengar pendapat bersama dengan para pihak, diantaranya Buke Tisera, Pemda Provinsi Maluku dalam hal ini Biro Hukum dan Hak Asasi Manusia, termasuk Badan Pertanahan Maluku,” kata Wakil Ketua Komisi I DPRD Maluku, Jantje Wenno kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Minggu (28/6).

Wenno juga mengatakan, Komisi I berencana meninjau lahan RSUD dr. M Haulussy.  Berbagai agenda yang berkaitan dengan lahan rumah sakit negeri nomor satu di Maluku ini akan diputuskan dalam rapat internal komisi.

“Komisi I akan melakukan rapat secara internal terlebih dahulu untuk menentukan agenda-agenda yang berkaitan langsung dengan persoalan lahan dimaksud. Rabu atau Kamis nanti, baru kita menentukan,” ujarnya.

Baca Juga: ACT Salurkan 100 Paket Bantuan bagi Anak Yatim Piatu di Salahutu

Wenno menambahkan, kehadiran Biro Hukum Setda Maluku dalam rapat sangat penting karena berkaitan dengan ganti rugi lahan RSUD dr. M Haulussy.

“Ini menjadi salah satu fokus dalam pertemuan. Pasti semua diungkap,” tandasnya.

Sudah Bayar 13 Miliar

Seperti diberitakan, Kepala Biro Hukum Setda Maluku, Alawiyah Fadlun Alaydrus mengaku, ganti rugi yang sudah dibayar kepada Yohanes Tisera alias Buke sebesar Rp 13 miliar dari jumlah Rp 49 miliar yang harus dibayar Pemprov Maluku atas lahan RSUD dr. M Haulussy.

Tahap pertama dibayar pada Februari tahun 2019 sebesar Rp. 10 miliar dan tahap kedua tahun 2020 sebesar Rp.3 miliar.

“Jadi sudah dua kali bayar ganti rugi lahan kepada keluarga Tisera berdasarkan hasil putusan banding Pengadilan Tinggi Ambon,” kata Alaydrus kepada Siwalima di ruang kerjanya, Jumat (26/6).

Alaydrus menjelaskan, pembayaran ganti rugi lahan RSUD Haulussy dilakukan sebanyak 4 kali. Pembayaran dilakukan berdasarkan putusan banding Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 18/Pdt/2011/PT yang membatalkan putusan tingkat pertama Nomor 38/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Ambon.

“Kita sudah bayar dua tahap dengan nilai 13 miliar. Rencana mau bayar lanjut tetapi situasi sekarang ada pandemi sehingga belum dicairkan,” terang Alaydrus.

Alaydrus mengatakan, lahan RSUD dr Haulussy sudah dalam penguasaan Pemprov Maluku. Karena itu, pemprov harus membayar ganti rugi kepada yang berhak.

“Besaran nilai itu telah ditetapkan berdasarkan hasil appraisal. Setelah penetapan nilai maka kami buat akta notaris. Setelah akta notaris itu dibuat proses pembayaran yang dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah,” terangnya.

Ditanya apakah dalam putusan pengadilan itu ada perintah membayar Alaydrus enggan menjelaskan. Ia hanya mengatakan, putusan banding Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 18/Pdt/2011/PT yang membatalkan putusan tingkat pertama Nomor 38/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Ambon, menjadi dasar untuk pembayaran.

“Dasar pembayaran ya itu, diberikan kepada yang berhak karena dia punya dan kami (pemerintah) menguasai apa yang menjadi milik dia dan kewajiban pemerintah memberikan ganti rugi,” tandas Alaydrus.

Alaydrus juga mengungkapkan, pihaknya telah meminta semua salinan putusan dalam perkara ini dari pihak pengadilan.

“Kita minta penjelasan dari pengadilan dan pengadilan sudah memberikan penjelasan bahwa sudah jelas bahwa pemengang hak atas obyek sengketa adalah keluarga Tisera itu,” ujarnya.

Soal permintaan DPRD agar pembayaran tahap berikutnya dihentikan sementara, Alaydrus mengaku pihaknya sudah menjelaskan kepada DPRD.

“DPRD punya hak meminta keterangan dari pemerintah daerah dan kita sudah menjelaskan bahkan menyurati secara resmi, terkait penjelasan hukum atas obyek sengketa itu,” ujarnya.

Sebelumnya Alaydrus menjelaskan, dalam perkara ini, penggugat asal adalah Yosepus Nikodemus Waas Cs. Mereka menggugat Pemprov Maluku (tergugat I) untuk membayar ganti rugi. Yohanes Tisera alias Buke juga digugat (tergugat II).

Lalu saniri Negeri Amahusu melakukan intervensi dalam perkara a quo, dan bertindak selaku penggugat intervensi I. Yakobus Alfons juga menempuh langkah yang sama, sehingga posisinya sebagi penggugat intervensi II.

“Dalam proses itu, tergugat II Yohanis Tisera mengajukan rekonvensi atau gugatan balik. Jadi dia sebagai pihak tergugat dalam perkara dengan objek sengketa tanah di RSUD Haulussy, dia melakukan gugatan balik terhadap pihak-pihak penggugat asal maupun penggugat intervensi, dan juga Pemda Maluku,” jelas Alaydrus.

Alaydrus mengungkapkan, banyak dalil yang disampaikan. Ada yang menyebut tanah RSUD Haulussy adalah Dusun Pusaka Ijipuan. Amahusu katakan, itu petuanan Negeri Amahusu, lalu Yakobus Alfons bilang itu Dusun Dati Kudamati. Sementara Yohanis Tisera sebut itu Dusun Dati Pohon Katapang.

Alaydrus menjelaskan, dalam putusan Nomor 38/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Ambon menyatakan gugatan penggugat asal, penggugat intervensi maupun penggugat rekovensi tidak dapat diterima.

Selanjutnya, putusan Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 18/Pdt/2011/PT menyatakan membatalkan putusan tingkat pertama Nomor 38/Pdt. G/2009/Pengadilan Negeri Ambon.

Dalam amar putusannya, juga Pengadilan Tinggi Ambon menyatakan menolak gugatan penggugat asal (keluarga Waas), penggugat intervensi I (Pemerintah Negeri Amahusu) dan intervensi II (Yacobus Alfons) selaku para pihak yang mengajukan banding.

Amar putusannya juga menyatakan mengabulkan gugatan penggugat rekonvensi (tergugat II) dalam hal ini Yohanis Tisera alias Buke untuk seluruhnya. “Dua amar putusan itu yang menonjol, yang kemudian oleh penafsiran hukum, objek sengketa itu menjadi milik Yohanis Tisera,” urai Alaydrus.

Lanjut Alaydrus, Mahkamah Agung juga menolak permohonan kasasi dari penggugat asal, dan penggugat intervensi melalui putusan MA 1385.K/Pdt/2013. Begitupun dengan putusan Peninjauan Kembali (PK), dengan putusan PK Nomor: 512PK/Pdt/2014.

“Dalam permohonan kasasi, itu menolak seluruh permohonan mereka, dan juga PK. Jadi upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa, itu sudah inkrah,” ujarnya.

Dengan adanya putusan kasasi maupun PK yang menolak gugatan penggugat asal dan pengugat intervensi, kata Alaydrus, sehingga kembali kepada putusan banding yang dimenangkan Yohanis Tisera.

“Jadi gugatan melawan Pemerintah Provinsi Maluku dianggap selesai, karena kasasi dan PK mereka ditolak, maka kembali ke putusan Pengadilan Tinggi Ambon, sehingga Yohanis Tisera selaku pihak yang berhak menerima ganti rugi,” ujarnya.

Berbekal putusan itu, Gubernur Maluku saat itu, Said Assagaff diam-diam memerintahkan untuk membayar ganti rugi lahan RSUD dr. M Haulussy yang luasnya sekitar 3,8 hektar itu, kepada Yohanes Tisera.

Pembayaran dilakukan tanpa sepengetahuan DPRD. Begitupun tanpa penetapan eksekusi dari pengadilan.

Bisnis Orang Jakarta

Sengketa tanah RSUD dr. Haulussy kembali menjadi perbincangan publik, pasca peristiwa penyerangan kelompok John Refra alias John Kei ke rumah Agrapinus Rumatora alias Nus Kei di Perumahan Green Lake City, Tangerang pada Minggu (21/6).

Dalam penyidikan Polda Metro Jaya, terungkap fakta bahwa, konflik pribadi John Kei dengan Nus Kei di Jakarta, dipicu pembagian uang hasil penjualan tanah RSUD dr M. Haulussy Ambon.

John Kei merasa dikhianiti Nus Kei, karena belum mendapatkan jatah pembagian hasil penjualan. Alhasil, John Kei dan kelompoknya melakukan penyerangan ke kediaman Nus Kei.

Penyerangan di Green Lake City menyebabkan satu orang petugas sekuriti perumahan mengalami luka karena ditabrak anak buah John Kei. Korban lain, satu pengendara ojek online, tertembak di bagian kaki.

Selain itu, anak buah John Kei juga membacok anak buah Nus Kei, AR di kawasan Duri Kosambi, Jakarta Barat, hingga tewas. (Mg-4)