AMBON, Siwalimanews – Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dis­perindag) Kota Ambon mengklaim harga lapak mengalami kenaikan lantaran sejumlah kom­ponen termasuk penga­manan masuk dalam tang­gung jawab pihak ketiga yang dipercayakan menge­lola lapak.

Harga lapak yang membludak yang se­mula hanya Rp 8.000. 000, kini sudah men­capai Rp 15.000.000-Rp 20.000.000 dikarenakan adanya biaya pengamanan.

Kepala Disperindag Kota Ambon, Sirjhon Slarmanat mengungkapkan, pengaturan biaya per lapak yang diberi­kan kepada para pedagang bukan merupakan tanggung jawabnya, namun pihak  ketiga.

“Kita cuma memberikan alternatif, ada cicilan, ada angsuran soal standar itu dirasionalisasikan dengan komponen pembangunan. Karena didalamnya juga ada pengamanan dan sebagainya,” kata Slarmanat kepada wartawan, di Ambon, Rabu (12/1).

Disinggung terkait dengan dugaan penetapan harga lapak dilakukan pihak ketiga dan juga  Disperindag, Slarmanat tidak menampiknya. “Jadi sekitar harga yang ditetapkan itu, mereka sudah menghitung komponen dan didalamnya ada pengamanan. Kalau pedagang meminta untuk kita fasilitasi itu dalam bentuk angsuran,” tandasnya.

Baca Juga: Kejati Maluku Canangkan Zona Integritas

Slarmanat mengungkapkan untuk saat ini sudah ada beberapa pedagang yang telah menempati lapak dan kios yang disediakan pihaknya. Meski banyak diantaranya yang mengeluhkan harga yang diberikan tersebut.

“Sekarang sudah bisa masuk. Sudah ada 50-an pedagang yang sudah masuk,” bebernya.

Untuk diketahui lapak-lapak yang dikenakan tarif sebesar ini berlokasi di sepanjang kawasan Jln. Pantai Mardika, depan Pelabuhan Enricho Kota Ambon. Sebelumnya akil Ketua DPRD Kota Ambon, Rustam Latuponno mengatakan, harga sewa tempat yang ditetapkan Pemkot memang sangat mencekik leher para pedagang.

“Masalah ini harus secepatnya diselesaikan, sebab para pedagang sudah setuju untuk pindah, namun tidak ada tempat sehingga harus ada tempat alternatif. Ini yang harus diselesaikan, supaya tidak ada gejolak lagi,” tandas Latupono.

Siapkan Lapak

Pedagang Pasar Mardika yang terkena dampak pembongkaran dan penertiban harus disiapkan lapak oleh pemerintah. Anggota DPRD Provinsi Maluku dapil Kota Ambon, Jantje Wenno mengingatkan  Pemkot Ambon untuk perhatian kepada pedagang, apalagi dimasa pandemik Covid-19.

Wenno mengaku Pemerintah Kota Ambon saat ini memang telah menyediakan fasilitas lapak pasca rencana revitalisasi pasar Mardika, namun pedagang kecil seolah-olah dipaksakan untuk membayar harga sewa lapak yang dinilai terlalu mahal jika dibandingkan dengan pemasukan pedagang.

Atas persoalan ini maka Pemerintah Kota Ambon seharusnya memikirkan tempat yang dapat digunakan sebagai lapak khususnya pedagang kecil dan bukan hanya melakukan tindakan pengusiran.

“Pemerintah Kota Ambon harus memikirkan untuk menyiapkan lapak bagi pedagang.  Pedagang kecil disitu harus hidup dan menghidupi keluarga mereka, apalagi mereka menggantungkan hidupnya dari satu-satunya usaha berdagang,” tegasnya.

Menurut Wenno, ditengah pandemi covid-19 yang masih melanda Indonesia dan Maluku secara khusus maka Pemerintah Kota Ambon sudah harus memikirkannya, sehingga aktivitas pedagang kecil dapat tetap berjalan guna mempertahankan kehidupan.

Politisi Perindo ini mendukung penih program revitalisasi Pasar Mardika untuk menjadi sebuah pasar dengan konsep tradisional modern, namun penataan harus menjadi baik bukan cuma kepada para pedagang, namun juga aktivitas orang dan kendaraan.

Tuai Kritik

Pemerintah Kota Ambon menuai kritikan pasca membongkar puluhan lapak di kawasan Pasar Mardika. Kritikan itu datang dari ratusan pedagang yang mengais rezeki di pasar kebanggaan masyarakat Kota Ambon itu.

Ratuan pedagang tidak terima lapaknya dibongkar, lantaran dalam surat edaran Pemkot Ambon tertanggal 4 Januari yang ditujukan ke pedagang isinya penertiban dan penataan pedagang di atas trotoar dan bukan pembongkaran lapak.

Aksi pembongkaran yang dilakukan pada Jumat (7/1) sekitar pukul 08.00 WIT itu menyisahkan kekecewaan yang mendalam. Para pedagang menjadi bingung, sebab pasca pembongkaran, mereka tidak tahu akan melakukan aktivits di mana.

“Kalau sudah dibongkar lalu kita mau ditempatkan dimana.Seharusya para pedagang ditentukan dulu tempat untuk jualan baru dilakukan pembongkaran,” kesal La Ani pedagang sayur mayur kepada Siwalima.

Diakuinya, berdasarkan pertemuan dengan Komisi II DPRD Kota Ambon hingga saat ini, pedagang belum mnedapatkan kesepakatan akan ditempatkan di mana. Pedagang sayur lainnya, Trisna juga mengungkapkan kekesalannya terkait surat edaran pemerintah kota.

Trisna mengatakan pemerintah tidak punya hati nurani. Sejak pandemi Covid sampai sekarang pedagang menerima tindakan tidak terpuji. “Masih dalam situasi Covid-19, pemerintah seharusnya bertindak manusiawi,” ujar Trisna.

Katanya isi surat jelas penertiban dan penataan, tapi kenapa ada pembongkaran. “Kami mau makan apa, kalau sudah dibongkar apalagi untuk harga lapak yang disiapkan senilai puluhan juta,”ucapnya.

Kritikan lainnya dari Surti pedagang cabe yang kecewa pemerintah kota melakukan pembongkaran dan menyediakan lapak untuk dijual ke pedagang senilai Rp 30 juta. Surti mengatakan, dirinya tidak mampu mengambil lapak yang disediakan pemerintah kota lantaran dagangannya hanya menjual cabe rawit.

“Kalau Rp 30 juta, jujur saja terlalu mahal kami pedagang tak sanggup untuk bayar dengan harga begitu,”pungkasnya. (S-52)