NAMROLE, Siwalimanews – Kepala SMP Negeri 06 Simi, Kecamatan Waesama, Kabupaten Buru Selatan, Ima Serang diduga menjadikan siswa sebagai obyek untuk melakukan praktek pungutan liar.

Sedikitnya ada 22 siswa yang menjadi korban. Para orang tua mulai resah.

“Kepala sekolah sudah melakukan praktek pungli terhadap 22 siswa di sekolah yang ia pimpin,” kata salah satu orang tua siswa yang enggan namanya dipublikasi kepada media ini, Rabu (16/3).

Ia menjelaskan pungli yang dilakukan dengan bijak, yakni membebani siswa untuk membayar biaya ujian assessment atau ujian praktek dan atau ujian pelatihan komputer sebesar Rp250 ribu/siswa

Sementara  untuk ujian sekolah Rp250 ribu/siswa dan uang foto sebesar Rp50 ribu bagi siswa yang telah ikuti ujian assessment maupun yang akan ikut ujian sekolah.

Baca Juga: Kapolda Ajak OKP Cipayung Wujudkan Maluku Aman

“Padahal item-item inikan sudah masuk dalam standar nasional yang merupakan komponen yang dibiayai dengan dana BOS,” ucapnya.

Menurutnya semua kegiatan seperti ujian, tes semester, ujian praktik pelatihan, ekstra kurikuler dan lain-lain itu kan dibiayai oleh dana BOS.

“Ya, kan ada dana BOS dan nilainya pun sudah lebih besar, lalu pungutan ini untuk apa,” tanya dia.

Orang tua lain mengaku kesal dengan pungli yang dilakukan oleh kepala sekolah tersebut.

“Kami sangat merasa terbeban jika ada pungli. Tahun ini, tiga anak kami yang sama-sama ikut ujian, ini sangat memberatkan sebagai orang tua,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala SMP Negeri 06 Simi, Ima Serang yang dihubungi via telepon selulernya, Rabu (16/3) tak membantah adanya pungutan itu.

“Kalau begitu sekolah lain juga pungli,” kata Ima.

Sebab menurutnya pungutan semacam ini pun terjadi di sekolah lainnya, bahkan lebih besar nilainya bila dibandingkan dengan yang dipungut di sekolahnya. Sebab, ada yang memungut Rp300 ribu hingga Rp450 ribu/ siswa.

Dijelaskan pungutan di sekolah sesungguhnya bukan merupakan paksaan melainkan partisipasi dari orang tua yang sebelumnya telah bersepakat dalam rapat.

“Kan sudah ada kesepakatan semua dalam rapat, dalam forum, bukan pihak sekolah yang memaksa untuk ada dana itu. Tertulis semua, sudah ada berita acara dan cap semua ok,” urainya.

Ia menjelaskan, pungutan yang dilakukannya Rp250 ribu ujian assessment dan Rp200 ribu ujian sekolah dan bukan Rp250 ribu, sedangkan foto memang Rp50 ribu.

“Lah memang, foto kan harusnya orang tua yang pengadaan fotonya, bukan pihak sekolah. Dulunya juga begitu, bukan saat ini,” terangnya.

Disinggung soal adanya siswa yang disuruh pulang apabila tak membayar dan baru bisa ke sekolah setelah membayar, dirinya membantah.

“Tidak ada, tidak ada seperti itu,” kilahnya. (S-16)