Dalam rangka memperingati hari Pahlawan kali ini, penulis mencoba menyampaikan sedikit perenungan bagi kita semua. Mungkin masih diperlukan di jaman digital ini untuk merenungkan dalam bentuk Upacara Bendera dengan mengheningkan cipta. Tetapi penulis mencoba untuk mengalihkan arah perenungan kepahlawanan ini ke dalam suatu bentuk perwujudan sebuah karya tulis yang sederhana.

Di dalam proses berlangsungnya keberadaan sebuah negara tentulah menge- nal beberapa sosok pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan termasuk ketika mempertahankannya dari serangan apapun. Pahlawan di jaman now ini bukanlah lagi sesosok yang me­mang­gul bambu runcing tetapi dengan seiring bergesernya jaman terjadi perubahan sosok image tersebut. Maka sosok pahlawan adalah seorang individu yang telah berjasa karena  melakukan sesuatu yang bermakna dan penting bagi kepentingan masyarakat luas maupun bagi keberlangsungan keluarganya.

Pahlawan berasal dari kata Hero dalam Bahasa Inggris. Hero berarti :

  1. A person remembered for bravery, strength or goodness, especially when admired for an act of courage under difficult conditions.
  2. The most important character of someone’s life to help, to solve the matter of problems in someone’s life.

Jadi seorang pahlawan bukanlah lagi sesosok pribadi yang bersifat heroik, momentum, figuratif. Tetapi bergeser kepada sesosok individu yang lebih realistik, humanis, dan spesifik sesuai bidang pengabdiannya. Tetapi kedua figur ini tetap mengandung figur / image yang berjasa karena telah melaksanakan sesuatu yang sangat berguna, bersifat luas untuk kepentingan mas­ya­rakat banyak, tentulah terhormat dan tidak terlupa­kan. Sebelum penulis mendiskusikannya lebih dalam. Sebaiknya mungkin kita membahas dari figur para pahlawan secara umum, dari image yang kita dapati dari usia yang termuda yaitu anak anak.

Bagi sebagian anak anak kita, pahlawan adalah tentunya para ibu dan ayah mereka bukan ? Tetapi dengan bergesernya waktu dan jaman, profil dan image itu beralih kepada para kakek dan nenek mereka.

Baca Juga: Pangan Nusantara vs Ancaman Krisis Global

Karena kebanyakan para orang tua di jaman digital ini, baik pihak suami atau istri masing masing sibuk bekerja untuk mencari nafkah. Tentunya, di era globa­lisasi, sangatlah wajar seorang laki laki tidak lagi hanya semata mata sebagai “tulang pungung” tetapi memer­lukan bantuan seorang wanita sebagai istrinya untuk menambah penghasilan dalam sebuah keluarga. Jaman sudah berubah, tuntutan hidup sangatlah bera­gam, akhirnya banyak faktor tsb “bermuara” menjadi suatu tekanan hidup yang semakin berat.

Sehingga kesemua hal ini menyebabkan suatu per­geseran gaya hidup sekaligus tatanan masyarakat ter­utama yang terjadi di perkotaan dan di daerah pinggiran penyangga keberadaan kota kota besar. Sejak azan subuh dikumandangkan dan lonceng gereja ber­den­tang, maka para ibu segera bangun dan memper­siapkan sarapan serta semua kelengkapan putra putri mereka untuk ke sekolah.

Sekitar pukul 06.30, mereka keluar dari rumah (ayah, ibu dan anak anak). Sang ayah mengantar putra putri mereka ke sekolah, sedangkan ibu langsung pergi me­nuju ke pabrik/kantor tempat mereka bekerja sebagai buruh/pegawai. Lebih lanjut tergantung pada situasi keluarganya, jikalau mereka masih mempunyai anak anak yang berusia batita. Maka konsekuensinya adalah anak-anak tsb akan “ditempatkan” selama setengah hari di rumah para kakek dan nenek mereka untuk di­asuh. Sehingga ketika senja hari menjelang, para orang tua tsb pulang dari tempat bekerja, kemudian menjemput anak anak mereka untuk kembali berkumpul dengan keluarga mereka.

Ritme kehidupan inilah yang sudah berubah serta bergeser. Sehingga kesemua hal ini tentunya berimbas pada peranan pengasuhan anak anak kita. Dari peran para orang tua menjadi peran sekaligus pengaruh dari para kakek dan nenek. Bahkan kondisi yang lebih parah, pengaruh buruk dari lingkungan sekitarnya. Karena keterbatasan fisik para kakek dan nenek yang notabene berusia tua cenderung menuju lansia, maka mereka akan dibatasi oleh kekuatan dan kecepatan bergerak dalam mendampingi para cucu untuk bermain disekitar tempat tinggal mereka.

Kondisi para orang tua yang cukup lelah bekerja dan mencari nafkah. Akhirnya bermuara pada sebuah kon­disi kelelahan fisik dan mental yang cukup berat ketika mereka pulang kembali ke rumah di senja hari. Waktu dan kebersamaan mereka selaku orang tua kandung un­tuk berinteraksi, berkomunikasi dan bermain sangat­lah terbatas.

Dengan demikian terpaksalah dilakukan kebersamaan tersebut dalam waktu dan tenaga yang tersisa. Hal ini akan diperparah dengan situasi ketika para orang tua lebih memilih relaks dengan bermain gadget . Waktu untuk bermain, berinteraksi, berkomunikasi dengan para buah hati semkain sempit adanya. Akhirnya, dari segi  kwalitas dan kwantitas waktu untuk suatu kebersamaan menjadi sangatlah minim dan berstandar kurang.

Dari penjabaran yang terperinci diatas, maka terben­tuklah sebuah figur yg menjadi pahlawan yaitu berasal dari para ibu dan ayah bahkan para kakek dan nenek di dalam kehidupan anak anak kita. Figur figur tersebut sering kali ditambah bahkan diperluas oleh figur para tokoh film dari Superman sampai Batman, dari Cinderella sampai Elsa gadis pemberani dalam film Frozen. Dari Sang Robinhood sampai pada Si Ali baba dalam l00l malam cerita dongeng.

Lalu bagaimana perbedaan sesosok figur pahlawan dalam dunia nyata dengan tokoh pahlawan dalam film kartun? Pahlawan di dalam kehidupan nyata tentunya kita dapat melihat secara langsung. Kita dapat secara langsung merasakan sentuhan, suara, peranan dan berinteraksi langsung, berarti fakta bukanlah mitos / dongeng. Sedangkan pahlawan dalam film kartun tentunya berupa sebuah cerita dalam buku dongeng, mitos, tidak realistik, hanya sekedar fantasi, angan belaka. Tentunya, bukanlah fakta.

Pahlawan dalam dunia nyata adalah mungkin sering kali dari kita tidak pernah atau bahkan sedikit meng­abaikan peranan para orang tua kita dalam kehidupan kita sehari hari dari kita masih bayi merah / orok sampai dewasa. Kita sering menganggap itu sebagai suatu hal yang lumrah dan merupakan salah satu bentuk kewajiban mereka selaku orang tua kita.

Sosok pahlawan berikutnya adalah para guru kita yang kadang kadang sering kita lupakan sejenak. Hal ini sering terungkap dalam sebuah peribahasa yang menyatakan bahwa mereka sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Apakah benar seorang guru adalah seorang pahlawan yang disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa?? Biarlah kita sendiri yang dapat menjawabnya sesuai dengan pengalaman kita dalam menjalani selama masa pendidikan yang ada.

Lantas, siapakah pahlawan yang sebenarnya ? Kalau bentuk tanggung jawab para orang tua dianggap seba­gai sesuatu yang merupakan bentuk kewajiban semata mata demikian pula dengan kegiatan pengabdian para guru dianggap sebagai suatu formasi pengabdian yang seharusnya (karena sudah mendapatkan upah / gaji).

Maka terbersitlah sebuah pertanyaan yaitu siapakah yang dimaksud sebagai pahlawan sebenarnya dalam sebuah keluarga ??

Salah satu definisi seorang pahlawan adalah sesosok individu yang tidak pernah mementingkan kepentingan diri pribadinya, sebaliknya seorang pribadi yang selalu berusaha untuk melakukan pelayanan, pekerjaan dan kegiatan untuk kesejahteraan masyarakat luas. Seorang pahlawan adalah seseorang yang selalu berusaha mengerjakan suatu hal secara maksimal sampai titik akhir dalam  suatu proses kehidupan. Pahlawan : seorang yang selalu berusaha menepati janji dalam perkataan dan teruji dalam tindakan. Sesosok pahlawan dapat kita temui di dalam semua aspek kehidupan.

Misalnya: pahlawan Kalpataru yaitu di bidang pe­lestarian lingku­ngan hidup, pahlawan di bidang pendi­dikan karena prestasi yang menonjol mengabdi dan mengajar secara tulus tanpa pamrih di daerah perbatasan antar 2 negara, terpencil tentunya sangat terisolasi. Seorang Jurnalis/wartawan media cetak atau elektronik yang tewas karena sedang meliputi berita di daerah rawan konflik etnis dan agama, dan sebagainya.

Kemudian semua penjabaran yang sangat terperinci inilah yang disebut sebagai pahlawan di dunia nyata atau dalam kehidupan kita sehari hari.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat karakter/sifat yang men­dasar dari diri seorang pahlawan. Di­antaranya adalah sebagai berikut: l. Rela berkorban 2. Tidak bersifat ego 3. Hu­man­sitik 4. Merakyat 5. Tidak sombong 6. Menyatu dengan masyarakat di mana mereka tinggal 6. Mudah berbagi 7. Bukan kaum orppotunist 8. Tidak menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. 9. Selalu membela kepentingan bersama dan mengutamakannya. l0. Selalu mencoba menepati janji dalam perkataan maupun tindakan.                                                                                                  Lebih jauh kita membahasnya siapakah image / figure pahlawan dalam pemikiran kaum dewasa. Kemungkinan kita semua setuju bahwa figur tersebut sudah terdapat didalam penjabaran diatas. Bagi diantara kita yang cenderung lebih bersifat agamis, tentunya masing masing kita beranggapan bahwa nabi kitalah yang menjadi sosok pahlawan bagi kita. Seseorang yang memimpin umatnya dalam semua kegiatan ritual keagamaan yang ada. Seorang nabi / pemimpin keagamaan tentunya hidup berkorban bagi umat yang dipimpinnya terlebih lagi haruslah menjadi suri teladan. Memiliki kehidupan pribadi yang bersifat personal tanpa cacat dan cela, tidak terdapat kesalahan moral. Memberikan contoh, menjadikan dirinya sendiri sebagai panutan secara tidak langsung di dalam kehidupan sehari hari.                                                                                                                                4

Lebih mendalam lagi, bagaimanakah dengan sebuah figur pahlawan yang telah mengorbankan nyawanya   ? Menggantikan nyawanya sebagai ganti atas keselamatan manusia. Seorang pahlawan yang melakukannya berdasarkan kasih. Tanpa pamrih apapun. Apakah menurut anda, semua definisi pahlawan diatas mengacu pada sesosok individu seorang ibu, ayah, para kakek dan nenek. Para guru selaku pendidik dan pengajar kita dari bangku TK sampai SMA bahkan sampai di bangku kuliah. Ataukah mengacu kepada sebuah figur pemimpin di bidang keagamaan ?                                                                                                                             Yang mana dapat menjadi sebuah figur pahlawan yang sejati, andalah yang dapat menjawabnya sesuai dengan hati nurani anda masing masing. Tetapi tolonglah jangan anda bertanya kepada rumput yang bergoyang. Di akhir perenungan ini, penulis ingin menyampaikan sebuah goresan tentang kehidupan yang berhubungan dengan sosok / figur seorang pahlawan. Atau sederetan kata kata kata bijak yang dapat mengarahkan bagaimana cara kita mengisi hidup dan berguna bagi sesama. Selamat menjalani hidup anda masing masing !!!!

BILA  ENGKAU

Bila engkau tidak bisa menjadi pohon cemara di bukit, jadilah belukar yang indah di tepi parit.                                                                                                                                     Bila engkau tidak bisa menjadi parit, jadilah rumput yang membuat jalan jalan semarak.                                                                                                                                        Bila engkau tidak bisa menjadi ikan gurami, jadilah teri yang terindah di tambak. Bila engkau tidak bisa menjadi komandan, jadilah prajurit yang tangguh.                Bukan kebesaran yang menentukan menang / kalah, yang penting jadilah wajar. Apa adanya dan menjadi dewasa dan berguna bagi sesama.

A great man is someone who can appreciate justice, policy and humanity.            A wise man is strong and a knowledge man is brawny, they are defeat.               A man in debt is like a fish caught in the net.                                A man without ambition is like a bird without wings. Oleh: Debora Harsono Loppies. S.Pd. M.Pd. Dosen FAKES-UKIM. Alumni Univ. Negri Malang dan  Univ. Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta.