AMBON, Siwalimanews – Tinggal empat bulan lagi masa jabatan Gu­bernur Maluku, Murad Ismail dan wakil gu­bernur, Barnabas Orno selesai.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memastikan 17 gubernur di Indonesia berakhir masa jabatan­nya September 2023 mendatang.

Nama Murad Ismail, termasuk dalam daftar 17 gubernur yang jaba­t­annya akan berakhir itu. Namun kedua pe­jabat tinggi di Maluku ini dinilai gagal membawa peru­bahan bagi negeri seribu pulau ini.

Betapa tidak, sejak dilantik pada 24 April 2019 berdasar­kan Keputusan Presiden Re­publik Indonesia Nomor 189/P Tahun 2018 tanggal 28 September 2018, masih ada sejumlah perma­salahan yang belum dituntaskan Murad-Orno.

Fatalnya lagi, dari 16 program prioritas pembangunan Maluku yang digaungkan Murad-Orno pada pemilihan Gubernur lalu tak ada satu pun yang terealisasi.

Baca Juga: Kehadiran Pegawai ‘Siluman’ Cekik APBD

Alhasil, angka penduduk miskin terus meningkat, pengangguran terbuka ikut meningkat bahkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat masih jauh dari harapan termasuk penurunan stunting hanya 2 persen dari target diangka 26.1 persen dari target RPJMD 23 persen.

Akademisi Hukum Unidar, Rauf Pellu menilai hingga dipenghujung masa jabatan, Murad Ismail dan Barnabas Orno belum mampu men­jawab persoalan yang terjadi di Maluku.

Menurutnya, dari berbagai indi­kator perbandingan pembangunan Maluku seperti pengangguran, kemiskinan teryata hingga saat ini Maluku masih bertengger di posisi ke empat provinsi termiskin.

Padahal, Murad Ismail dan Bar­nabas Orno sejak awal meyakinkan masyarakat jika ditangan keduanya angka kemiskinan akan menurun.

“Kemiskinan saja masih tetap urutan ke empat daerah termiskin, belum lagi persoalan ketimpangan pembangunan kabupaten dan kota jadi tidak salah juga kalau kita kata­kan pemerintah ini gagal membawah perubahan bagi Maluku,” tegasnya kepada Siwalima Senin (29/5).

Selain itu, berakhirnya masa jabatan Murad Ismail meninggal sejumlah persoalan termasuk hu­tang SMI yang harus dibayar oleh Pemerintah Provinsi Maluku hingga tahun 2027 mendatang.

Namun, kebijakan peminjaman yang dilakukan Pemerintah Provinsi Maluku dari PT Sarana Multi In­frastruktur sebesar 700 miliar ter­sebut hanya meninggalkan per­soalan dimana, begitu banyak proyek yang tidak tuntas dikerjakan atau mangkrak.

“Bayangkan saja kalau pinjaman SMI dikelola dengan baik sudah pasti pemerataan pembangunan terjadi dan ketimpangan pemba­ngunan tidak terjadi seperti hari ini,” kesalnya.

Pellu pun mengingatkan masya­rakat untuk kedepannya dapat memilih pemimpin daerah yang benar-benar berjuang bagi peruba­han daerah.

BEM Nilai Pukulan Telak

Terpisah, Koordinator BEM Nusantara Daerah Maluku, Adam Rahantan mengatakan sejumlah persoalan yang terjadi menjadi pukulan telak bagi Gubernur Maluku Murad Ismail dan Wakil Gubernur Barnabas Orno dipenghujung masa jabatannya.

Dijelaskan, perubahan di Maluku dapat terjadi jika pinjaman dana SMI dikelola dengan baik oleh Peme­rintah Provinsi Maluku artinya infrastruktur akan mendongkrak ekonomi masyarakat.

“Sejauh ini peminjaman dana SMI yang di lakukan Gubernur Maluku dan juga wakil gubernur Maluku tidak berhasil sebab sampai saat ini pembangunan di Maluku begitu-begitu saja tidak ada perubahan,” ujar Rahantan.

Bahkan, dari beberapa data terli­hat indeks pembangunan Manusia di Maluku 2022 berjalan lambat aki­bat masih terjadi disparitas pem­bangunan pada 11 kabupaten/kota.

Selain itu, penataan birokrasi dilingkup Pemerintah Provinsi Ma­luku masih belum berjalan dengan baik sebab penempatan pimpinan OPD tidak sesuai dengan kemam­puan akibatnya pelemahan secara birokrasi terjadi.

“Belum terlihat perubahan dan bahkan masih ada sejumlah per­soalan yang belum terselesaikan jadi jangan salah kalau kita menilai pemerintahan ini gagal membawah perubahan bagi Maluku,” tegasnya.

Rahantan pun meminta Gubernur Maluku Murad Ismail dan Wakil Gubernur Barnabas Orno untuk be­kerja maksimal disisa waktu periode 209-2024 sehingga ada perubahan walaupun dari aspek waktu tidak memungkinkan perubahan itu terjadi.

September Selesai

Menteri Dalam Negeri Tito Karna­vian memastikan 17 gubernur di Indonesia berakhir masa jabatannya September 2023 mendatang.

Nama Murad Ismail, termasuk dalam daftar 17 gubernur yang jabatannya akan berakhir itu.

“Bulan September nanti ada 17 gubernur habis masa jabatannya,” kata Tito di Rakor Pengelolaan Perbatasan di Ancol, Jakarta, Kamis (25/5).

17 Gubernur yang masa jabat­annya berakhir September yaitu, Gubernur Sumatera Utara Edy Rah­mayadi, Gubernur Riau Syamsuar, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru, Gubernur Lampung Arinal Junaidi.

Selanjutnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Pa­waransa, Gubernur Bali I Wayan Koster.

Berikutnya, ada Gubernur NTB Zulkieflimansyah, Gubernur NTT Viktor Laiskodat, Gubernur Kali­mantan Timur Isran Noor, Gubernur Maluku Murad Ismail, dan Gubernur Papua Lukas Enembe (nonaktif).

Kemudian, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji, Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, dan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba.

Kata Mantan Kapolri ini, peme­rintah akan segera menunjuk pen­jabat kepala daerah, gubernur, walikota dan bupati untuk mengisi posisi yang kosong hingga Pilkada 2024.

Dia mengimbau para pejabat eselon I yang berminat menjadi pen­jabat gubernur untuk mendaftar.

Belum Berhasil

Kendati masa jabatan Gubernur Maluku, Murad Ismail bersama wakil gubernur Barnabas Orno berakhir September mendatang, namun sejumlah kalangan menilai keduanya belum berhasil membangun Maluku dan meninggalkan sejumlah ma­salah yang belum terealisasi.

Akademisi Fisip UKIM, Amelia Tahitu menyayangkan pengelolaan birokrasi pemerintahan ditangan Gubernur Murad Ismail dimana tidak ada tanda-tanda perubahan di Ma­luku seperti yang dikampanyekan saat Pilgub 2018 lalu.

“Kalau tinggal empat bulan sudah berakhir dan tidak ada tanda-tanda perubahan yang terjadi di bawah kepemimpinan Gubernur, ya jadi mau mengharapkan apa lagi sisa empat bulan ini,” ujar Tahitu saat diwa­wancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (25/5).

Dijelaskan, sejak awal kampanye Murad dan Orno hadir dengan 16 program prioritas pembangunan yang diharapkan dapat membawa perubahan bagi Maluku namun ternyata tidak.

16 program prioritas yang diuangkan Murad-Orno hingga ditahun terakhir masa jabatan belum ada satu pun yang direalisasikan, bahkan sebaliknya meninggalkan sejumlah masalah.

“Hari ini angka kemiskinan, pe­ngangguran terbuka, pelayanan publik dibidang pendidikan dan kesehatan bermasalah semuanya, maka sesungguhnya pemerintah Murad Ismail tidak berhasil membangun Maluku,” tegasnya.

Selain itu, penataan birokrasi juga menjadi persoalan dimana pe­nempatan pejabat tidak sesuai dengan kemampuan dan keahlian, akibatnya pemerintah berjalan di tempat.

Bahkan, Murad Ismail mening­galkan beban bagi daerah dimana setiap tahunnya Pemprov harus membayar cicilan pinjaman dana SMI ratusan miliar rupiah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur.

Sementara tidak ada dampak dari pinjaman SMI yang dilakukan Pemerintah Provinsi Maluku, tetapi sebaliknya justru sejumlah masalah muncul dengan pembangunan yang menggunakan dana SMI.

Ketidakberhasilan Murad-Orno dalam memimpin Maluku, kata Tahitu, harus menjadi bahan eva­luasi bagi masyarakat maupun partai politik.

“Ini harus menjadi evaluasi semua pihak termasuk partai politik artinya harus ada evaluasi sejauhmana keberhasilan kinerja dalam mem­bangun daerah, jangan cuma cantum satu sampai enam belas tapi satu pun tidak dilakukan,” jelasnya.

Tahitu berharap siapapun yang menjadi pemimpin daerah kedepan harus dapat membangun Maluku, sehingga Maluku dapat sejajar dengan daerah lain.

Birokrasi Rapuh

Terpisah akademisi Fisip Unpatti, Victor Ruhunlela mengatakan dalam satu organisasi, pimpinan orga­nisasi yang sangat menentukan baik dan buruknya kinerja.

“Organisasi itu sangat ditentukan oleh komandannya dan bukan saja di Maluku tapi beberapa daerah lain sering kita jumpai ada pimpinan yang berhasil ada pimpinan juga yang tidak berhasil,” jelasnya.

Keberhasilan seorang pimpinan dapat dilihat dari proses pemba­ngunan, layanan publik, bahkan adanya inovasi-inovasi yang dila­kukan sehingga menyentuh dan mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

Dalam proses pelaksanaan pemerintahan di Maluku, memang harus diakui bahwa Murad Ismail merupakan seorang militer, dimana ketika masuk ke birokrasi akan mengalami kesulitan dalam menge­lola birokrasi sebab di militer meng­gunakan sistem komando.

Namun, sebenarnya jika Gubernur mampu mengelola dengan baik maka sistim komando tersebut menjadi keberuntungan dalam pemerintahan.

Menurutnya, selama pemerin­tahan Murad Ismail dan Barnabas Orno terjadi ketakutan  khususnya pada pejabat eselon II karena tidak mempunyai keberanian untuk mengatakan salah dan benar.

“Ketakutan inilah yang meng­akibatkan birokrasi yang di Maluku semakin rapuh, mestinya mereka menjelaskan kepada gubernur, untuk apa ada tim kejadian hukum dan sebagainya kalau tidak mampu memberikan sikap kepada guber­nur,” kesalnya.

Padahal, jika pejabat eselon II sejak awal berani menyatakan salah dan benar maka tidak terjadi pengelolaan pemerintahan seperti yang terjadi harii ini dengan sejumlah persoalan yang terjadi.

Karenanya, Ruhunlela berharap, adanya evaluasi dari semua pe­mangkuan kepentingan termasuk masyarakat dalam menentukan sikap bagi kemajuan Maluku kedepan.(S-20)