AMBON, Siwalimanews – Sidang kasus korupsi dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) dengan terdakwa Raja Negeri Porto, Kecamatan Saparua, Kabu­paten Malteng, Marthen Nanlohy terus bergulir di Pengadilan Negeri Ambon, Rabu (11/11).

Jaksa kembali mengh­a­dir­kan sejumlah tukang yang mengerjakan proyek yang dibiayai DD dan ADD sebesar Rp 2 miliar sebagai saksi.

Dalam persidangan ter­ungkap, modus korupsi DD dilakukan dengan me-mark up harga belanja material untuk pekerjaan tiga pro­yek infrastruktur di Desa Porto, yakni, pembangunan jalan setapak, jembatan pe­nghubung dan proyek posyandu.

Tak hanya harga material, namun upah tukang juga dimark up. Jaksa penuntut umum menyebut upah yang diterima para tukang yang mengerjakan posyandu senilai Rp 25,2 juta. Dia juga menunjukan bukti berupa kwitasi kepada majelis hakim.

Namun, saksi yang dihadirkan, yakni Kepala tukang bernama Ju­lianus Aponno, mengaku hanya menerima Rp 15 juta. Uang itu dibagi empat, masing-masing senilai Rp 3.750.000.

Baca Juga: Bidik Dana Konsinyasi, Jaksa Jangan Bernafsu Kejar Kasus

Dia bahkan mengaku tidak pernah menulis satu kwitansi pun atau menandatanganinya. Anehnya, buk­ti yang ditunjukkan jaksa tertulis nama serta tandatangannya.

Anehnya lagi, dalam kwitansi pembayaran upah pengerjaan pos­yandu seluas 4×5 meter itu tertulis Rp. 25.200.000. “Upah kerja hanya Rp. 15 juta untuk kami empat orang,” kata Aponno.

Aponno mengaku, uang itu di­serahkan bendahara padanya. Dia menjelaskan, harga itu lebih tinggi dari semula yang ditawarkan para pekerja hanya Rp 12 juta.

“Pertama katong minta 12 juta, tapi bendahara bilang terlalu kecil. Jadi upahnya jadi 15 juta,” ujarnya.

Dia menceritakan, saat menger­jakan posyandu, semua bahan telah disiapkan. Saat itu, sudah ada semen sebanyak 30 sak, pasir 5 reg, batako 600 buah, besi 6 staf, papan hingga kayu rep. “Kita ini cuma tahu kerja saja, anggarannya kita tidak tahu,” jelasnya.

Sementara itu, saksi lainnya mengaku tidak dibayar. Dia mengaku, bekerja secara cuma-cuma hanya untuk negeri. “Kita kerja sukarela tanpa terima upah,” ujar Yacob.

Yacob mengerjakan renovasi perahu belang bersama tiga orang lainnya. Perahu belang itu, katanya, didatangkan dari Seram.

Saat bekerja, mereka sudah menyiapkan lem hingga kayu. Dia mengaku tidak tahu menahu soal anggaran dalam proyek tersebut.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Ardi membeberkan peran Marthen Nanlohy dalam melakukan perbuatan melawan hukum terhadap pengelolaan keuangan Negeri Porto Tahun 2015 hingga 2017 secara tidak benar dan akuntabel.

Jaksa menyebut, modus yang digunakan Nanlohy adalah manipulasi volume maupun harga bahan, sehingga antara nilai harga riil yang dialokasikan secara nyata di lapangan tidak sama dalam laporan pertanggungjawaban.

Nanlohy diangkat menjadi raja tanggal 30 November 2017 bersama Salmon Noya selaku bendahara dan Hendrik Latuperissa.

Pada tahun 2015, 2016 dan 2017 Pemerintah Negeri Porto mendapat DD dan ADD sebesar Rp 2 miliar. Anggaran tersebut diperuntukan bagi pembangunan sejumlah item proyek, diantaranya, pembangunan jalan setapak, pembangunan jembatan penghubung dan proyek posyandu. Diduga raja, bendahara dan sekretaris memperkaya sendiri, sehingga merugikan negara Rp 328 juta. (S-49)