AMBON, Siwalimanews – Kaur Pembangunan Negeri Porto, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Elisa Sahertian mengaku, menekan sejumlah kwitansi

Pengakuan tersebut disampaikan saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi DD Negeri Porto dengan terdakwa Marthen Nanlohy yang digelar di Pengadilan Tipikor Ambon, Rabu (18/11).

Kata saksi, dia pernah menandatangani lebih dari lima kwitansi pembayaran dan itu atas perintah bendahara senilai Rp. 10 hingga Rp 54 juta.

Walaupun demikian, lanjut saksi, dirinya tidak mengambil sepeserpun dari teken tandatangan tersebut.

Sahertian menceritakan, dia menandatangani semua kwitansi itu di kantor desa.  Hanya saja, Sahertian sudah tidak mengingat lagi detail transaksi-transaksi itu.

Baca Juga: Gadis 15 Tahun Diperkosa Ayahnya Hingga Hamil

“Saya disodorkan kwitansi yang ada nominal uang langsung saya tandatangan,” katanya.

Menurut saksi, sejumlah barang yang dibelinya atas perintah bendahara. Setelah dibelanjakan, semua nota pembayaran langsung diserahkan ke bendahara.

Anehnya, dia mengelak saat ditanya hakim apakah dia menerima sejumlah uang atas kerjanya itu. Dia bahkan mengaku, uang transportasinya ditanggung sendiri.

“Siapa suruh saya pergi saja. Saya bahkan bisa pergi dengan uang yang ada di tangan saya,” ucapnya.

Anehnya lagi, sebagai kepala di bidang pembangunan desa dia hanya mengawasi kerja dengan melihat-lihat saja. Dia tidak bisa menjelaskan, bagai­mana pekerjaan pembangunan sejumlah proyeknya itu. “Saya cuma awasi saja. Saya pergi liat-liat saja begini,” katanya sambil menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan.

Dalam persidangan sebelumnya juga terungkap, modus korupsi DD dilakukan dengan memark up harga belanja material untuk pekerjaan tiga proyek infrastruktur di Desa Porto yakni, pembangunan jalan setapak, jembatan penghubung dan proyek posyandu. Tak hanya harga material, namun upah tukang juga dimark up.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Ardi membeberkan peran Marthen Nanlohy dalam melakukan perbuatan melawan hukum terhadap pengelolaan keuangan Negeri Porto Tahun 2015 hingga 2017 secara tidak benar dan akuntabel.

Jaksa menyebut, modus yang digunakan Nanlohy adalah manipulasi volume maupun harga bahan, sehingga antara nilai harga riil yang dialokasikan secara nyata di lapangan tidak sama dalam laporan pertanggungjawaban.

Nanlohy diangkat menjadi raja tanggal 30 November 2017 bersama Salmon Noya selaku bendahara dan Hendrik Latuperissa.

Pada tahun 2015, 2016 dan 2017 Pemerintah Negeri Porto mendapat DD dan ADD sebesar Rp 2 miliar. Anggaran tersebut diperuntukan bagi pembangunan sejumlah item proyek, diantara­nya, pembangunan jalan seta­pak, pembangunan jembatan penghubung dan proyek pos­yandu. Diduga raja, bendahara dan sekretaris memperkaya sendiri, sehingga merugikan negara Rp 328 juta. (S-49)