AMBON, Siwalimanews – Tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang di BNI 46 Ambon atas nama Andi Yahrizal Yahya alias Cellu selaku KCP Mardika dan terdakwa Marce Muskitta Marce Muskita selaku KCP Masohi menilai putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon pada Pengadilan Negeri (PN) Ambon cacat hukum.

“Kalau dilihat dari isi putusan ini maka tidak ada satupun kepastian hu­kum sehingga menimbulkan pertanya­an kami bahwa klien kami ini akan di­eksekusi  dengan menggunakan berkas per­kara yang mana?, karena berkas milik klien kami ini juga ada perkara terdakwa lainnya. Jadi menurut kami, pu­tusan ini cacat hukum,” tandas PH ter­dakwa Cellu, Yafet L Sahupala, kepada wartawan, di Ambon, Sabtu (22/8).

Selain itu, kata Sahupala, pada hala­man 2  petikan putusan,  tertera klien­nya didampingi Penasihat Hukum Jo­nathan Kainama, Noija Fileo Pistos, Taha Latar, Jacobis Siahaya, Ma’ad Patty, H elmi Sulilatu, Oriana Elkel, Edward Diaz, Theodore M Solisa, Dodi L.K Soselisa, Irwaty Bella, Hendrik Samalelaway dan Anastasia Pattiasina padahal itu bukan tim PH dari terdakwa Cellu.

“Terdakwa Cellu mempunyai tim PH yakni Marlyn E Polnaja, Izra Jinga Saeani, Hasrudin, Herly T Akihary dan saya sendiri dan surat kuasa sudah di­masukan sebelum proses persidangan dimulai dan kita itu ada berjumlah lima orang bukan Jonathan Kainama, dkk sebagaimana yang tertera dalam peti­kan putusan milik klien kami,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan Izra bahwa, putusan telah dibacakan pada tanggal 11 Agustus 2020, sampai saat ini belum menerima salinan putusan namun sudah ada petikan putusan, tentu sebagai PH para terdakwa, pihaknya menghormati proses hukum namun sembari menunggu salinan putusan pihaknya mempelajari petikan putusan tersebut.

Baca Juga: Kajati Minta BPKP Percepat Audit Korupsi Repo Saham

“Setelah kami mempelahari petikan pu­tusan ternyata kami menilai ada ke­tidakpastian dalam putusan ini dimana dalam perkara ini diajukan dengan masing-masing nomor register namun ternyata di amar putusan ini kami meli­hat semua terdakwa dihukum dalam pu­tusan klien kami. Inilah letak dari keti­dakpastian hukum putusan ini,” bebernya.

Perihal fakta, lanjut dia, saat ini pihak­nya belum bisa mengungkapkannya tetapi dalam konsep memori banding akan termuat disana, bahkan piaknya tidak mengoreksi kerja hakim tetapi butuh kepastian tentang amar putusan tersebut.

“Menyikapi isi putusan dari klien kami, klien kami diputus dengan enam perkara karena dari tiga petikan putusan yang ada di tangan kami, amarnya sama sehingga berdasarkan formil dan praktek peradilan eksekusi itu sesuai dengan apa yang ada dalam amar putusan maka memperhati­kan pu­tusan ini, klien kami diputus dalam enam berkas perkara yang seyogyanya klien kami harus diputus tunggal maka putu­san demikian sangat tidak memenuhi syarat formal putusan,” tandasnya.

Kalau bicara hukum, tegas Izra, maka harusnya terdakwa-terdakwa ini harus menjalani enam putusan itu maka saat ini dapat berkesimpulan sementara bahwa para terdakwa dihukum dengan hukuman 18 tahun kali dengan enam ber­kas perkara maka totalnya 128 tahun.

“Kami juga sudah mempelajari, apa­kah ini bagian dari kesalahan penulisan namun kesalahan putusan yang menurut kami harusnya tidak dalam bentuk seperti ini. Ini secara tegas, terang dan jelas bahwa putusan ini dibuat dalam kondisi sehat, normal tetapi kenapa bisa terjadi seperti ini,” ujarnya.

Izra juga mempertanyakan, bagai­mana dengan status hukum terdakwa Krestian­tus Rumahlewang dan selaku KCP Tual, Joseph Resley Maitimu alias Ocep selaku KCP Kepulauan Aru, yang perkaranya sudah ingkra namun ber­kasnya bersama dengan berkas perkara terdakwa lain yang akan mengajukan banding nantinya.

Sementara itu, Kelson Haurissa se­laku Penasihat Hukum terdakwa Marce Muskitta mengatakan, dalam perkara ini masing-masing terdakwa terdaftar dengan nomor perkara masing-masing  maka mestinya putusan juga masing-masing namun fakta yang terjadi dalam petikan putusan adalah dalam satu nomor perkara seluruh pertimbangan hukum dan putusan ada.

Dirinya mencontohkan misalnya ter­dak­wa Marce dihukum, Soraya dihukum, Fa­­radiba dihukum dan sebagainya seba­lik­nya di perkara lain artinya ini sebuah putusan.

“Yang menjadi persoalan bagi kami, ketika Marce dihukum dengan putusan 08 tapi kemudian di perkara 07 misal­nya atas nama Krestiantus Rumahle­wang juga ada, maka wajib hukumnya Marce juga harus dihukum dalam per­kara 07 karena ini pu­tusan, sehingga bagi kami ini sangat membingungkan, klien kami ini akan dihu­kum dengan putu­san yang mana ? kalau kita bicara terkait dengan formilnya se­buah putu­san maka wajib dihukum selu­ruhnya padahal dalam putusan kemarin hanya dihukum 18 tahun tetapi dalam putusan ini kalau dikalikan 6 terdakwa ditambah 20 tahun maka klien kami dihukum sekitar 128 tahun,” cetusnya.

Menurutnya, pihaknya tidak bermak­sud untuk mengoreksi kinerja Penga­dilan Tipikor Ambon pada PN Ambon namun ending dari sebuah proses hukum di peng­adilan itu yakni mencari kebenaran sehi­ngga apakah sebuah putusan ini sebuah kebenaran untuk menghukum klien kami ?. “Kalau klien kami harus dihukum dengan perkara nomor 08 tetapi juga harus dihukum dengan perkara-perkara yang lain maka ini tidak adil,” kata Haurissa didampingi PH, Jacob Waas.

Sebelumnya, Faradiba Yusuf divonis dengan hukuman berat oleh majelis hakim dalam kasus korupsi dan TPPU di BNI Ambon dengan pidana 20 tahun penjara, denda 1 miliar subsider 6 bulan penjara.

Hakim juga menghukum Faradiba membayar uang penganti Rp 22 miliar, subsider 7,6 tahun penjara.

Faradiba adalah aktor utama penja­rahan dana nasabah di BNI Ambon. Untuk memuluskan kejahatannya, dia didu­kung oleh sejumlah kepala cabang pembantu, anak angkatnya dan pejabat BNI Wilayah Makassar.

Faradiba melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pembe­rantasan Tindak Pidana Korupsi seba­gai­mana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 Tentang Pence­gahan dan Pemberantasan Tindak Pida­na Pencucian Uang, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Sementara itu, anak angkat Fara­diba, Soraya Pelu, terdakwa Marce Mus­kita selaku KCP Masohi, Krestiantus Rumah­lewang selaku KCP Tual, Joseph Resley Maitimu alias Ocep selaku KCP Kepulauan Aru dan Andi Yahrizal Yahya alias Callu selaku KCP Mardika dihukum 18 tahun penjara, denda 500 juta subsider 6 bulan.

Majelis hakim juga menghukum em­pat kepala cabang itu, membayar uang pengganti. Terdakwa Kres diwajibkan membayar uang pengganti Rp.50 juta, terdakwa Marce Rp 75 juta subsider 5,6 tahun, terdakwa Yosep Rp. 398 juta subsider 5,6 tahun penjara, dan ter­dakwa Andi Rp 35 juta.

Majelis hakim menyatakan, para ter­dakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU di BNI Ambon. “Menyatakan terdakwa Faradiba Yusuf  telah terbukti secara sah dan me­yakinkan menurut hukum bersa­lah mela­kukan tindak pidana korupsi secara ber­sama-sama,” tandas ketua majelis hakim, pasti Tarigan saat membacakan putusan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dan TPPU di BNI Ambon, Selasa (11/8). di Pengadilan Tipikor Ambon.

Putusan hakim terhadap Faradiba Yusuf sama dengan tuntutan jaksa. Sementara itu, putusan hakim itu lebih berat dari tuntutan jaksa bagi keempat kepala cabang.

Sebelumnya, JPU Kejati Maluku me­minta majelis hakim menghukum Fara­diba 20 tahun penjara, denda Rp. 1 mi­liar subsider 6 bulan penjara, membayar uang pengganti Rp. 49,72 miliar, subsi­der 10 tahun penjara.  Sehingga akumu­lasi hukuman pidana yang harus dijalani Faradiba selama 30,6 tahun penjara.

Anak angkat Faradiba, Soraya Pelu juga dituntut hukuman penjara yang sama oleh jaksa. Sementara ter­dakwa Marce Muskita selaku KCP Masohi ditun­tut 11 tahun, Krestiantus Rumahlewang selaku KCP Tual dituntut 13 tahun, Joseph Resley Maitimu alias Ocep selaku KCP Kepulauan Aru dan Andi Yahrizal Yahya alias Callu selaku KCP Mar­dika dituntut 15 tahun penjara.Mendengar putusan hakim, Faradiba dan Soraya Pelu melalui penasehat hukumnya Jo­nathan Kainama menyatakan banding, Sementara keempat kepala cabang me­nyatakan pikir-pikir. Jumlah kerugian dalam kasus ini sesuai hasil audit BPK sebesar Rp 58,9 miliar. Faradiba Yusuf menikmati Rp. 49,72 miliar. Sementara Marce Muskita alias Ace Rp. 75 juta, Kres­tiantus Rumahlewang alias Kres menda­pat Rp. 50 juta, Joseph Resley Maitimu alias Ocep  Rp. 100 juta,  Andi Yahrizal Yahya alias Callu Rp. 35 juta, dan Soraya Pelu sebesar Rp. 9,5 miliar. (S-16)