AMBON, Siwalimanews – Mantan Ketua Sinode GPM, Pdt Johny  Ch Ruhulessin secara resmi menerima SK guru besar dari Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI)  Wilayah  XII, Rabu (19/10).

Selanjutnya, pada 16 November menda­tang, tenaga pengajar Fakultas Thelogia UKIM ini akan diku­kuh­kan menjadi guru besar.

Ruhulessin meng­ung­kapkan, semua yang diraihnya saat ini adalah anugerah Tuhan dank arena itu dia patut ber­syukur.

“Beta memaknai guru besar ini semata-mata hanya sebagai kemu­rahan Tuhan, berkat dan anugerah Tuhan. Oleh karena itu dengan berkat dan kemurahan Tuhan itu bagaimana beta punya komitmen etik tanggung jawab yang baru itu, sehingga patut disyukuri, patut disembah, yang patut dipuji adalah Tuhan sendiri,” ungkap Ruhulessin kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Kamis (20/10).

Disisi yang lain, Ruhulessin juga sangat bersyukur karena apa yang dicapainya ini juga atas dukungan dan dorongan dari berbagai ka­langan.

“Beta juga merasa ini juga doro­ngan banyak dari teman yang men­dorong beta untuk menyelesaikan­nya, beta juga berterima kasih ke­pada semua pihak termasuk dida­lamnya Kementerian Dirjen Dikti, termasuk Dikti Wilayah XII, UKIM, Fakultas Teologia secara khusus, pemerintah provinsi dan GPM serta sahabat-sahabat,” tuturnya.

Dikatakan, dalam pengkuhan pada 16 November mendatang, ddirinya akan menyampaikan pidato ilmiah tentang Etika Publik sebagai Nadi dari Etika Kebangsaan.

Dijelaskan, hidup didalam sebuah masyarakat Indonesia yang ber­asaskan Pancasila, maka dibutuh masyarakat yang majemuk, bagai­mana membangun Indonesia Merdeka didalam wilayah nusantara

“Kita membutuhkan kehidupan bersama yang penuh keadilan, dan oleh karena itu kita butuh sebuah perspektif etika publik yang bisa mendorong kita membangun etika kebangsaan,” ujarnya.

Ruhulessin menyebutkan diser­tasinya juga menyangkut etika publik yang digali dari

budaya pela di Maluku, dengan gagasan itu maka untuk membangun sebuah perspektif kehidupan ber­masyarakat, kehidupan beragama yang berbasis pada etika publik. Dimana etika publik itu bersumber dari Pancasila dan budaya bangsa.

“Bagaimana kemudian bisa terjelma didalam kehidupan bersama bangsa dan negara, terutama masya­rakat Ma­luku. Etika publik itu sangat penting. Karena kita hidup ditengah banyak masalah, kita akan meng­hadapi masalah agama, masalah ekologi, masalah diskrupsi tekno­logi, kemudian kita bicara politik identitas, kita bicara radikalisme, masalah-masalah sema­cam ini akan dihadapi bangsa ini, bagaimana kemudian kita memba­ngun sebuah tatatan kehidupan ber­sama yang berbasis pada kehidupan etik bangsa ini,” tuturnya.

Lebih jauh kata Ruhulessin, menga­pa membutuhkan kehidupan etik, ka­rena tidak bisa membangun kehidupan beragama pada basis benar salah mi­salnya, tetapi memba­ngun kehidupan beragama pada basis etika oleh karena ke­sepakatan kita pada negara.

“Dan oleh karena itu bagaimana kita mewujudkan tanggung jawab bersama didalam masyarakat. Saya akan mencoba mengagas pemikiran bagaimana itu membangun sebuah etika publik sebagai nadi etika kebangsaan, kenapa oleh karena kita berada ditengah-tengah perubahan besar dan oleh karena itu kita mesti menjadi bangsa yang betul-betul bersandar pada kehidupan kita bersama,” ujarnya. (S-05)