AMBON, Siwalimanews – Rumah Sakit Otto Kuyk Passo sampai saat ini belum menerapkan tarif rapid test sebesar Rp 150 ribu sesuai surat edaran (SE) Kementerian Kesehatan.

Pasalnya, pihak rumah sakit sampai dengan saat ini masih mematok biaya rapid kepada para pelaku perjalanan sebesar Rp 560-620 ribu.

“Untuk kita di RS Otto Kuyk masih gunakan harga standar untuk sekali rapid tarifnya Rp 560 ribu jika dilakukan saat masih jam kerja. Namun jika sudah diluar jam kerja itu tarifnya Rp 620 ribu,” ungkap Kabag Pelayanan Medic RS Otto Kuyk dr Yongki Stevanus kepada Siwalimanews di ruang kerjannya, Kamis (9/7).

Saat ditanya mengapa penetapan tarif rapid test di RS Otto Kuyk tak mengikuti SE Kemenkes yang menetapkan harga rapid test tertinggi Rp 150 ribu, Yongki mengaku, pihaknya memang sudah mengetahui SE Kemenkes, namun belum mengikutinya, sebab belum ada sosialisasi aupun koordinasi dari Dinkes kota maupun provinsi sehingga traif lama masih tetap dipakai.

“SE memang sudah diterima kami di RS ini tetapi surat itu ditujukan untuk gubernur, walikotas, Dinkes Kota Ambon serta Dinkes provinisi. Untuk itu kita masih tunggu koordinasi dari Pemkot Ambon maupun provinsi soal SE kemenkes ini. Bahkan belum ada surat edaran resmi yang buat Dinkes Kota Ambon,” ujarnya.

Baca Juga: Toisutta Minta Harga Rapid Sesuai SE Kemenkes

Menurutnya, selama ini pihak rumah sakit telah berkoordinasi dengan provinsi namun, pihak provinsi hanya mengatur instansi pemerintah yang tak boleh menarik biaya rapid, sementara di RS Otto Kuyk adalah RS Swasta.

Walaupun demikian, secara prinsip, pihaknya tetap akan mengikuti aturan, jika Dinas Kesehatan telah mengeluarkan surat edaran lanjutan dari Kementrian Kesehatan.

“Kita semua ada dibawa nauangan Dinkes. Jadi jika surat edaran dari Dinkes sudah sampai untuk kita, maka tetap kita akan ikuti aturan itu,” tegasnya.

Sementara itu, Sekot Ambon A.G Latuheru saat dikonfirmasi wartawan di Baileo Rakyat Belakang Soya, Kamis (9/7) mengaku, selama ini pemkot tidak pernah melakukan rapid test mandiri, sebab yang dilakukan Dinkes kota hanyalah program untuk masyarakat yang dikategorikan sebagai tracking.

“Rapid test yang dibayar oleh pelaku perjalanan itu dilakukan oleh rumah sakit swasta dengan kisaran harga Rp 400-700 ribu/orang,” ujarnya.

Namun dengan adanya SE Kemenkes, maka setiap RS atau klinik harus menyesuaikan dengan harga yang ditetapkan Kemenkes tertinggi yaitu sebesar Rp 150 ribu/orang.

Menyaol tentang apakah pemkot melalui Dinkes sudah melayangkan surat edaran lanjutan kemenkes ini ke setiap RS dan klinik yang melakukan rapid test, sekot mengaku menyangkut hal itu ia belum mengetahuinya.

“Saya belum tahu apakah Dinkes sudah menandatangi surat untuk persetujuan biaya rapit test untuk disampaikan kepada semua pelayanan rapid tes di kota ini atau belum, tetapi yang pasti harus disesuaikan dengan SE dari Kemenkes,” tandasnya. (Mg-5)