AMBON, Siwalimanews – Rapid Test selama ini menjadi lahan bisnis untuk mengeruk keuntungan. Har-ganya dipatok bervariasi. Banyak warga mengeluh, karena tidak bisa untuk membayar.

Selama ini harga rapid test beragam, dari Rp 350 ribu hingga Rp 700 ribu. Warga yang masuk rumah sakit wajib melakukan rapid test. Begitupun dengan pelaku perjalanan.

Pemkot Ambon menetapkan enam fasilitas kesehatan yang bisa melakukan rapid test, yaitu Rumah Sakit Sumber Hidup, Rumah Sakit Bhakti Rahayu, Rumah Sakit Al Fatah, Rumah Sakit Otto Kuyk, Apotik Kimia Farma dan Klinik Prodia. Kendati begitu, pemkot tidak menetapkan harga tertinggi untuk rapid test, sehingga harga yang dipatok bervariasi.

Olehnya masyarakat memberikan apresiasi atas terbitnya Surat Edaran Kementerian Kesehatan yang menetapkan tarif tertinggi rapid test Rp 150 ribu. Sehingga masyarakat tidak lagi dijadikan objek bisnis.

Akademisi Hukum IAIN Ambon, Nazarudin Umar mengatakan, Surat Edaran Kemenkes tentang batas tertinggi biaya rapid test untuk menyikapi persoalan ketidakpastian selama ini mengenai biaya rapid test yang dikenakan kepada masyarakat.

Baca Juga: Sakit, 16 ABK Cumi Diturunkan di Dobo

“Tentu kita merespon dengan baik surat edaran ini, sehingga menjadi dasar pijakan secara nasional terkait dengan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang berkepastian hukum dari segi harga,” kata Nazarudin, kepada Siwalima, Rabu (8/7).

Nazarudin mengungkapkan, fakta menunjukan banyak masyarakat yang resah karena tidak adanya standar harga rapid test yang sama serta ketidakpastian dari segi bukti pembayaran. Terkadang tidak diberikan kwitansi atau semacam nota pembayaran, sehingga tidak ada transparansi.

Nazarudin menduga telah terjadi mal administrasi atas pelayanan medis khusus soal rapid test, padahal negara telah mengalokasikan anggaran yang besar, tetapi masyarakat masih dibebankan membayar rapid test.

Dengan adanya surat edanan itu, maka harus diberlakukan secara seragam di seluruh fasilitas kesehatan di Maluku, dan tanggung jawab Dinas Kesehatan Provinsi Maluku dan kabupaten kota untuk melakukan sosialisasi dan pengawasan.

“Masyarakat harus proaktif melaporkan jika ada oknum tertentu yang menarik harga rapid test di luar harga yang telah ditetapkan Surat  Edaran Kemenkes,” tandas Nazarudin.

Hal senada disampaikan Akademisi Fisip Unpatti, Said Lestaluhu. Menurutnya, Surat Edaran Kemenkes merupakan bentuk perbaikan di tingkat kebijakan.

“Dengan demikian semua aparatur kesehatan di tingkat bawah harus menyesuaikan harga tersebut,” kata Lestaluhu.

Menurutnya, kepala daerah juga harus dapat menginformasikan dan memberikan instruksi kepada kepala Dinas Kesehatan untuk menjalankan Surat Edaran Kemenkes itu.

“Jika tidak maka penilaian masyarakat yang memang selama ini menafsirkan bahwa ada upaya mencari keutungkan dari harga rapid test yang dipatok oleh fasilitas kesehatan menjadi kebenaran yang sulit dielakkan,” ujarnya.

Ketua GMKI Cabang Ambon, Almindes Syauta juga memberikan apresiasi atas kebijakan Kemenkes.

‘Bagi kami langkah mengeluarkan surat edaran itu perlu diapresiasi supaya ada sebuah pemerataan terkait dengan harga rapid test,” ujar Syauta.

Menurutnya, Dinas Kesehatan perlu melakukan pengawasan. Jangan sampai Surat Edaran Kemenkes itu tak jalan.

Ketua Satuan Tugas Covid-19 DPD KNPI Maluku, Santos Walalayo juga menyampaikan hal serupa. “Kami dari KNPI Maluku sangat memberikan apresiasi atas langkah bijak ini,” ujarnya.

Kebijakan Kemenkes itu, kata Walalayo, karena selama ini rapid test menjadi persoalan bagi masyarakat. Harga yang ditetapkan menyusahkan masyarakat.

“Masyarakat sudah susah akibat dampak pandemi Covid-19, dibuat tambah susah lagi dengan harga rapid test yang mahal,” tandasnya.

Ia meminta pemda melalui Dinas Kesehatan melakukan pengawasan lebih ketat. Dikhawatirkan Surat Edaran Kemenkes itu tak jalan maksimal.

“Sosialisasi juga perlu sehingga masyarakat juga tahu, dan bisa melakukan kontrol,” ujarnya.

Apresiasi terhadap kebijakan Kemenkes juga disampaikan Ketua Cabang HMI Ambon, Mizwar Tomagola, yang menetapkan batas maksimal harga rapid test Rp. 150 ribu.

“Kami sangat menyambut baik surat edaran dari Kemenkes,” ujarnya.

Dia mengatakan, sudah menjadi rahasia umum bahwa rapid test dijadikan sebagai lahan bisnis selama ini. Sehingga perlu pengawasan yang ketat oleh Dinas Kesehatan, menyusul Surat Edaran Kemenkes itu.

“Pemerintah di daerah harus betul-betul memastikannya, jangan sampai ada pihak-pihak tertentu yang tidak mengikuti keputusan Kemenkes. Kalau itu terjadi maka harus dipidanakan,” tandasnya.

Anggota Komisi I DPRD Kota Ambon Julius Toisutta mengatakan, dengan adanya Surat Edaran Kemenkes maka rapid test tidak bisa lagi menjadi lahan bisnis.

“Semua RS dan klinik harus mengikutinya, jangan rapid dijadikan lahan bisnis,” tegas Toisutta.

Toisutta meminta Dinas Kesehatan bersikap tegas. Jika ada fasilitas layanan yang tidak menjalankan Surat Edaran Kemenkes maka harus ditindak.

“Pemkot harus tegas kepada rumah sakit dan klinik yang tak mau ikuti SE Kemenkes, karena masyarakat sampai saat ini sangat resah dengan tarif rapid. Jika perlu Klinik yang masih pasang tarif tinggi dicabut izinya,” tandasnya.

Wakil ketua DPRD Maluku Aziz Sangkala juga meminta Dinas Kesehatan segera menindaklanjuti Surat Edaran Kemenkes itu.

“Kebijakan penetapan batas tertinggi ini, akan membuat masyarakat akan sangat bersyukur, terutama bagi masyarakat yang akan melakukan perjalanan, baik keluar daerah maupun ke wilayah-wilayah tertentu yang mensyaratkan harus memiliki rapid test,” ujarnya.

Sangkala mengatakan, jika masih ada pihak fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan pelanggaran, maka harus ada sanksi.

“Dinas Kesehatan harus tetap mengawasi seluruh fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan layanan rapid test, agar tidak melewati batas harga tertinggi yang sudah ditetapkan Kemenkes,” tandasnya.

Klaim Sudah Berlaku

Kepala Dinas Kesehatan Maluku, Meikyal Pontoh mengklaim, Surat Edaran Kemenkes Nomor: HK.02.02/1/2875/2020 tentang batasan tarif tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi sudah berlaku.

Biaya rapid test Rp. 150 ribu. Kapan mulai diberlakukan, kata Pontoh, kewenangan ada di pemerintah kabupaten kota.

“Jadi sudah berlaku, namun pastinya Ambon misalnya ada di kepala daerah yang punya kewenangan,” kata Pontoh kepada wartawan di Kantor Gubernur Maluku, Rabu (8/7).

Pontoh mengatakan, rapid test bagi pelaku perjalanan hanya dilayani rumah sakit swasta dan klinik swasta. “Pokoknya semua yang swasta, bukan ke rumah sakit pemerintah,” jelasnya.

Lanjutnya, rumah sakit pemerintah tidak diperbolehkan rapid test bagi pelaku perjalanan, kecuali pasien yang hendak berobat, OTG, ODP dan PDP. Screening juga digratiskan karena memiliki BPJS Kesehatan.

“Rumah sakit pemerintah tidak boleh menarik biaya, puskesmas tidak boleh menarik biaya, karena rapid test yang ada di instansi pemerintah itu sumbangan dari pemerintah atau dibeli dengan APBD. Jadi tidak boleh digunakan untuk pemanfaatan lain, selain untuk PDP, ODP, dan screening,” tegasnya.

Ditanya kenapa hanya enam fasilitas layanan kesehatan di Ambon yang diberikan kewenangan untuk melakukan rapid test, Pontoh mengatakan, di Ambon mungkin hanya itu saja yang ada.

“Menurut mereka (Dinas Kesehatan) hanya 6 layanan kesehatan itu yang ada di Kota Ambon yang bisa memberikan layanan rapid test mandiri kepada pelaku perjalanan,” ujarnya.

Bagaimana dengan rapid test yang dilakukan dokter praktek, Pontoh mengaku, dokter praktek tidak diatur oleh pemerintah.

“Dokter praktek tidak diatur oleh pemerintah, mereka diatur oleh ikatan profesi, jadi tidak direkomendasikan,” tandasnya.

Disesuaikan

Walikota Ambon, Richard Louhenapessy memastikan harga rapid test di fasilitas layanan kesehatan di Kota Ambon akan disesuaikan dengan Surat Edaran Kemenkes.

“Nah kalau you baca SK terakhir itu dengan nilainya itu, nah itu melalui SK Menteri. Ya sudah itu disesuaikan saja to,” tandas walikota ketika dikonfirmasi wartawan di Balai Kota, Rabu (8/7).

Walikota mengakui, sebelumnya tarif rapid test di fasilitas kesehatan yang direkomendasikan Pemkot Ambon berbeda-beda, namun akan disesuaikan dengan Surat Edaran Kemenkes.

“Pemerintah kota memberikan rekomendasi kepada institusi-institusi mana yang bisa melaksanakan rapid test, dan itu rekomendasi resmi yang kalau misalnya mau ikuti perjalanan, keterangan dari institusi itu. Tapi harganya itu ditentukan oleh pemerintah,” ujarnya.

Surat Edaran Kemenkes

Seperti diberitakan, Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat edaran penetapan batas maksimal harga rapid test antibodi sebesar Rp. 150 ribu.

Dalam Surat Edaran Nomor HK.02.02/1/2875/2020 tentang batasan tarif tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi tertanggal 6 Juli 2020 yang diteken Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Bambang Wibowo yang kopiannya diterima Siwalima, Selasa (7/7) itu dijelaskan, salah satu modalitas dalam penanganan Covid-19 di Indonesia adalah menggunakan rapid test dan atau rapid test antibodi pada kasus kontak dari pasien konfirmasi Covid-19.

Rapid test antigen atau rapid test antibodi dapat juga digunakan untuk menapis adanya infeksi Covid-19 diantara kelompok OTG, ODP, PDP pada wilayah yang tidak mempunyai fasilitas untuk pemeriksaan PR-PCR atau tidak mempunyai media pengambilan spesimen (swab dan atau VTM).

Pemeriksaan rapid test hanya merupakan penapisan awal. Hasil pemeriksaan rapid test harus tetap dikonfirmasi dengan menggunakan RT-PCR. Sebaliknya, pemeriksaan RT-PCR tidak mengharuskan adanya pemeriksaan rapid test terlebih dahulu.

Dijelaskan lagi, rapid test antibodi banyak dilakukan di masyarakat pada saat akan melakukan aktivitas perjalanan orang dalam negeri. Rapid test antibodi dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan atau di luar fasilitas pelayanan kesehatan, selama dilakukan oleh tenaga kesehatan.

Harga yang bervariasi untuk melakukan pemeriksaan rapid test menimbulkan kebingungan di masyarakat. Untuk itu diperlukan peran serta pemerintah dalam masalah, tarif pemeriksaan rapid test antibodi agar masyarakat, tidak merasa dimanfaatkan untuk mencari keuntungan.

Surat edaraan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian bagi masyarakat dan pemberi layanan pemeriksaan rapid test antibodi agar tarif yang ada, dapat memberikan jaminan bagi masyarakat agar mudah untuk mendapatkan pelayanan pemeriksaan rapid test antibodi.

Sehubungan dengan hal tersebut, pihak terkait agar menginstruksikan kepada fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan pemeriksaan rapid test antibodi untuk mengikuti batasan tarif maksimal dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut;

Satu, Batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan rapid test antibodi, adalah Rp. 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah). Dua, Besaran tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada angka 1 (satu) berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan rapid test antibodi atas permintaan sendiri.

Tiga, pemeriksaan rapid test antibodi, dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan. Empat, agar fasilitas pelayanan kesehatan atau pihak yang memberikan pelayanan pemeriksaan rapid test antibodi dapat mengikuti batasan tarif tertinggi yang ditetapkan.

Surat edaran ini ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan provinsi, Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota, Kepala/Direktur Utama/Direktur rumah sakit, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, Ketua Sosiasasi Klinik Indonesia (ASKLIN), Ketua Perhimpunan Klinik dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Indonesia (PKFI), Ketua Asosiasi Dinas Kesehatan seluruh Indonesia dan Ketua Ikatan Laboratorium Klinik Kesehatan Indonesia (IKLI) di seluruh Indonesia.

Tembusan surat ini juga disampaikan kepada Menteri Kesehatan, Sekjen Kemenkes dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (Cr-2/Cr-1/Mg-5/Mg-6/S-39).