NAMLEA, Siwalimanews – Emas murni hasil olahan dan bahan berbahaya sianida, ditemukan di rumah pengusaha emas di Buru.

Tim Ditreskrimsus Polda Maluku menggrebek rumah pengusaha emas, Mirna Jamrud di Desa Kayeli, Kecamatan Teluk Kayeli, Kabupaten Buru, Senin (28/2).

Dalam penggerebekan itu, polisi berhasil menyita 362 gram emas, 12 kotak bahan berbahaya beracun sianida dan 7 kaleng sianida berukuran 50 kilo.

Ikut juga disita 2 karung bahan campuran untuk rendaman emas yang disebut Kostik,  2 karung kapur dan 10 karung material emas.

Paur Humas Polres Pulau Buru, Apda MYS Djamaludin yang brhasil dihubungi, mengaku terlebih dahulu ia mengecek kejadian di Kayeli ini baru bisa disampaikan kepada media.

Baca Juga: Mayat Bayi Laki-Laki Terbungkus Plasenta Ditemukan di Pantai Sipur

Sementara itu, sejumlah saksi ata yang berada di TKP mengisah­kan, penangkapan Mirna Jamrud berlangsung dramatis dan berjalan cepat, sehingga “donatur” tambang ilegal di Gunung Botask ini dibuat tidak berkutik.

Sebelum penangkapan, Mirna Jamrud dan sejumlah oknum peng­usaha nakal yang bermain di tam­bang ilegal Gunung Botak minggu lalu pernah dipanggil Kejaksaan Negeri Buru. Namun mereka ogah datang penuhi panggilan kejaksaan.

Tapi kali ini Mirna Jamrud kena batunya setelah didatangi enam anggota polisi berpakaian preman dipimpin Ipda Robert.

Rudy, seorang saksi mata menu­turkan, polisi berpakaian preman mengincar rumah Mirna Jamrud alias Bunda sejak pukul 09.00 pagi hari.

“Ada empat orang berpakaian preman yang datang ke rumah Bunda. Lalu ada yang menanyakan Asam Cianida (CN) dan bahan pendukung lainnya untuk mengolah emas ilegal di GB. Setelah itu, ada yang mena­nyakan keberadaan kepala gudang yang bertanggungjawab dengan keberadaan CN dan lain-lain,” ujar Rudy saat diwawancarai Siwalima.

Topik pertanyaan berobah setelah Mirna Jamrud yang biasa disapa Bunda muncul menemui keempat orang ini yang juga sudah ikut bergabung dua orang lagi berpakai­an preman.

Selang beberapa saat kemudian, Bunda diminta menyuruh karyawan­nya membuka pintu gudang. Polisi berpakaian preman lalu masuk ke dalam.

Setelah itu Rudy dan sejumlah saksi mata melihat ada sejumlah barang yang dibawa keluar dan dinaikan ke mobil.

“Ada barang yang disita dan Bunda juga dibawa oleh pak polisi berpakaian preman ini menuju Namlea,” tutur Rudy.

Ibrahim Wael, tokoh masyarakat Petuanan Kayeli menyambut positif langkah polisi yang mulai menyen­tuh para pengusaha dan donatur tambang emas ilegal Gunung Botak.

Menurutnya, selama ini polisi hanya menahan  para PETI yang ecek-ecek Sedangkan yang kakap tidak pernah tersentuh.

Namun ia mengharapkan, peng­gebrekan dan penangkapan itu jangan sampai   berhenti di Mirna Jamrud.

Sesuai data di kejaksaan, lanjut dia, ada 25 oknum pengusaha Haji Sultan dan Haji Markus dkk yang bermain di tambang ilegal Gunung Botak.

Kerusakan lingkungan  tambang ilegal GB sebagaimana diungkap mantan Kajari Buru, Muhtadi, ada kaitan juga dengan para oknum ini.

“Di Desa Kayeli ada juga yang nama Ibu Sinar.Rumahnya hanya berjarak 200 meter dari ibu Mirna Jamrud yang menekuni usaha yang sama. Tapi tidak ikut digrebek,”sa­yangkan Ibrahim Wael.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Kombes M. Rum Ohoirat ketika dikonfirmasi Siwalima melalui pesan whatsap­pnya, Senin (28/2) meminta untuk hubungi Polres Buru.

“Hub Polres Buru,” ungkap Kabid singkat.

Sementara itu, Paur Humas Polres Pulau Buru, Aipda MYS Djamaludin yang kembali dihubungi Siwalima tadi malam membenarkan kejadian penggebrekan dan menyitaaan di rumah Mirna Jamrud.

Namun Paur Humas Polres Pulau Buru tidak bisa memberikan kete­rangan lebih lanjut dan menyaran­kan agar ditanyakan ke Polda Maluku

“Itu giat Polda,” ujarnya.

Dinilai Mubasir

Sebelumnya, Penambangan emas tanpa ijin (PETI) di lokasi Gunung Botak, Kabupaten Buru saat ini terlihat sepi sejak Polres Buru meng­obrak abrik lokasi ini selama tiga hari berturut turut.

Padahal ketika belum dilakukan penertiban,  wilayah ini ramai dengan hiruk pikuk antar pekerja tambang dari seluruh pelosok tanah air.

Penertiban di hari Senin dan Selasa, petugas dibantu eksavator berhasil membongkar tenda para penambang dan membongkar bak rendaman.

Dua hari bekerja keras petugas belum mampu untuk melakukan penertiban, karena luasnya areal ditambah dengan kurangnya alat berat, sehingga ada lokasi lain yang belum tersentuh.

Di hari ketiga, Kamis (24/2) penertiban di lanjutkan di Was boli dan  Sampeno, Desa Kaiely, Keca­matan Kaiely, penertiban kali ini langsung dipimpin Kapolsek Waiapo Ipda Andreas Hasurungan Panjaitan.

Menurut Kapolres, personel yang dipimpinya sebanyak 40 orang merupakan gabungan dari Polres Buru dan Polsek Waiapo.

“Berbagai peralatan penambang dihancurkan, bahkan ada sektar 70 bak rendaman yang diratakan dengan tanah, termasuk tenda-tenda juga dirobohkan,” ucapnya.

Menyikapi aksi penertiban oleh Polres Buru atas kehadiran PETI di Gunung Botak, Korwil LIRA Maluku Jan Sariwating angkat bicara.

Kepada Siwalima, Sariwating menegaskan, apa yang sedang di lakukan oleh Polres Buru adalah hal yang biasa, sebab tidak ada yang istimewa.

Pasalnya, apa yang dilakukan pihak polres adalah merupakan tugas rutin yang harus dilaksanakan untuk melindungi masyarakat.

“Jadi itu merupakan tugas rutin dan bukan sebuah prestasi,” tandas Sariwating.

Yang sangat disayangkan kata Sariwating, dalam penertiban itu, tidak ada satupun pemilik bak rendaman yang ditangkap.  Ini yang membuat heran masyarakat, kenapa Polres tidak tegas terhadap para pemilik bak rendaman ini.

Padahal mereka-mereka  inilah yang merupakan biang keladi terjadi nya kerusakan atas lingkungan hidup disana. Semestinya mereka harus ditangkap dan diadili, karena telah melanggar UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dimana pada pasal 69 ayat 1 butir a menyebutkan, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Jika penambangan itu disertai dengan pemakaian bahan ber bahaya seperti mercuri, sianida, maka ada sangsi pidana dan denda.

“Untuk pidana penjara paling singkat 1 tahun, dan paling lama 3 tahun. Sedangkan denda paling sedikit Rp1 milliar dan paling banyak Rp3 milliar,’ ucap Sariwating.

Sanksi pidana dan denda ini kata Sariwating, harus diberikan kepada para penambang sehingga ada efek jera. Kalau hal itu tidak dilakukan, maka cepat atau lambat, mereka-mereka ini terutama pemilik bak rendaman akan kembali beraktivitas seperti biasa, karena sudah banyak bukti yang menyatakan itu.

Mudah-mudahan dengan penerti­ban saat ini merupakan yang ter­akhir, tetapi, kalaupun diwaktu men­datang aktivitas penambangan ilegal kembali marak, berarti peker­jaan penertiban oleh Polres tidak punya arti apa2 alias mubasir.

“Oleh sebab itu, untuk menjaga nama baik Polisi di mata masyarakat, kami minta Kapolda Maluku perin­tahkan Kapolres Buru, untuk segera melakukan penangkapan atas pemilik bak rendaman, karena selain telah merusak lingkungan hidup, juga melakukan penambangan tanpa ijin dari pemerintah,” harap Sariwa­ting. (S-15)