NAMROLE, Siwalimanews – Oudy Sairlay dan Rendi Lesnussa, dua pemuda ini dianiaya oleh anggota Polsek Namrole hingga babak belur.

Tindakan penganiayaan yang dilakukan dua anggota polisi Edwin Tahapary dan Gustam Mahulette terhadap korban terjadi pada Jumat (17/9).

Kepada Siwalima di Ambon, Rabu (29/9) korban Ita Sairlay mengungkapkan, tindakan peng­-aniayaan itu terjadi pada Jumat (17/9) berawal saudaranya (Oudy-red) bersama rekan-rekannya sementara duduk di pelabuhan Namrole, kemudian datang salah satu remaja dari kelompok lain mengundang untuk berkelahi.

“Saudara saya ini (dan kawan-kawannya tidak menghiraukan apa yang disampaikan sang pemuda tadi, dan memilih pindah dari lokasi itu, namun para pemuda dari arah lain langsung mengha­langi jalan mereka dengan melem­-pari batu dan kayu,” tuturnya.

Saat korban dan rekan-rekannya lari karena dilempari, mereka berhenti tepat di depan rumah milik anggota Polsek Namrole Edwin Tahapary, disini kedua kelompok ini saling baku lempar sambil mengeluarkan kata-kata makian dan saat itu anggota polsek ini berada didalam rumahnya.

Baca Juga: Kasus Korupsi Bank Maluku Sejak 2016 Sengaja Ditutupi

Selang beberapa saat anggota Polsek ini langsung keluar  dari dalam rumahnya dan  mengatakan, bahwa korban dan teman-temannya mengeluarkan kata makian  kepadanya dan langsung menahan rekan korban yakni Rendy Lesnussa.

Saat itu Edwin Tahapary yang adalah anggota Polsek Namrole ini langsung mengancam akan membunuh Rendy jika tidak memberitahukan siapa saja yang terlibat dalam aksi tadi, lantaran takut, akhirnya ia menyebutkan nama Oudy Sairly.

“Saat itu karena diancam akan dibunuh, Rendy langsung bilang salah satu nama yang ikut aksi itu adalah Oudy Sairly,” ucap Ita.

Setelah mengtetahui nama-nama yang disebutkan rendy Edwin Tahapary langsung menyuruh anggota polsek lainnya untuk menangkap Oudy yang saat itu hendak pulang ke rumah.

“Setelah Oudry diamankan dan dibawa menuju polsek, ketika sampai didepan pagar polsek, Edwin menanyakan bahwa, kamu yang bernama Oudy Sairlay, kemudian korban Oudy di pukul, diinjak, dan ditendang dan kepalanya dipukul, bahkan saat oudy terjatuh anggota polisi ini langsung menginjak-injaknya,” tutur Ita mengukuti pengaukan saudaranya tersebut.

Akibat pemukulan itu, Oudy tidak bisa makan lantarannya, wajahnya bengkak dan lebam, mulutnya luka dan kepalanya sempai sekarang masing sering terasa sakit dan pusing. Kemudian Pada hari Sabtu (18/9) pukul 19.00 WIT keluarga mengantar Oudy ke RSUD Namrole untuk divisum, namun dari pihak RSUD meminta surat keterangan dari kepolisian.

Namun saat keluarga meminta surat keterangan untuk dilakukan visum, pihak Polsek Namrole  tidak mau membuatnya sampai dengan saat ini. Bahkan dari pihak Polsek Namrole meminta agar masalah ini jangan dilaporkan ke Polda. Karena nanti mereka takut dicap merah atau tidak baik.

“Bukan hanya itu, orang tua saya juga dipaksa untuk tanda tangani surat kesepakan bersama, biar masalah ini tidak sampai dilaporkan ke Polda. Namun surat kesepakan tersebut bukan polsek yang buat, tetapi mereka paksa sudara saya untuk menulis surat tersebut, dan memaksanya untuk menanda tanganinya,” beber Ita.

Bahkan mereka mengancam dan meminta korban untuk minta maaf di facebook, dan mengatakan bahwa itu tidak benar. Namun dari pihak keluarga dan orang tua tidak mau, karena merasa Oudy tidak membuat masalah dalam persoalan ini.

“Kami minta keadilan untuk saudara kami jangan semena-mena mengambil tindakan kekerasan yang membuat kami merasa kesal,” tegasnya.

Sementara itu Anggota Polsek Namrole Edwin Tahapary, yang dikonfirmasi Siwalimanews melalui telepon selulernya, Rabu (29/9) mengaku, kejadian itu terjadi disaat Oudy dan rekan-rekannya sementara dalam keadaan mabuk dan saling melempari satu sama lain, sehingga rumahnyapun terkana lemparan batu. “Saat rumah saya terkena batu, saya tegur oudy kenapa mengeluarkan kata makian dan langsung dia (Oudy-red) maki saya,” tutur Edwin.

Edwin mengaku, secara pribadi ia tidak terima dimaki, sehingga ia memukul Oudy karena tersulut emosi saat dimaki.

Kapolsek Namrole AKP Zanuddin yang dikonfirmasi Siwalima, Kamis (30/9) terkait hal ini mengaku, permasalahn ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan oleh kedua orang tua korban.

“Inikan masalahnya sudah selesai, kenapa mau diangkat lagi, padahal sudah diselesaikan,” tandas Kapolsek.

Sementara menyangkut pihak Polsek tidak memberikan surat keterangan visum kata Kapolsek, dikarenakan pihak keluarga tidak membuat laporan polisi.

Kapolsek mengaku, dirinya sendiri belum mengetahui kronologi dari masalah tersebut, namun setahunya masalah ini sudah dilakukan mediasi dan telah diselesaikan secara kekeluargaan. “Jadi itu sudah tidak ada masalah apapun lagi, yang jelas masalah ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan,” pungkasnya. (*)