AMBON, Siwalimanews – Pihak Yayasan Pendidikan Poitek mengklaim tidak ada kerugian ke­uangan negara dalam kasus dugaan korupsi tukar guling lahan Per­pustakaan Maluku dengan Yayasan Poitek.

Anehnya, dalam laporan hasil pe­meriksaan (LHP) BPK RI tertanggal 25 Mei 2018 yang dikantongi Yaya­san Pendidikan Poitek dari BPK  menyatakan, adanya indikasi keru­gian daerah sebesar Rp1.147.886. 000 dan potensi kerugian daerah dari kekurangan penilaian tanah ber­dasarkan NJOP sebesar Rp3.250. 967.000.

Ketua I Yayasan Pendidikan Poitek, Rudy Mahulette mengatakan, defenisi kerugian keuangan negara ber­dasarkan pasal 1 angka 22 UU No­mor 1 tahun 2004 tentang Perben­daharaan Negara yaitu, kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

“Sesuai pasal tersebut, kerugian keuangan negara harus dibuktikan dengan adanya kehilangan uang, surat berharga dan barang. Men­jadi pertanyaan, apakah sertifikat tanah yang diserahkan kepada Yayasan Pendidikan Poitek ter­masuk dalam surat berharga ?, “ ungkap Mahulette kepada warta­wan di Ambon, Kamis (13/10).

Dijelaskan, sesuai KUH Dagang dalam buku 1 titel 6 dan 7 me­nyatakan, macam-macam surat berharga antara lain, wesel, cek, kwitansi dan surat sanggup. Ada juga surat berharga di luar KUHD yakni bilyet giro (BG), kartu kredit, travel cheque, obligasi, surat saham, bilyet deposito, surat utang negara dan surat berharga lain yang sudah ditentukan nilainya sehingga syarat untuk dinyatakan sebagai surat berharga yaitu harus memiliki nilai uang.

Baca Juga: Tunggu Audit, Tersangka Korupsi RS Haulussy Ditetapkan

“Sebagaimana defenisinya surat berharga yaitu dokumen yang memiliki nilai uang yang diakui dan dilindungi oleh hukum untuk ke­pentingan transaksi perdagangan, pembayaran, penagihan atau se­jenis lainnya. Dalam buku sertifikat tidak mencantumkan nilai uang, dengan demikian buku sertifikat tidak termasuk surat berharga, tetapi bukti kepemilikan atas tanah dan bangunan yang nilai man­faatnya baru ada bila menyatu dengan objek yaitu tanah dan bangunannya,” jelasnya

Ditegaskan, sesuai ketentuan diatas maka sudah menjadi sangat terang benderang bahwa perjan­jian tukar menukar tanah dan ba­ngunan antara Pemerintah Provinsi Maluku, dengan Yayasan Pendidi­kan Poitek tidak ada kerugian negara/daerah didalamnya seba­gai­mana LHP BPK.

“Dengan demikian terkait proses penyidikan masalah ini oleh Polda Maluku, kami menduga tidak ter­dapat unsur tindak pidana korupsi karena tidak ada kerugian negara/daerah dan tidak ada keuntungan yang diperoleh yayasan, sehingga menurut kami seyogyanya proses pemeriksaan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang sementara diperiksa oleh Polda Maluku dapat dihentikan melalui surat perintah penghentian penyidikan (SP3), ka­rena kami menduga unsur-unsur tidak pidana korupsi tidak dite­mukan dalam perjanjian tukar guling ini,” tandasnya.

Dikatakan, pihaknya memilih tanah milik Provinsi Maluku yang se­karang adalah Kantor Perpusta­kaan Daerah Maluku, karena tanah tersebut dahulu adalah milik sah dari Yayasan Pendidikan Poitek sesuai eigendom verponding No 363 dan No 364 yang juga terdaftar dalam daftar hak kantor BPN Kota Ambon.

“Karena situasi politik negara pada tahun 1966 maka tanah dan ba­ngunan sekolah berstutus diba­wah pengawasan Pepelrada yang kemudian pada tanggal 21 Juli 1955 dialihkan ke Departemen P&K  dan pada tanggal 18 November 2009 di­serahkan kepada Pemerintah Pro­vinsi Maluku yang sekarang diman­faatkan sebagai kantor Perpusta­kaan Daerah Maluku,” ujarnya.

Seharusnya, lanjut dia, sesuai ketentuan UU Nomor 5 tahun 1960 telah memberikan prioritas kepada pihak yang menguasainya, dalam hal ini Yayasan Pendidikan Poitek,” ujarnya.

Menurutnya, pihak yayasan dapat meminta agar tanah tersebut dikembalikan tanpa melalui pro­ses tukar guling, namun karena per­timbangan bahwa perlu adanya lokasi pengganti untuk Kantor Per­pustakaan Daerah Maluku maka pihak yayasan telah menyediakan lahan berlokasi di Wailela.

“Dalam perjanjian, selain me­nen­tukan penyediaan lahan pe­ngganti, yayasan juga berkewaji­ban untuk membayar ganti rugi sebesar Rp9.448.000.000 secara bertahap. Untuk itu  pada tanggal 29 November 2017, yayasan telah membayar ke rekening kas daerah sebesar Rp1.448.000.000, namun hingga saat ini yayasan belum memperoleh keuntungan dari perjanjian tukar guling tersebut karena lokasi dimaksud masih dimanfaatkan oleh Pemprov Maluku sebagai Perpus­takaan Daerah,” terangnya.

Sementara itu, Direskrimsus Polda Maluku, Kombes Harold Huwae yang dikonfirmasi Siwalima melalui pesan whatsappnya terkait permintaan Yayasan Poitech ini belum respon. (S-08)