AMBON, Siwalimanews – Johanes L Hahury, Kuasa Hu­kum Tan Heng Siak atau Hendra Satya Tan Palar menuding oknum-oknum tertentu di Pe­ngadilan Negeri Ambon mafia kasus lahan kliennya Hendra Satya Tan Palar.

Hahury menjelaskan, sudah 22 tahun lebih sengketa sisa tanah bekas eigendom ver­ponding nomor 1870 dan 1871 seluas 85 M² yang yang terletak di dalam daerah Swatantra Tingkat I Maluku Kota Madya Ambon Kam­pung huruf A, Jalan Ke­makmuran, atau sekarang Jalan Sam Ratulangi No.135, RT.001, RW.02, Kelurahan Honipopu, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon yang kemudian menjadi tanah Hak Pakai keluarga Palar, masih berliku dan belum peroleh kepastian hak dan hukum.

Meskipun dalam rapat dengar pen­dapat dengan Komisi I DPRD Kota Ambon tanggal 29 April 2021, Kepala Kantor BPN Ambon melalui Kepala Seksi Pengendalian Dan Penanganan Masalah Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Ambon telah menegaskan bahwa, tanah seluas 85 M² tersebut masih tercatat di Kantor BPN  Kota Ambon sebagai tanah negara yang diberikan oleh negara kepada Tan Heng Siak (Hendra Satya Tan Palar) dengan alas hak pakai yang sah menurut peraturan perun­dang-undangan Negara Republik Indonesia, bukan tanah hak milik Lenny Christanto atau pihak lain , namun ternyata lahan tersebut belum ada kepastian hukum.

Pasalnya setelah bergulir di PN Ambon, diduga kuat ada mafia ka­sus yang dilakukan oknum-oknum ter­tentu di lembaga peradilan tersebut.

Hahury mengatakan, yang di­maksud dengan mengembalikan statusnya kepada keadaan se­mula sebagaimana tersebut dalam angka (3) amar putusan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional  Provinsi Maluku Nomor :SK.03/Pbt/BPN.81/2012, tanggal 25 September 2012 tentang Pencabutan dan Pem­batalan Sertipikat Hak Milik Nomor 1020  tanggal 24 Nopember 1998 seluas 85 M², an. Ny LENY CHRIS­TANTO terletak di kelurahan Honi­popu Kec. Sirimau Kota Ambon, adalah “tanah seluas 85 M² dalam sertipikat hak milik Nomor 1020/Honipopu yang terletak di kelurahan Honipopu Kec. Sirimau Kota Ambon, dikembalikan menjadi status tanah negara, yang negara sudah berikan kepada  kliennya Hendra Satya Tan Palar dengan hak pakai berdasar Surat Keterangan Pemberian Hak Pakai Nomor 60/1967, tanggal 27 September 1967 Surat Keterangan Pemberian Hak Pakai Nomor 60/1967, tanggal 27 September 1967”.

Baca Juga: Laporan Dugaan Korupsi ADD-DD Batumiau Karam di Meja Jaksa

Meski begitu, lanjut Hahury, upaya keluarga Palar memperta­hankan hak hukum atas tanah ter­sebut, masih berlanjut secara hukum pidana dan perdata. Secara pidana keluarga Palar telah melapor  pidana Lenny Christanto dan kuasa hukumnya Benhur Tasidjawa ke Ditreskrimum Polda Maluku, karena diduga melakukan perbuatan pida­na memberikan keterangan palsu di bawah sum­pah dan menggunakan sertifikat hak milik No.1020/Honi­popu (palsu) yang sudah dibatalkan oleh putusan peratun yang inkrachts van gewijsde di pengadilan Negeri Ambon, kasasi hingga Peninjauan Kembali (PK) untuk kelabui pe­ngadilan sebagaimana dimaksud pasal 263 (2) KUHP, pasal 264 ayat (2) KUHP jo.pasal 242 ayat (1) KUHPidana. Terhadap laporan pi­dana tersebut, Kabareskrim Mabes Polri melalui surat Nomor B/951/II/RES.7.5./2021/Bareskrim, tanggal 10 Pebruari 2021, telah perintah­kan Ditreskrimum Polda Maluku harus memprosesnya sesuai hukum, professional, obyektif, jujur, transparan, akuntabel dan impar­sial, dan segera tetapkan Lenny Christianto dan Benny Tasidjawa sebagai tersang­ka. Namun Polda Maluku sangat lambat menindak lanjuti surat Kabareskrim Mabes Polri tersebut,

Bukan itu saja, tapi sambung Hahury,  keluarga Palar juga harus me­nghadapi dugaan mafia hukum di Pengadilan Negeri Ambon, sete­lah Keluarga Palar menang atas Lenny Christanto dalam perkara No.65/Pdt.G/2009/PN.AB, tanggal 02 Desember 2009,  perkara Nomor 13/PDT/2010/PT.MAL,tanggal 24 Mei 2010.

Dalam perkara No.65/Pdt.G/2009/PN.AB, tanggal 02 Desember 2009, majelis hakim menemukan fakta hukum  tidak ada hubungan hukum antara Petrus Sayogo dengan tanah seluas 85 M² dalam SHM No.1020/Honipopu, tanggal 24 Nopember 1998,.

Dalam putusan hakim disebut­kan  jual beli yang dilakukan terha­dap obyek sengketa  haruslah dinyatakan tidak mempunyai ke­kuatan hukum yang sah. Sehingga Lenny Chris­tianto dalam putusan tersebut kalah.

Lenny Christanto kemudian aju­kan kasasi terhadap putusan No.65/Pdt.G/2009/PN.AB, tanggal 02 De­sember 2009, dan kalah pula di tingkat banding dalam perkara No­mor 13/PDT/2010/PT.MAL,tanggal 24 Mei 2010, yang terdaftar dengan Nomor 174 K/Pdt/2011, tanggal 16 Mei 2012 antara Lenny Christianto/pemohon kasasi melawan Hendra Satya Tan Palar/termohon.

Hahury menyebutkan, panitera PN Ambon mengirimkan berkas per­kara kasasi ke Mahkamah Agung, tanpa menyertakan jawa­ban kontra memori Kasasi dari kliennya selaku termohon kasasi.

Menurutnya, perbuatan panitera melanggar UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagai­mana telah dirubah dengan UU No­mor 3 Tahun 2009 tentang Peru­bahan Kedua Atas UU Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dan melanggar Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Admini­strasi Pengadilan Buku II sebagai hukum acara peradilan umum, yaitu Pasal 46 ayat (4) menegaskan, selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari setelah permohonan kasasi terdaftar, Panitera Pengadilan dalam Tingkat Pertama yang me­mutus perkara tersebut memberita­hukan secara tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak lawan.

Kemudian masih kata Hahury,  pasal 47 ayat (2)  menyebutkan, pa­nitera pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak lawan dalam perkara yang dimak­sud dalam waktu selambat-lambatnya  tiga puluh hari.

Hahury mengatakan, perbuatan panitera PN Ambon melanggar ke­tentuan dalam Pedoman Pelak­sanaan Tugas dan Administrasi Pe­ngadilan Buku II halaman.16 tentang  Prosedur Penerimaan Perkara Kasasi. Diungkapkan, temuan fakta ini menunjukkan bahwa ada ASN di Pengadilan Negeri Ambon yang sengaja bertindak melawan hukum atau mafia hukum dalam perkara kasasi Nomor: 174 K/Pdt/2011, tang­gal 16 Mei 2012, yang sengaja meng­amputasi hak-hak hukum dari kliennya.

Karena itu, kami gunakan hak hukum berdasar UU RI No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Noor 2 Tahun 1986  tentang Peradilan Umum dan surati Ketua PN Ambon dua kali dengan surat No. 023/KH.JLHA/Sp.B/K/II/2020 pada tanggal 06 Pebruari 2020 dan diterima  Ketua Pengadilan Negeri Ambon tanggal 06 Pebruari 2020, dan surat No.029/KH.JLHA/Sp.2/K/III/2020, tanggal 2 April 2020 dan diterima Ketua Pengadilan Negeri Ambon tanggal 14 April 2020, yang ditembuskan kepada Ketua Peng­adilan Tinggi Maluku. Pokok dari kedua surat tersebut adalah minta Ketua Pengadilan Negeri Ambon menyerahkan kepada kami turunan/copy bukti tanda terima akta pemberitahuan kasasi dan bukti tanda terima memori kasasi perkara Nomor : 174 K/Pdt/2011, tanggal 16 Mei 2012.,” jelas Hahury.

Sayangnya, sampai saat ini Ketua PN Ambon tidak menanggapi kedua surat tersebut.

Ia berharap, PN Ambon selaku lembaga peradilan di Kota Ambon segera merespon kasus hukum yang alami kliennya terutama surat dari Mahkamah Agung itu.

Semen­tara itu, Humas PN Ambon, Lucky Rombot Kalalo yang dikonfirmasi melalui telepon seluler­nya, Minggu (20/6) tidak berhasil lantaran berada di luar service area. (S-32)