AMBON, Siwalimanews – Lembaga Bantuan Hukum dan Kebijakan Publik Pengurus Cabang IMM Kota Ambon menilai, penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap aktivis HMI Risman Solissa, tidak sesuai prosedur.

Ketua LBH dan Kebijakan Publik PC IMM Kota Ambon La Ode Nofal menegaskan, pengkapan Risman adalah inkonstitusional dan melanggar HAM, sebab tidak disertai dengan adanya surat perintah penangkapan.

“Setidaknya hal tersebut harus dikembalikan secara konseptual menurut teori dan peraturan perudang undangan yang berlaku di Indonesia,” tandas Nofal dalam rilisnya yang diterima redaksi Siwalimanews, Kamis (29/7).

Menurutnya, berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat 3 UUD 1945 secara expresive verbis Negara Indonesia adalah negara hukum. Artinya segala tindakan yang dilakukan semua elemen kenegaraan, haruslah mengikuti ritme aturan perundang undangan.

Sehingga berkaitan dengan persoalan penangkapan dapat meninjau secara seksama dalam UU Nomor: 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, dimana secara teoritis KUHAP hadir sebagai hukum formil yang mengatur teknis acara penegakan hukum serta sebagai garis pembatas, agar perilaku dan tindakan aparat penegak hukum tidaklah melanggar hak asasi setiap orang, yang diduga melakukan perbuatan pidana dalam setiap tahapan pro justitia, yakni tahap penyelidikan, penyidikan maupun tahap penuntutan pada sidang pengadilan.

Baca Juga: 17 Agustus Batas Akhir Pembayaran Insentif Nakes

Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 17 dan dan 18 ayat 1 KUHAP, dimana upaya penangkaan memiliki unsur atau elemen yang harus dipenuhi oleh penegak hukum sebelum melalukan penangkapan.

“Misalnya dalam pasal 17 KUHAP menyebutkan perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, dimana oleh MK melalui putusannya Nomor:21/PUU XII/2014 bukti permulaan yang cukup tersebut haruslah dimaknai terpenuhi dua alat bukti,” tuturnya.

Selain itu, dalam pasal 18 ayat 1 KUHAP menyebutkan, pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian RI dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan dengan mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan.

Ketentuan ini adalah aspek formil yang harus dipenuhi dan menjadi batasan bagi aparat kepolisian dalam melakukan penangkapan sehingga tidak sewenang wenang bertindak kepada siapa saja yang tersangkut masalah hukum.

“Akan tetapi jika memang benar terhadap penangkapan yang dialami oleh saudara Risman Solissa tanpa didasari adanya surat perintah penangkapan sesuai KUHAP. maka yang bersangkutan kiranya dapat melakukan upaya perlawan secara hukum melalui pra peradilan,” jelasnya.

Hal inilah kata Nofal merupakan mekanisme hukum yang dapat ditempuh untuk menguji konstitusionalitas proses penangkapan yang dialami aktivis HMI Risman Soulissa. (S-51)