DOBO, Siwalimanews – PT Pertamina mengakui kelangkaaan bahan bakar minyak (BBM) di Kabupaten Kepulauan Aru karena salah penyaluran.

Hal ini terungkap dalam rapat bersama Komisi II DPRD Aru bersama dengan mitra yakni Dinas Perindag, Pertamina, pengelola SPBU maupun agen penyalur BBM.

Rapat yang berlangsung di ruang sidang utama DPRD itu terkait dengan  kelangkaan minyak tanah atau mitan dan tingginya harga eceran di setiap kecamatan dan desa di Kabupaten Aru, Rabu (11/5).

Dalam rapat itu diketahui, terjadinya kelangkaan mitan bukan karena kekurangan stok di Pertamina, namun terjadi kesalahan dalam penyaluran.

Kepala Pertamina Dobo Efrain Pamuso mengaku, stok mitan maupun BBM lainnya di Kabupaten Kepulauan Aru cukup.

Baca Juga: Bupati Akerina Hadiri Perayaan Budaya Antar Dulang

“Bagi Pertamina tidak ada namanya kelangkaan. Jika terjadi kelangkaan, maka itu terjadi kesalahan dalam pendistribusian atau penyaluran,” jelas Efrain.

Ditempat yang sama Kepala Dinas Perindag Kepulauan Aru Bead Adjas menuding kalau kelangkaran dan tingginya harga eceran di tingkat kecamatan merupakan tanggung jawab Pertamina bukan dinas.

“Yang namanya pangkalan mitan bagian terakhir dari penerima distribusi. Karena distribusi ada tanggung jawab pihak Pertamina dan agen,” kilah Adjas.

Lanjutnya memang saat ini, Aru masih menggunakan SK Tahun 2008 tentang HET dan atas rekomendasi komisi II nantinya, kedepannya akan direvisi SK ini. Untuk draf HET sudah disiapkan pada setiap kecamatan, sehingga terjadi permasalahan, maka itu harus ditertibkan.

Dirinya merincikan mitan Di Kecamatan Aru Tengah (Benjina) diharga Rp5 ribu/liter dan itu sama dengan di Kecamatan Aru Utara Marlasi, sementara untuk kecamatan Aru Selatan Utara Taberfane Rp7 ribu/liter sama dengan di Kecamatan Aru Tengah Selatan (Mesiang, Longgar Apara, jambu air dan sekitarnya). Sedangkan di Kecamatan Kobamar Rp6 ribu/liter.

“Dari pengakuan para pangkalan mitan, bahwa harga ini terpaksa dinaikan karena biaya transportasi dari Kota Dobo ke wilayah masing-masing mahal,” ujarnya.

Pertamina Berkelit

Dalam rapat itu sendiri Pertamina berkelit soal kurangnya stok BBM yang dipasok untuk pemilik stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) di Kota Dobo.

Pertamina Ambon dan Dobo diketahui sengaja menguragi kuotas BBM bagi SPBU padahal sudah ditetapkan oleh BPH Migas. “Berdasarkan kuota BPH Migas, SPBU Compact Labodo mendapat jatah 3.167 kilo liter/tahun atau sekitar 263.9 kilo liter/bulan, namun kenyataan yang diterima hanya 150 kilo liter/bulan,” terang perwakilan SPBU Compact Yeni.

Dirinya binggung dan harus mengadi ke siapa atas kekurangan sisa BBM yang hilang tersebut.

“Ada sisa 1.367 kilo liter sesuai kuota BPH Migas tidak tahu kemana. Itu artinya dalam setahun itu kami hanya dijatah 1.800 kilo liter,” ungkap Yeni

Hal senada juga datang dari pengelola SPBU Reguler, Razyid mendapat jatah 2.383 kilo liter/tahun.

“Kami hanya dijata 10 kilo liter perhari,” ungkap Razyid.

Menyangkut dengan keluhan pihak SPBU soal jatah Pertalite, Kepala Pertamina Dobo Efrain Pamuso menyalahan Pertamina yang berkantor di Ambon bukan tanggung jawab Pertamina Dobo.

“Terkait dengan jatah atau kuota itu merupakan tanggung jawab Pertamina Ambon, kami hanya menjalankan putusan dari Ambon,” kata Efrain.

Efrain juga mengaku, untuk stok BBM khususnya mitan cukup. Sedangkan Pertalite dan Biosolar subsidi, jika dibilang langka atau krisis.

“Bagi Pertamina stoknya aman, hanya kuota subsidi dihitung berdasarkan jumlah penduduk, sehingga seharusnya lebih dari cukup,” tandasnya. (S-11)