SEJALAN dengan merebaknya varian omikron, pemerintah sudah mulai memberikan vaksin booster covid-19 kepada mereka yang sudah menyelesaikan dua kali vaksinasi primer. Data Kementerian Kesehatan per 13 Februari 2022 menunjukkan jumlah yang disuntik booster sebanyak 7.048.731 dosis (3,38%), itu memang masih perlu di tingkatkan. Di sisi lain sejak pertengahan 2021 para petugas kesehatan juga sudah mendapat vaksin booster. Tujuannya melindungi mereka yang bekerja di lapangan karena efikasi vaksin primer yang sudah diterima sejak Januari 2021 mungkin sudah menurun sesudah beberapa bulan. Data sampai 13 Februari 2022 menunjukkan 1.430.790 tenaga kesehatan (nakes) kita (97,41%) sudah mendapat booster pada 2021 itu. Karena sekarang sudah berjalan sekitar enam bulan sejak petugas kesehatan itu mendapat booster, timbul pertanyaan apakah mereka perlu diberi booster kedua. Juga masyarakat umum yang sekarang sedang mendapat vaksinasi booster banyak yang bertanya, apakah beberapa bulan lagi masih akan perlu booster lagi? Bila perlu, kapan waktunya?

Booster pertama Memang ada beberapa informasi tentang bagaimana dan sampai berapa lama efektivitas vaksin booster yang merupakan dosis ketiga. Data yang sudah ada utamanya tentang pemberian booster dengan vaksin mRNA, dan hasilnya pun beragam. Data dari Israel yang dikumpulkan antara Juni dan November 2021, misalnya, mendapatkan gambaran bahwa pada waktu varian delta mendominasi imunitas sesudah booster yang dosis ketiga dengan vaksin mRNA ternyata memang menurun sesuai dengan waktu. Data lain dari Inggris yang dikumpulkan pada akhir 2021 menunjukkan imunitas yang didapat dari booster tampaknya lebih cepat menurun pada varian omikron jika dibandingkan dengan delta. Di sisi lain, ada juga penelitian yang menunjukkan antibodi netralisasi terhadap varian omikron yang terbentuk karena pemberian booster akan tetap bertahan sampai empat bulan. Ada laporan lain lagi berdasar data dari Amerika Serikat, Israel, dan Inggris yang menunjukkan pemberian booster dengan mRNA akan dapat melindungi terhadap kemungkinan masuk rumah sakit sampai lima bulan terhadap varian delta, dan sampai tiga bulan terhadap omikron. Juga disebutkan bahwa proteksi terhadap kemungkinan sakit berat tampaknya lebih pada peran sel B memori dan sel T walaupun total antibodi mungkin memang menurun.

Booster kedua Menjawab perlu tidaknya booster kedua memang bukan hal mudah. Pada 11 Februari 2022 badan yang bertanggung jawab untuk pengendalian penyakit di Amerika Serikat, Center of Diseases Control and Preventian (CDC), mengeluarkan hasil penelitian yang banyak dikutip media massa kita. Data yang mereka sajikan menyebutkan guna menghadapi varian omikrom, efektivitas vaksin mRNA untuk mencegah seseorang masuk rumah sakit ialah 91% pada dua bulan pertama sesudah disuntik booster. Lalu menjadi 78% sesudah empat bulan disuntik booster. Ada dua pendapat tentang penurunan angka ini. Sebagian mengatakan, walau turun, angka 78% masih cukup baik. Sementara itu, pendapat lain mengatakan penurunan itu perlu diantisipasi dengan pemberian booster kedua untuk kembali meningkatkan efikasinya. Dr Anthony Fauci, penasihat kesehatan Gedung Putih AS, mengatakan mungkin saja diperlukan booster yang kedua kepada mereka dengan keadaan tertentu, seperti lanjut usia dan/atau yang dengan keadaan atau penyakit penyerta tertentu. Data lain menunjukkan bahwa di masa omikron ini, efektivitas vaksin booster untuk mencegah pasien harus berobat jalan ke instalasi gawat darurat ialah 87%. Angka itu turun menjadi 66% sesudah empat bulan disuntik booster. Juga ada data yang menyebutkan angkanya turun lagi menjadi 31% sesudah lebih dari lima bulan, tetapi angka itu belum dapat diambil kesimpulan yang pasti karena jumlah data subjeknya masih terbatas. Secara umum dengan berbagai data yang ada, kesimpulan akhir CDC Amerika Serikat mengatakan booster aman dan efektif.

Jurnal internasional Nature pada 28 Januari 2022 mengeluarkan artikel berjudul Three, Four or More: What’s the Magic Number for Booster Shots?, yang juga membahas perlu-tidaknya suntikan lagi sesudah booster pertama. Di artikel tersebut antara lain disebutkan memang ada beberapa negara yang sudah mulai memberikan dosis keempat atau booster kedua kepada masyarakat mereka. Israel, misalnya, pada awal Januari mulai memberikan dosis keempat kepada manula, mereka yang immunocompromised, dan petugas kesehatan dengan harapan menanggulangi badai gelombang varian omikron. Data awal dari Israel ini menunjukkan pemberian dosis keempat mengurangi risiko tertular dan sakitnya menjadi berat. Data Israel dari penelitian mereka yang berumur 60 tahun ke atas menunjukkan booster kedua akan meningkatkan perlindungan masuk rumah sakit dua kali terhadap varian delta dan tiga kali terhadap omikron. Negara lain yang diberitakan juga mulai menjajaki pemberian booster kedua antara lain Cile, Kamboja, Denmark, Swedia, dan Jerman dan beberapa negara bagian di AS.

Pertimbangan Secara umum memang belum ada kesepakatan data ilmiah tentang perlu-tidaknya pemberian booster kedua. Sebagian besar pakar berpendapat bahwa itu akan bergantung pada manfaat apa yang diharapkan dari booster kedua ini. Apakah untuk mencegah infeksi atau mencegah penyakit menjadi berat dan pertimbangan pada kelompok mana akan diberikan. Juga ada pendapat yang menyebutkan pemberian booster kedua juga mungkin akan memperluas kemampuan proteksi imunitas terhadap varian baru yang dapat saja muncul di waktu mendatang. Pendapat itu juga lalu dibantah pakar lain yang menyatakan, kalau ada varian baru yang amat berbeda dari sekarang, yang lebih diperlukan vaksin baru dengan target lebih spesifik, bukan dengan memberi booster ulangan vaksin yang sekarang. Di sisi lain, kita tahu bahwa efektivitas pemberian booster–baik pertama atau kedua–tentu akan menurun juga sesudah beberapa bulan sehingga tentu tidak tepat juga pendekatan pemberian booster ulang berulang tanpa ujung yang jelas (endless doses). Apalagi masih ada negara-negara yang cakupan vaksinasinya amat rendah–seperti di Benua Afrika–yang memerlukan vaksin primer. Pada 11 Januari 2022 WHO (World Health Organization) juga menyatakan pemberian booster berulang tampaknya tidaklah sesuai dan sulit dijamin keberlangsungannya. Dalam situasi sekarang ini memang banyak faktor yang perlu jadi pertimbangan. Hal itu termasuk adanya berbagai jenis vaksin yang sudah diberikan di dunia dengan mekanisme kerja berbeda-beda.

Baca Juga: Pemilu 2024 dan Aspirasi Generasi Milenial

Lalu pemberian booster juga amat bervariasi. Ditambah lagi dengan sudah terbentuknya imunitas alamiah akibat peningkatan kasus kini dan beberapa waktu lalu, serta ada-tidaknya varian baru yang mungkin akan muncul serta bagaimana karakteristiknya. Tentu yang ideal–dan tidak mudah didapat–ialah kalau tersedia vaksin baru yang jangka kerjanya lama, efeknya baik, dan mampu memberikan proteksi adekuat terhadap kemungkinan datangnya varian baru. Sekarang ini kalau mungkin akan dipertimbangkan pemberian booster kedua, setidaknya ada pada kelompok khusus seperti petugas kesehatan atau juga kaum lansia, dan mereka yang dengan komorbid cukup berat. Dalam perjalanan waktu bukti ilmiah akan terus dikumpulkan sehingga apa pun keputusan yang dibuat akan berdasar hasil penelitian yang sahih, evidence-based decision making process. oleh: Tjandra Yoga Aditama  Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi, Guru Besar FKUI, mantan Direktur WHO Asia Tenggara, dan mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes.