Pemilihan kepala daerah di empat kabupaten di Maluku secara serentak pada 9 Desember mendatang semakin dekat, Proses pentahapan kampanye sudah dimulai. Posisi ASN terkadang menjadi daya tarik dengan berbagai cara dan alasan digunakan unrtuk kepentingan politik.

Gubernur Maluku, Murad Ismail bahkan telah melantik tiga penjabat sementara di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Hadui Sulaiman, Maluku Barat Daya (MBD) Melkiaz Mozes Lohy  dan Kabupaten Kepulauan Aru, Rosiuda Soamole untuk  melaksanakan tugas-tugas pemerintahan selama bupati melaksanakan cuti kampanye termasuk menjaga kenteralitas ASN dalam proses pemerintahan.

Peranan penjabat sementara menjadi sangat penting, untuk menghimbau dan mengerakan ASN agar tetap menjaga netralitas, karena ASN yang netral maka birokrasi akan semakin kuat.

Tiga penjabat sementara harus menghindari diri dari praktek-praktek penyelewengan kewenangan yang bertentangan dengan aturan, terutama perombakan birokrasi. Perombakan birokrasi yang dilakukan dalam tahapan pilkada justru membuka peluang munculnya berbagai penafsiran masyarakat tentang adanya kepenrtingan politik.      Pergantian biorkrasi dalam proses pilkada harus dihindari karena kebijakan tersebut pasti dinilai berbau kepentuingan politik.

Penjabat kepala daerah tidak memiliki kewenangan mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum pada aspek kepegawaian. Dalam konteks memberikan persetujuan atas kebijakan penjabat bupati untuk melakukan penyegaran dan atau mutasi pegawai, adalah tidak tepat dan berpotensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan.

Baca Juga: Bukti Ada, Lanjutkan Pengusutan

Menteri Dalam Negeri sebagai delegetaris atau sumber kewenangan dari peraturan pemerintah tidak pernah melimpahkan kepada gubernur selaku subdelegetaris mempunyai kewenangan untuk memberikan persetujuan kepada penjabat bupati melakukan mutasi pegawai, Dalam hal penjabat kepala daerah mendapatkan persetujuan tertulis dari Mendagri untuk melakukan mutasi atau pengisian jabatan di lingkungan pemda tetap berpedoman pada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Selain itu, secara khusus untuk jabatan pimpinan tinggi harus berkoordinasi dengan KASN sesuai dengan ketentuan UU Nomor 5 Tahun 2014.

Penjabat bupati tidak memiliki kewenangan untuk mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum pada aspek kepegawaian tanpa mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri berupa pengangkatan CPNS.

Hal inilah yang harus menjadi perhatian serius penjabat bupati pada tiga daerah penyelenggaraan pilkada itu termasuk Kabupaten Bursel. Kendati Bupati Tagop Sudarsono Soulissa tidak lagi mencalonkan diri tetapi isterinya Safitri Soulissa juga berkompetisi dalam pesta demokrasi  Pilkada di kabupaten itu, sehingga tanggungjawabnya juga harus tetap menjaga ASN agar netral,

Netralitas ASN itu sangat penting, ASN Netral birokrasi kuat dan mandiri. ASN harus tetap menjaga komitmennya untuk netral pada penyelenggara Pilkada serentak. Posisi ASN dalam  di dalam kontestasi pemilu sudah cukup jelas diatur dalam UU nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

Pemerintah daerah perlu melakukan pencegahan terjadinya politisasi ASN demi kepentingan pilkada. Sebab, ketidaknetralan ASN biasa terjadi akibat adanya sumber daya yang besar serta vasilitas dan anggaran.

Penjabat bupati tidak boleh masuk sampai ke ranah politik, karena harus menjamin pelaksanaan pilkada yang demokratis sesuai dengan asas-asas pemilu serta sukses Pilkada 9 Desember mendatang.

Intinya ASN harus tetap netral, dan kenetralitas itu harus dijaga, termasuk penjabat tidak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Karena ASN netral maka birokrasi akan semakin kuat. (*)