KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini menjadi sorotan publik. Bukan karena operasi tangkap tangan (OTT) atau penanganan kasus korupsi bernilai  besar, namun kisruh yang terjadi di internal lembaga anti rasuah itu.

Ketua KPK Agus Rahardjo serta dua Wakil Ketua KPK lainnya Saut Situmorang dan Laode M Syarif, menyerahkan tanggung jawab pemberantasan korupsi kepada Presiden Joko Widodo. Salah satu alasan, mereka tidak dilibatkan dalam pembahasan revisi UU KPK.

Namun Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Yuyuk Andriati, memastikan dinamika yang terjadi sama sekali tidak mengganggu proses penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi. Penanganan kasus korupsi tetap berjalan, tidak ada yang dihentikan, termasuk sejumlah kasus dugaan korupsi di Maluku.

Sejumlah kasus dugaan korupsi di Maluku yang saat ini dibidik KPK diantaranya, penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait proyek infrastruktur tahun 2011-2016 di Kabupaten Buru Selatan, proyek pematangan lahan di Tiakur, Ibukota Kabupaten MBD, dan pembangunan jembatan merah putih (JMP).

Dalam penyelidikan kasus penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait proyek infrastruktur di Kabupaten Buru Selatan, tim penyidik KPK telah memeriksa sejumlah kontraktor dan pejabat Buru Selatan pada  Juli 2019 lalu. Pemeriksaan dipusatkan di Kantor BPKP Maluku, Jalan Waihaong Pantai, Kelurahan Silale. Langkah hukum dilakukan berdasarkan surat perintah penyidikan  yang ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK yang juga Plt Pimpinan Deputi Bidang Penindakan, Kombes R.Z Panca Putra Simanjuntak.

Baca Juga: Menuntut Perhatian Pempus

Kasus berikutnya, dugaan korupsi proyek pematangan lahan di Tiakur, Ibukota Kabupaten. Dana proyek pematangan lahan tersebut, berasal dari hibah Robust Resources Limited, anak perusahaan PT Gemala Borneo Utama (GBU) sebesar Rp 8 miliar. Dana ini merupakan kompensasi atas eksplorasi tambang emas yang dilakukan oleh PT GBU di Pulau Romang.

Diduga sejak awal sudah ada ske¬nario untuk menggarap dana terse¬but. Olehnya itu, Abas, panggilan Barnabas Orno yang saat itu men¬jadi Bupati MBD tidak memasukannya dalam batang tubuh APBD, namun lang¬sung dikelola oleh adiknya, Frang¬kois Klemens alias Alex Orno alias Aleka Orno. Aleka sudah diperiksa oleh KPK pada 16 Agustus 2019 lalu. Kini tunggu giliran Abas Orno, yang saat ini menjabat Wakil Gubernur Maluku.

Proyek bernilai jumbo yang juga dibidik KPK adalah pembangunan JMP. Diduga terjadi mark up anggaran cukup besar dalam proyek yang dikerjakan tiga perusahaan plat merah,  PT Waskita Karya (Persero), PT Wijaya Karya (Tbk) dan PT Pembangunan Perumahan (Tbk) itu.

Jembatan dengan panjang 1.140 meter dan lebar 22,5 meter itu, mulai dibangun 17 Juli 2011. Anggaran awal yang dibutuhkan sekitar Rp.301,2 miliar, namun membengkak hingga akhir perkerjaan mencapai Rp 779,2 miliar.

Semula ditargetkan akan rampung pada tahun 2014, namun rencana itu meleset. Pekerjaan baru dirampungkan pada akhir Februari 2016, dan diresmikan pada 4 April 2016  oleh Presiden Joko Widodo. Christoforus Mardjono Tjatur Lasmono yang saat itu menjadi Kepala Satker JMP dinilai bertanggung jawab. Ia telah dicopot dari jabatannya sebagai Kepala BPJN XVI Ambon, pada Jumat 13 September 2019 lalu.

Kita berharap KPK serius untuk mengusut ketiga kasus ini, hingga tuntas sehingga ada kepastian hukum, dan memberikan efek jera.

Publik yakin dengan integritas KPK. Karena itu, publik di Maluku menunggu gebrakan KPK. (*)