AMBON, Siwalimanews – Dugaan keterlibatan Ketua DPRD dalam proyek mangkrak itu sedang ditelusuri penyidik Ditreskrimsus.

Abdul Rasid Lisaholet, Ketua DPRD Kabu­paten Seram Bagian Barat, diduga terlibat dalam skandal korupsi pengadaan kapal cepat kabu­paten berjulukan Saka Mese Nusa itu.

Kapal senilai Rp7,1 miliar yang bersumber dari APBD tahun 2020.diduga fiktif karena fisik kapal tersebut tidak ada di Kabupaten SBB.

Koordinator Wilayah Lumbung Informasi Rakyat Maluku, Yan Sariwating menduga, Ketua DPRD SBB, Abdul Rasid Lisaholet terlibat dalam pengadaan kapal yang merugikan negara Rp5 miliar lebih.

Sariwating menduga ada campur tangan DPRD dalam pencairan ang­garan kapal cepat tersebut. Hal ini terlihat dari persetujuan pencairan tahap ke-II pada 27 April 2022, melalui SK no. 903-270 sebesar Rp.1.423.475.000.

Baca Juga: Korupsi Pengadaan Kapal Cepat SBB, Negara Rugi 5 Miliar

Sariwating menyebutkan, berda­sar­kan hasil laporan pemeriksaan BPK tahun 2020 telah mengeluarkan rekomendasi untuk proyek penga­daan kapal tersebut dan harus me­mutuskan kontrak dan PT Khairos Anugerah Marina selaku perusa­haan pemegangan tender harus membayar denda sejumlah uang atas keterlambatan dan gagalnya proyek tersebut.

Mirisnya, PPK dan Dinas Perhu­bungan Kabupaten SBB tidak me­mutuskan kontrak kerja, bahkan di bulan April 2021, PT Khairos Anu­gerah Marina melakukan pencairan dana termin kedua sebesar Rp1.423. 475.000.

Padahal pada pencairan dana termin pertama senilai Rp2.846. 950.000, dan uang muka sebesar Rp1.394.600.000, proyek kapal tersebut telah bermasalah, namun tetap dipaksanakan untuk dilakukan pencairan dana termin kedua.

Fatalnya lagi, pencairan dana termin dua tersebut, tidak termuat dalam dokumen APBD Kabupaten maupun DPA tahun 2021.

“Ketua DPRD turut menyetujui dan menandatangani kebijakan pencairan anggaran mendahului perubahan tersebut,” ujar Sari­wating kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (23/5).

Sariwating menjelaskan, sesuai Permendagri nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedomen Teknis Pengelo­laan Keuangan Daerah, yang me­ngisyaratkan bahwa dalam kondisi tertentu persegeran anggaran dapat dilakukan sebelum perubahan AP­BD, melalui kepala daerah dengan disampaikan kepoada pimpinan dewan.

Dalam kebijakan tersebut, lanjut dia, sebelum Ketua DPRD menanda­tangani pencairan anggaran menda­hului APBD Perubahan harusnya terlebih dahulu dibahas dengan pimpinan DPRD yang lain, dan melibatkan Badan Anggaran DPRD,  namun diduga Ketua DPRD SBB mengambil kebijakan tanpa dike­tahui oleh pimpian lain, bahkan ba­nggar DPRD juga tidak mengetahui

Menurutnya, kebijakan menye­tujui pencairan anggaran menda­hului perubahan atas pengadaan kapal cepat tersebut, membutikan bahwa Ketua DPRD SBB diduga turut terlibat dalam skandal korupsi 7.1 miliar pengadaan kapal cepat.

Sariwating memberikan apresiasi bagi penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku yang sudah mengantongi hasil kerugian negara sebesar Rp5 miliar lebih dan berharap kasus ini segera menetapkan tersangka.

“Saya dorong untuk ketua DPRD SBB segera diperiksa dalam tingkat penyidikan,  dan jika sudah ram­pung maka segera tetapkan tersangka, karena sudah kantongi hasil audit kerugian Negara. Supaya kasus ini bisa secepatnya tuntas,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua DPRD SBB, Abdul Rasid Lisaholet yang coba dikonfirmasi Siwalima di DPRD SBB,  tidak berada di tempat, dihubu­ngi melalui telepon selulernya be­berapa kali juga tidak merespon.

Lisaholet sendiri pernah diperiksa penyidik Ditreskrimsus, terkait perannya dalam mengalokasikan anggaran tambahan pada kapal yang hingga kini tak pernah ada itu.

Rugi 5 Miliar

Hasil audit BPKP soal pengadaan kapal tersebut telah keluar. Negara dirugikan Rp5 miliar lebih.

Sesuai hasil audit yang diterima dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ditemukan keru­gian negara sebesar Rp5.072.772. 386,00.

Pengadaan kapal cepat milik Dinas Perhubungan Kabupaten SBB sebesar Rp7,1 miliar dari APBD Tahun 2020.

Penyidik Dirkrimsus akan segera memeriksa ahli pidana dari Universitas Pattimura dan selanjutnya digelar perkara untuk ditetapkan tersangka.

Demikian diungkapkan, Dirkrim­sus Kombes Harold Wilson Huwae kepada wartawan di Ambon, Senin (22/5).

“Hasil audit sudah kita peroleh dan ada kerugian negara sebesar lebih dari Rp5 milliar,” kata Huwae.

Setelah menerima hasil penghitu­ngan kerugian negara dari BPKP tersebut, lanjut Huwae, pihaknya akan mintai keterangan ahli, me­rampungkan berita acara pemerik­saan auditor BPKP.

“Kita rampung BAP auditor BPKP dulu setelah itu periksa ahli pidana dari Universitas Pattimura,” tandas­nya.

Ditanya soal calon tersangka, mantan Kapolres Ambon ini me­ngatakan, tersangka akan diumum­kan usai gelar perkara.

“Nanti setelah semua pemeriksaan selesai, baru kita lakukan gelar perkara selanjutnya penetapan ter­sangka,” tegas Huwae.

Untuk diketahui, PT Kairos Anu­gerah Marina merupakan rekanan yang menang dalam proses lelang dengan nilai kontrak mencapai Rp6,9 miliar.

Dalam proses pekerjaan, ada adendum nilai kontrak dimana ada penambahan sekitar Rp150 juta rupiah, sehingga nilai kontraknya menjadi Rp7,1 miliar.

Dari total nilai kontrak tersebut, PT Kairos diduga menerima pen­cairan sebesar 75 persen, namun hingga akhir masa kontrak, bahkan sampai saat ini kapal tersebut tidak pernah tiba di Kabupaten SBB.

Informasinya, kapal cepat opera­sional milik Pemkab SBB ini semen­tara berada di Tangerang, Banten. Kapal itu bakal disita untuk kepen­tingan penyidikan.

Sebelumnya kasus itu ditangani Polres SBB sejak pertengahan tahun 2021 lalu. Beberapa pihak yang sudah diperiksa diantaranya, man­tan Kepala Dinas Perhubungan Ka­bupaten SBB, Peking Calling, Peja­bat Pembuat Komitmen Herwilin alias Wiwin, Plt Kadishub, Adjait, dan pihak penyedia dari PT Kairos Anugrah Marina.

Selain itu, penyidik Ditreskrimsus juga sudah memeriksa Stenly Pir­souw, kontraktor pengadaan kapal cepat tersebut. Stenly diperiksa di Rutan Kelas I Madaeng, Surabaya, Jawa Timur.

Selain kontraktor, tim penyidik juga melakukan pemeriksaan terha­dap saksi ahli dari Lembaga Kebi­jakan Pengadaan Barang/Jasa Peme­rintah (LKPP) Ternate.

Libatkan BPKP

Seperti diberitakan sebelumnya, guna menuntaskan kasus dugaan korupsi pengadaan kapal di Kabu­paten SBB, Ditreskrimsus Polda Maluku melibatkan BPK untuk menghitung kerugian negara.

Pengadaan kapal cepat operasio­nal milik Pemkab SBB dianggarkan melalui Dinas Perhubungan senilai Rp7,1 miliar yang bersumber dari APBD tahun 2020.

Menurut Direskrimsus Polda Ma­luku, Kombes Harold Huwae, peme­riksaan saksi-saksi dilakukan untuk selanjutnya akan meminta BPKP Perwakilan Maluku menghitung kerugian negara.

“Mau dimintakan Perhitungan Kerugian Negara nya makanya masih lengkapi periksa saksi-saksi untuk permintaan PKN ke BPKP,” ujar Huwae kepada Siwalima melalui pesan whatsapp, Selasa (20/12) lalu.

Kata Huwae, kasus dugaan ko­rupsi pengadaan kapal cepat milik Dishub Kabupaten SBB ini sudah ditingkat penyidikan.

“Sudah disidik dan pemeriksaan sejumlah saksi,” akuinya.

Huwae mengakui, pekan lalu pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi diantaranya, Ketua DPRD Kabupaten SBB Abdul Rasyid Lisa­holet, Sekretaris Dinas PUPR Her­wilin dan mantan Kepala Dinas Perhubungan SBB, Peking Caling.

“Benar kita sudah periksa sebagai saksi,” ujar Huwae singkat.

Huwae mengatakan, ketiganya diperiksa terkait pembelian kapal cepat milik Pemkab SBB dan  Her­wilin diperiksa karena saat penga­daan kapal, ia bertindak selaku Pejabat Pembuat Komitmen.

Demo Mahasiswa

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah mahasiswa yang terga­bung dalam Nusa Ina Seram Bagian Barat melakukan aksi di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku pada Kamis, (19/5) tahun lalu.

Dalam aksi demo para mahasiswa membawa sejumlah poster yang bertuliskan “Ada Korupsi Kapal di Seram Bagian Barat” serta “Kejati Maluku Usut Kasus Korupsi.

Koordinator Lapangan Abdullah Hitimala mendesak, Kejati Maluku segera mengusut dugaan kasus korupsi kapal Pemda SBB senilai Rp7,1 miliar dengan mengunakan APBD tahun 2020.

“Kami minta Iqbal Payapo selaku anak mantan Bupati SBB almarhum Yasin Payapo juga ditangkap dan diperiksa jaksa dalam perkara ini,” kata Hitimala.

Katanya, Iqbal Payapo dan Bastian yang harus bertangjawab atas proyek kapal cepat tersebut karena kapal ini sudah dikerjakan sejak tahun 2019. Tetapi sampai saat ini kapal tersebut belum di man­faatkan oleh Pemda SBB.

Selain itu, proyek kapal ini di­ketahui sudah cair 100 persen, Namun hingga kini tak terlihat wujud fisiknya sama sekali.

“Kasus korupsi kapal Pemda SBB ini sudah terang benderang dan logikanya kapal dari 2020 sampe 2022 ini belum juga ada, sementara anggaran sudah 100 persen, kan aneh. Untuk itu, kami mendesak Kejati Maluku agar segera meng­usut kasus ini karena suda meru­gikan negara dan kabupaten Seram Bagian Barat,” tuturnya.

Sementara itu, Kasie Penkum dan Humas Kejati Maluku Wahyudi Kareba secara terpisah membenar­kan adanya demonstrasi sejumlah mahasiswa asal Kabupaten SBB namun tidak disertai dengan penyerahan surat pernyataan atau tuntutan. (S-05)