AMBON, Siwalimanews – Elemen pemuda Indonesia, mendesak DPRD Maluku untuk segera memanggil Gubernur Murad Ismail, terkait proses lelang mobil dinas yang diduga sarat masalah.

Desakan organisasi kemasyara­kat­an pemuda Kota Ambon itu dimak­sudkan agar Murad Ismail dan juga anak buahnya yang terkait pe­ngadaan empat unit mobil dinas Gu­bernur dan Wakil Gubernur Maluku, bisa mem­berikan penjelasan terbuka kepada publik.

“DPRD Provinsi Maluku harus memanggil Gubernur Maluku terkait dengan masalah pengadaan mobil dinas, sebab penga­daan mobil dinas berkaitan dengan keuangan daerah,” ungkap Ketua GM­KI Cabang Ambon, Josi Tiven kepada Siwalima Rabu (5/5).

Sebagai lemba­ga yang mempu­nyai fungsi kontrol ter­ha­dap keuangan daerah ujar Tiven, DPRD Maluku harus tegas terhadap setiap kebijakan Pemprov Maluku. Apalagi DPRD Provinsi Maluku mengetahui jelas bahwa proses pengadaan mobil dinas ini sudah cacat prosedur.

“Hal Ini menjadi catatan kritis bagi seluruh Rakyat Maluku untuk membuka biji mata lebar-lebar me­lihat pemimpin yang sibuk mencit­rakan diri di hadapan publik, tanpa memikirkan kemaslahatan masya­rakat Maluku yang telah membe­rikan kepercayaan untuk memimpin Ma­luku ini,” kata Tiven.

Baca Juga: PWI: Gubernur Mesti Gunakan Hak Jawab

Ia berharap, DPRD Provinsi Ma­luku sebagai representasi dari rakyat Maluku harus tegas untuk menyi­kapi masalah ini. DPRD Provinsi ha­rus berani mengambil sikap, karena menyangkut kemaslahatan rakyat Maluku.

“Kami menilai Gubernur dan Wakil Gubernur selaku orang tua bagi Rakyat Maluku tidak punya rasa memiliki (sense of belonging) dan sense of crisis atau perasaan krisis untuk melihat kehidupan rakyatnya di tengah kesusahan akibat pandemi Covid-19 yang menyerang seluruh dimensi kehidupan masyarakat Maluku baik dari aspek pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi. Lebih tepatnya menari di atas penderitaan rakyat, itulah ungkapan yang te­pat,” pungkasnya.

Hal yang sama juga disampaikan Ketua HMI Cabang Ambon, Burha­nuddin Rombouw. Dikatakan, DPRD Provinsi Maluku sebagai lembaga res­­presentatif dari rakyat harus bersikap independen dalam meng­awal segala kebijakan dari Pemprov Maluku, apalagi  terkait pengadaan empat unit mobil dinas yang cacat prosedural.

“DPRD Maluku sebagai repre­sen­tasi dari masyarakat Maluku harus bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada publik apa yang sebenarnya terjadi,” ungkap Burhanuddin.

Dirinya mengaku, dalam penga­wasan yang dilakukan Komisi I DPRD Maluku yang menyatakan tender mobil dinas cacat prosedur dan administrasi, itu artinya sudah menyalahi aturan. Karenanya, diha­rapkan DPRD dapat melakukan fungsi pengawasannya dengan baik. Fungsi pengawasan dilaksana­kan untuk menjamin terwujudnya dan efektifnya kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan.

Sikap Cipayung

Aliansi OKP yang tergabung dalam kelompok Cipayung yakni GMKI, HMI, PMKRI, PMII dan IMM angkat bicara sikapi pengadaan mo­bil dinas Gubernur Maluku, Murad Ismail dan wakil Gubernur Maluku, Barnabas orno.

Ada lima butir pernyataan sikap disampaikan kelompok ini dian­taranya satu, mendesak  penegak hukum untuk menyelidiki Gubernur Maluku, Murad Ismail  terkiat pengadaan empat unit mobil dinas.

Dua, meminta Gubernur Maluku untuk tidak menekan  kebebasan media pers untuk menyampaikan  informaasi dihadapan publik.

Tiga, mendesak Gubernur Maluku untuk transparansi soal pinjaman  dana 700 milyar dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI)

Empat, mendesak Gubernur Maluku untuk menghilangkan  biaya rapid antigen atau rapid tes antigen gratis di wilayah Maluku.

Lima, mendesak Kejati Maluku un­tuk mengusut tuntas penyalah­gu­naan anggaran penataan kawasan dan rehabilitaasi Islam Center yang digunakan untuk pembangunan café.

Sebetulnya fungsi kontrol kita juga mesti datang dari pihak yang mengatasnamakan rakyat  DPRD, beta belum pahami proses pertang­gung jawaban diakhir tahun 2020. Mesti yang mewakili rakyat harus memberikan perhatian khusus ber­kaitan dengan proses pengadaan barang ini sebab dia yang mengatas­namakan rakyat,  karena itu katongh mau bataria akang dimana lagi karena itu merupakan lembaga pe­ngawasan yang memiliki kewena­ngan untuk melakukan proses-pro­ses pengawasan itu, karena salah satu fungsi pengawasan itu ada di dewan.

DPRD Mati Suri

Pengamat pemerintahan UKIM Ambon, Marthen Maspaitela menga­ta­kan, saat ini DPRD Maluku sepertinya tengah mati suri, menyikapi kasus pengadaan mobil dinas gubernur dan wakil gubernur.

Menurutnya, DPRD Maluku mi­nim fungsi kontrol dan peng­awasan terhadap kebijakan-kebijakan peme­rintah daerah.

“Sebetulnya fungsi kontrol kita juga mesti datang dari pihak yang mengatasnamakan rakyat yakni DPRD. Beta belum pahami proses pertanggungjawaban di akhir tahun 2020. Mestinya DPRD yang mewakili rakyat harus memberikan perhatian khusus berkaitan dengan proses pengadaan barang ini. DPRD adalah lembaga pengawasan yang memiliki kewenangan untuk melakukan pro­ses-proses pengawasan itu, karena salah satu fungsi pengawasan itu ada di dewan,” ujar Maspaitela ke­pada Siwalima, Rabu (5/5).

Ia menilai fungsi kontrol dan pe­ngawasan terhadap pengadaan mo­bil dinas gubernur dan wakil guber­nur justru lebih tinggi dilakukan pers ketimbang DPRD Maluku.

“Memang pers sebenarnya men­jadi sebuah episentrum, pers meru­pakan salah satu kelompok yang juga turut melakukan proses-proses pengawasan dalam hubungan de­ngan aktivitas pemerintahan dan karena itu kontrol yang dilakukan pers sepanjang itu benar dalam kaca mata pers mesti mendapat sebuah respons yang baik dari pemerintah jika melakukan sesuatu di luar kewenangan UU,” tandasnya

Dikatakan, seharusnya peme­rintah provinsi berani menanggapi persoalan-persoalan yang sedang disampaikan oleh masyarakat me­lalui pers, bukan malah berupaya menutupinya

“Harus ada keberanian, yang per­tama dari pihak pemerintah daerah. Kalau toh ini menyalahi aturan maka harus dibuktikan dan harus ada penjelasannya, apa yang menjadi dasar hukum. Kemudian fungsi pe­ngawasan dari dewan merupakan bagian terpenting dalam kaitan de­ngan proses pertanggungjawaban pemerintah yang kemudian meng­gunakan keuangan daerah khusus dalam rangka pembelian mobil mewah itu,” kata Maspaitela.

Semangat masyarakat pers ter­masuk OKP dalam mengkritisi kebi­jakan pemerintah tambah Maspai­tela, harus diapresiasi.

Di era keterbukan ini lanjutnya, jikalau DPRD tak lagi menjalankan fungsi pengawasannya, maka pers dan komponen-komponen lainnya harus aktif dan ikut berperan.

“Kita bersyukur ada pers dan komponen-komponen lainnya yang mampu mengkritisi kebijakan-kebi­jakan pemerintah yang menyalahi aturan itu,” pungkas Maspaitela.

Apresiasi

Pengamat pemerintahan dari Un­patti, Poly Koritelu mengapresiasi sikap kritis kelompok Cipayung terhadap pengadaan mobil dinas tersebut.

Ia mengungkapkan, esensi kebe­ra­daan pemerintah  termasuk pemda dan birokrasi secara umum, bukan profit orientet tetapi maksimaliksasi pelayanan publik karena itu publik memiliki hak sebesar-besarnya untuk menilai apa yang dilakukan oleh pemerintah termasuk dalam hal ini adalah pers dan OKP

“Dalam perspektif pemerintah daerah, gubernur dan jajarannya merasa bahwa apa yang dikritisi pers, yang diangkat dan dipublikasi ke permukaan, itu sesuatu yang per­lu penjelasan, maka bisa menggunakan hak jawab untuk menjelaskan se­suatu yang menurut publik tidak transparan. Pers itu memiliki peran penting untuk mencerahkan masya­rakat soal informasi-informasi yang sangat penting untuk keperluan mas­yarakat yang sesuangguhnya. Olehnya itu kritikan dari pers ha­rusnya pemda menjadikan itu bahan evaluasi,” kata Koritelu.

Terpisah Ketua Pemuda Pancasila Maluku, Bisri Assidiq Latuconsina mengungkapkan, ikut mendorong  lahirnya iklim demokrasi yang sudah diinisiasi oleh OKP dari kelompok Cipayung Kota Ambon.

Sebagai mantan Ketua KNPI Ma­luku, Latuconsina juga meng­ingat­kan generasi muda bahwa sebagai agen perubahan, tentunya pemuda seperti yang diharapkan bagi ba­ngsa dan negara karena telah men­jalankan fungsinya sebagai fungsi kontrol dalam mengawasi proses-proses demokrasi dan proses pe­merintahan.

“Semua itu harus dilakukan ka­rena kecintaan kita terhadap rakyat di Maluku, tidak boleh teman-teman pemuda terindikasi terlibat dalam kepentingan politik praktis orang per orang dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja pemerintahan. Saya ikut mendorong dan bangga atas lahirnya kembali kesadaran teman-teman pemuda untuk mengawal proses seperti ini,” jelasnya.

Menurutnya, sikap OKP yang tergabung dalam kelompok Cipa­yung Kota Ambon itu merupakan bagian dari partisipasi dan kontri­busi dari pemuda dan pemudi dalam ikut membangun daerah Maluku.

“Untuk itu, kami juga berharap bahwa pihak kejaksaan segera me­nelusuri proses-proses yang diindi­kasikan ganjal oleh teman-teman pemuda agar hal ini tidak menjadi polimik yang meresahkan masya­rakat dan juga tidak mengganggu ketenangan dan keharmonisan di masyarakat Maluku,” ungkapnya.

Ia berharap adanya goodwill dari seluruh elemen masyarakat khusus­nya dari penegak hukum untuk me­lihat persoalan ini dan menyelesai­kannya sesegera mungkin agar tidak menjadi momok yang kemudian menghiasi berita-berita media.

“Untuk membangun Maluku butuh sinergitas daripada semua pihak. Untuk itu, kami percaya pihak-pihak lain pasti akan menindaklanjuti apa yang menjadi kegelisahan dan keresahan masyarakat yang diwakili oleh teman-teman pemuda yang ada di Kota Ambon. (S-19/S-50/S-51)