AMBON, Siwalimanews – Laporan Perta­nggung Jawaban (LKPJ) Gubernur Maluku merupa­kan dokumen yang esensial, artinya bukan do­kumen opsional sehingga sangat penting. Olehnya itu Pemprov Maluku jangan menyepelekannya.

Pengamat pemerintahan dari FISIP Unpatti, Paulus Koritelu mengingatkan Pemprov Maluku untuk serius dengan LPJ Gubernur, karena berakibat kepada ketidakpercayaan masyarakat Maluku kepada pemerintah daerah selaku lembaga eksekutif yang bertanggungjawab langsung terhadap laporan dimaksud.

Kekesalan yang ditunjukan Komisi III DPRD Maluku menunjukkan ketidakcermatan dalam kebijakan publik yang dilakukan Pem­prov Maluku. “Ini kan dokumen yang memuat begitu banyak hal yang berkaitan dengan ke­maslahatan masyarakat di Maluku, sehingga harus cermat dan tidak boleh disepelekan,” tegas Koritelu kepada Siwalima di Ambon, Selasa (27/7).

Menurutnya, alasan penandatanganan yang tidak dilakukan secara langsung melainkan discan, harus diperjelas pemda. Artinya hal ini dapat saja terjadi ketika ada suatu urusan  yang bersifat urgent dan Gubernur Maluku, Murad Ismail tidak berada di tempat untuk jangka waktu yang lama, akan tetapi masih ada wakil gubernur.

“Diinamika dalam mempersiapkan dokumen ini sesuatu yang patut ditelusuri lebih dalam. Jangan-jangan Gubernur sendiri tidak berada dalam performa terbaiknya dalam mengetahui laporan tersebut secara detail,” jelasnya.

Koritelu mengungkapkan, jika Komisi III bereaksi maka bukan saja mereka sedang curhat, tetapi itu adalah satu refleksi dari perasaan rakyat yang mungkin merasa tidak tepat.

“Jadi patut diduga ada ketidakberesan disini, namun hal itu perlu ditelusuri dengan cermat,” katanya.

Pemprov Maluku sebagai lembaga eksekutif, seharusnya serius dalam memperhatikan hal itu dan harus menjadi satu momentum yang penting untuk melakukan refleksi secara mendalam bahwa representasi rakyat di DPRD Maluku tidak boleh dianggap biasa saja, tetapi harus sebagai mitra yang harus dihargai.

Apalagi, dokumen LPJ penting sehingga membutuhkan energi fisik dan konsentrasi pada laporan sehingga tidak terkesan mengabaikan lembaga DPRD.

Sementara itu aktivis LSM Lembaga Pemantau Penyelenggaraan Negara RI Minggus Talabessy menyayangkan dokumen LPJ Gubernur yang tidak mencantumkan tanda tangan basah dan tanggal.

“Ini tidak boleh terjadi Pemprov itu lembaga resmi,” ungkap Minggus.

Menurutnya, Pemprov Maluku harus teliti terkait dengan dokumen LPJ Gubernur sebab bisa saja masyarakat berfikir lain tentang pemerintah provinsi. Pasalnya, dokumen LPJ Gubernur tersebut diserahkan kepada DPRD Provinsi Maluku sebagai lembaga perwakilan rakyat tertinggi di Maluku sehingga harus diperhatikan.

Pemprov tambah Minggus jangan menganggap dokumen LPJ Gubernur sebagai dokumen biasa-biasa saja, sehingga seenaknya melakukan seperti itu.

Dokumen Discan

Komisi III DPRD Provinsi Maluku protes keras terhadap dokumen laporan pertang¬gung jawaban Gubernur Maluku tahun 2020, yang dibikin asal-asalan.

Pasalnya para wakil rakyat mencurigai lembaran tanda tangan pada LPJ tersebut, bukan memuat tanda tangan basah Gubernur Murad Ismail. Menurut mereka, tanda tangan orang nomor satu di Maluku itu adalah hasil repro melalui scan computer.

Selain itu, mereka juga keberatan lantaran dokumen tersebut dibuat terburu-buru sampai-sampai lupa menuliskan tanggal dibuatnya laporan dimaksud.

Keberatan itu disuarakan Wakil Ketua Komisi III DPRD Provinsi Maluku, M Hatta Hehanusa, saat rapat kerja bersama mitra komisi III, Senin (26/7), di Baileo Rakyat, Karang Panjang.

Dijelaskan, setelah Komisi III mempelajari dokumen LPJ Gubernur Maluku tahun 2020, maka terlihat persolan besar dimana dari segi administrasi dokumen seperti tanda tangan gubernur yang tidak sesuai.

“Kalau kita melihat dokumen LPJ Gubernur Maluku ini maka sangat diragukan keabsahannya,” ungkap Hehanusa.

Menurutnya, ada dua kejanggalan dalam laporan LPJ Gubernur Maluku tahun 2020 diantaranya, tanda tangan gubernur bukan merupakan tanda tangan basah melainkan hasil scan, serta tidak adanya tanggal pembuatan laporan.

“Tidak ada tanggal dalam laporan dan juga tanda tangan gubernur pun discan, jangan copy paste dong,” ujarnya.

Anggota Fraksi Gerindra ini bahkan menduga jika bentuk penyajian dokumen seperti ini maka sesungguhnya Gubernur Maluku Murad Ismail pun tidak pernah membaca dokumen sebelum diserahkan kepada DPRD untuk dievaluasi.

Hehanussa pun kecewa dengan kinerja penyusun dokumen LPJ Gubernur, sebab jumlah anggota DPRD Provinsi Maluku hanya 45 orang tetapi laporan yang diberikan pun tidak sesuai dengan admini¬strasi pemerintahan yang ada.

“Anggota DPRD hanya 45 orang masa gubernur tidak bisa tanda tangan, prosedur apa di pemerintah Provinsi Maluku, ini lembaga terhormat tidak bisa discan seenaknya,” tegasnya.

Wakil rakyat dari dapil SBB ini pun mengancam akan menolak LPJ Gubernur Maluku tahun 2020, jika kedepan tidak ada perubahan dalam penyajian laporan pertanggung jawaban gubernur.

Menanggapi hal itu, Kepada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Zulkifli Anwar memastikan LPJ tersebut ditandatangani langsung oleh Gubernur Maluku. Saya pastikan pak Gubernur sendiri yang langsung mendatangi LPJ karena saya yang mendampingi langsung,” tegasnya. (S-50)