BULA, Siwalimanews – Pemerintah Seram Bagian Timur mendorong rencana pengemba­ngan kawasan ma­ng­grove Desa Ba­nggoi seba­gai lo­kasi budidaya kepi­ting Bakau, Pe­ng­hi­jauan Mangro­ve dan rencana pe­ng­em­bangan spot wisata

Hal ini dikatakan oleh Kadis Perika­nan SBT, Ramli Si­bua­lamo saat per­temuan bersama tenaga ahli investor PT Samudra Biru Khatulistiwa, Camat Bula Barat, Ridwan Rumonin, Pemerintah Negeri Banggoi bersama saniri, lima marga yang memiliki kawasan tersebut, serta pemangku adat Tupilus Henlauw, sekretaris Ne­geri Buce Atlewam, dan Juga Imam Negeri Banggoi Ilham Ehlek­lam, Rabu (29/9).

Dikatakan, pemkab mendorng adanya pengembangan mangrove, budidaya kepiting bakau, dan ren­cana pembangunan spot wisata.

Dorongan ini, Kata Sibualamo, karena tentu adanya pelestarian mangrove, serta meningkatkan pen­da­patan Asli desa pada budidaya kepiting bakau maupun spot wisata.

Ia menyadari, dalam upaya untuk adanya penghijauan mangrove, budidaya kepiting bakau, dan ren­cana pembangunan spot wisata di Negeri Banggoi ini harus adanya tiga komponen.

Baca Juga: Kecam Pemkot, Warga Amori Palang Jalan ke TPA Toisapu

Tiga komponen tersebut yakni, keterlibatan pemerintah, warga dan pemerintah negeri, serta investor.

“Tiga komponen ini yang paling mendukung yakni keterlibatan peme­rintah, warga dan pemerintah negeri serta investor. Karena pemda tidak bisa berdiri sendiri karena memiliki anggaran yang besar,” ungkapnya.

Sebagai pemerintah sekaligus merupakan bagian dari warga Banggoi, Sibualamo berharap agar masyarakat bisa menyetujui adanya rencana Pengembangan kawasan Manggrove desa banggoi sebagai lokasi budidaya kepiting bakau, penghijauan mangrove dan rencana pengembangan spot Wisata

Ramli Sibualamo memberikan sam­butan singkat pada pertemuan terse­but. Pihak perusahan yang merupa­kan tenaga Ahli PT Samudra Biru Kha­tu­listiwa Amrullah Usemahu menyam­paikan tujuan dan program yang akan di laksanakan di negeri banggoi.

Dikatakan, Pihak PT Samudra Biru Khatulistiwa tidak memaksa, tidak membeli Lahan warga untuk budi­daya kepiting, bakau, maupun pemanfaatan hutan mangrove.

“Kami sebagai pihak perusahan tidak membeli hutan, tidak meng­gusur kuburan maupun keramat, bahkan dalam pengembangan kepi­ting bakau ini memperoleh perse­tujuan masya­rakat yang memiliki kawasan tersebut serta pihak Pe­merintah Negeri Bang­goi,” katanya.

Dijelaskan, pemanfaatan hutan mangrove merupakan hak masya­rakat yang dijamin dalam Undang-Undang, yang memerlukan pember­dayaan masyarakat. Pemanfaatan ekosistem mangrove telah lama dilakukan oleh masyarakat, Mangrove berperan se­bagai filter untuk mengurangi efek yang merugikan dan perubahan ling­ku­ngan utama dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota baru, ekosistem ini juga ber­fungsi dalam mengolah limbah melalui penyera­pan kelebihan nitrat dan phospat sehingga dapat men­cegah pence­maran dan kontaminasi di per­airan sekitarnya

Hutan mangrove penting kebera­daannya, lanjut dia, karena mem­berikan fungsi ekologis dan ekono­mi bagi kehidupan masyarakat pesisir. Pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian ekosistem hutan mangrove merupakan upaya pena­ng­gulangan dan pencegahan terja­di­nya kerusakan ekosistem mangrove. Pelestarian ekosistem hutan mangrove berbasis pemberdayaan masyarakat akan dilakukan melalui program strategis untuk mening­katkan pendapatan dan kesejahte­raan masyarakat, Peningkatan PAD Desa dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat yang diberdayakan dalam kelompok nelayan Kepiting Bakau Desa Banggoi

Pengembangan budidaya kepiting bakau dan ekowisata pada kawasan pesisir dan laut di Desa Banggoi ber­tujuan untuk meningkatkan, kondisi sosial-ekonomi masyarakat pesisir melalui pemanfaatan potensi wilayah pesisir dan laut secara berkelanjutan. Saat ini, potensi wilayah pesisir dan laut yang sangat besar masih banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini antara lain disebabkan karena relatif masih rendahnya tekno­logi yang digunakan dan perlunya penguatan kapasitas sumberdaya manusia dan lemahnya kondisi sosial-ekonomi masyarakat dengan minim­nya sarana prasarana infrastruktur bagi masya­rakat dalam pengelolaan kawasan mangrove yang ada.

Kondisi sosial-ekonomi masya­rakat pesisir saat ini masih dido­minasi oleh kegiatan penangkapan ikan dan kepiting bakau sebagai mata penca­harian, sedangkan kegia­tan ekonomi lainnya, seperti eko­wisata belum berkembang dengan baik.

Kegiatan pengembangan yang akan dilakukan di Desa Banggoi nan­tinya, Tidak berkaitan dengan pence­maran lingkungan, peneba­ngan kawa­san mangrove secara me­luas atau mencaplok kawasan lokasi situs seja­rah desa dan kegiatan des­truktif lain­nya atau merusak yang ada di sekitar kawasan mangrove Desa Banggoi

Pengelolaan hutan mangvore diperlukan suatu kerjasama sesuai dengan sifat manusia sebagai makh­luk sosial dan sekaligus makhluk ekonomi yang diwujudkan dalam bentuk kerja sama dalam kelompok-kelompok, sehingga terbentuk ber­ba­gai kelompok masyarakat dalam pengelolaan mangrove tersebut. Desa pesisir Banggoi merupakan en­ti­tas sosial ekonomi, sosial budaya yang menjadi batas antara daratan dan lautan yang selama ini didiami.

Rencana pengembangan Kawa­san Mangrove desa Banggoi de­ngan menerapkan prinsip-prinsip berkelan­jutan dengan tetap meng­akomodir kearifan local serta pelibatan mas­yarakat lokal dalam kegiatan pem­berdayaan yang meru­pakan bentuk kolaborasi antar pemerintah Desa, Swasta dan Masyarakat sebagai upaya kerjasama dalam bisnis perikanan yang terpadu. Rencana Kegiatan yang akan dilaksanakan diantaranya, satu Pemetaan Kawasan pengembangan Budidaya kepiting bakau dan ekowisata Mangrove Desa Banggoi berbasis ekosistem

Dua, memberikan Dukungan Ban­tuan Modal dan Sarana prasarana bagi Masyarakat yang terbentuk dalam kelompok nelayan kepiting bakau. Tiga, selain Perikanan Tang­kap khususnya kepiting bakau, Ba­gian dari Pohon Mangrove seperti buah dan daun dapat dimanfaatkan untuk suplemen, sirup dan bahan pewarna alam (batik) untuk mangrove jenis tertentu digunakan se­bagai bahan olahan.

Empat, penyiapan Pasar untuk menjual hasil-hasil produk perikanan masyarakat Banggoi khususnya kepiting Bakau. Lima memberikan pelatihan dan bimbingan teknis terkait dengan teknologi bdidaya serta pengembangan usaha kepiting bakau di Desa Banggoi dengan melibatkan para pakar di bidangnya dan juga pelaku usaha luar daerah

Enam, kjelompok nelayan kepiting bakau Desa banggoi akan didampingi tim pendamping dari para sarjana perikanan asal desa Banggoi ataupun Kabupaten SBT guna mengatur manajemen pengembangan usaha kelompok nelayan.

Tujuh, kawasan mangrove akan menjadi pusat laboratorium ilmiah bagi masyarakat dalam menjaga lingku­ngannya dan tidak membatasi ruang gerak masyarakat ketika beraktifitas. Akan dibangun kerjasama yang baik dalam sebuah kesepakatan yang saling menguntungkan.

Delapan, program pemberdayaan masyarakat yang akan diimple­mentasikan dengan membuat seb­uah skema pengembangan desa berbasis potensi kemaritiman dengan tetap mengadopsi prinsip-prinsip berke­lanjutan.

Sembilan, program pember­daya­an masyarakat akan dilaksanakan setelah ada kesepakatan bersama antara semua para pihak.

Sebelum mengakhiri sambutan­nya, Tenaga Ahli PT. Samudera Biru Kha­tulistiwa, mengatakan, Jika nantinya program pengembangan kawasan berbasis ekosistem dan pember­dayaan masyarakat ini dapat terlak­sana, Maka tentu dapat memberikan konstribusi positif bagi masyarakat dan Desa Banggoi Kedepannya.

Usai menyampaikan sambutan­nya, pihak Pemerintah Negeri Ba­nggoi menggelar rapat internal tanpa melibatkan Pemkab  SBT maupun pihak perusahan. Rapat internal tersebut hanya melibatkan lima marga yakni Hen­lau, Soeletnam, Ehumuitam, Baliman dan Hakbam.

Pantauan Siwalima, pada saat berlansungnya rapat internal marga, Rabu (29/9) rapat di pimpin oleh Raja Negeri Banggoi Budiyamin Baliman. Dari ke lima marga ini, Marga Hakbam menolak untuk adanya budidaya kepiting bakau maupun rencana penghijauan mangrove pada lahan atau kawasan milik mereka. Sehingga Atas Nama peme­rintah Negeri mengakomodir permintaan marga tersebut.

Sementara marga yang menye­tujui untuk adanya pengembangan kepiting bakau dan penghijauan mangrove serta rencana pembangunan spot wisata ini yakni, marga Henlau, Soeletnam, ehumuitam, Baliman.

Persetujuan untuk pengembangan hutan mangrove, budidaya kepiting bakau, ini disampaikan dalam rapat marga-marga yang terlibat lansung dengan rencana pengembangan maupun budidaya kepiting bakau ini dengan catatan bahwa tidak boleh menjual kawasan tersebut. men­dengar masukan tersebut, Raja Negeri banggoi menyetujui karena menurutnya bahwa tidak ada yang menjual kawasan maupun lahan.

Setelah mersepon permintaan ter­sebut, Kata dia, akan dimasukan se­bagai poin penting untuk disampaikan kepada pihak perusahan. (S-47)