AMBON, Siwalimanews – Kepala SMPN 8 Leihitu Sobo Makatita yang menjadi terdakwa ka­sus dugaan korupsi penyalahgunaan dana operasional sekolah kembali men­jalani sidang  di Pengadilan Tipi­kor Ambon, Kamis (14/1)

Dalam sidang itu, Jaksa Penuntut Umum Ruslan Marasabessy meng­hadirkan dua pemilik toko sebagai saksi. Mereka adalah  Hasbollah Mato­nan dan Nurlia.

Dalam persidangan terungkap, ter­dakwa membuat nota palsu. Maksud nota palsu adalah terdakwa membuat nota sendiri, bukan dari pihak toko. Mereka mengaku ter­dakwa meminta nota kosong dan mengisinya sendiri. Kadang dia juga menulis nota itu sendiri langsung di toko. Hal itu dilakukannya beberapa kali.

“Nota kosong pernah dia minta di istri saya. Kata istri, dia pernah berikan nota kosong. Ada beberapa waktu juga kami berikan saja, karena belum sempat melayani saat toko sedang ramai,” kata Pemilik Toko Fotocopy, Hasbollah.

Hasbollah menjelaskan, pernah melihat terdakwa menulis sendiri nota di tokonya. Saat itu, terdakwa datang dengan nota yang terkena air.  Hanya saja, dia kaget saat melihat ada nota transaksi foto copy seba­nyak 5400 lembar tiga kali berturut-turut, seharga Rp. 1,3 juta setiap bulannya. Hasbollah mengatakan, tokonya memang tempat fotocopy namun terdakwa hanya membeli alat perlengkapan kantor.

Baca Juga: Polisi Amankan Enam Aktor Utama Bentrok Liang

“Terdakwa biasa belanja alat kantor, buku, spidol, dan lain-lain. Tapi saya mau menegaskan disini, foto copy dalam jumlah yang ba­nyak, tidak pernah ada,” ujarnya.

Hasbollah mengaku terdakwa selalu berbelanja di tokonya, ber­awal dari tahun 2012 hingga 2017, namun dia hanya membeli perlengkapan kantor. Dia pun ingat dengan jelas, terdakwa yang selalu datang ber­belanja. “Biasanya dia datang de­ngan bendahara, perempuan. Saya tidak ingat namanya. Tapi terdakwa selalu ada,” ujarnya.

Hal yang sama juga disampaikan Nurlia. Pemilik toko bangunan itu mengiyakan terdakwa selalu datang berbelanja sendiri. Terdakwa pernah meminta nota kosong padanya, dengan alasan membuat laporan.

“Tapi saya tolak. Saya tidak kasih. ke dia,” katanya.

Nurlia sendiri juga kaget lantaran saat diperiksa penyidik, dia diso­dorkan nota dari tokonya dengan jumlah harga barang hingga Rp. 400 juta. “Dia belanja di toko saya itu, tidak ada sampai Rp 400 juta. Paling tinggi itu Rp 100 juta saja,” ujarnya.

Dia mengatakan, terdakwa tiga kali berbelanja padanya dengan uang muka masing-masing Rp. 70 juta, lalu Rp. 80 juta dan Rp. 100 juta. Biasnya terdakwa membeli bahan bangunan, seperti semen, bata, tripleks, hingga kayu. Namun, tidak semua barang itu sesuai dengan jumlah.

“Pertama kali sesuai, kedua ada melebihi. Nanti beliau datang bayar. Kalau terakhir itu, beliau ada tambah uang,” jelasnya.

Katanya, terdakwa membeli bahan bangunan itu untuk membangun lab. Namun, saksi tidak mengetahui lebih lanjut rinciannya. Terdakwa lebih sering memesan melalui tele­pon atau pesan.

Sebelumnya, kejahatan mantan Kepala SMP Negeri 8 Leihitu, Sobo Makatita (59) dibeberkan Jaksa Penuntut Umum Ruslan Marasa­bessy, dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Tipikor Ambon, Rabu (18/11).

Sidang dilakukan secara online melalui sarana video conference, terdakwa berada di Rutan Kelas II A Ambon, majelis hakim, jaksa pe­nuntut umum dan penasehat hukum terdakwa bersidang di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon.

Majelis hakim diketuai Ahmad Hukayat. Sedangkan penasehat hu­kum terdakwa  adalah Akbar Salam­pessy.

JPU menyatakan, terdakwa tidak hanya melakukan korupsi terha­dap dana BOS, tetapi juga mengelola sendiri anggaran Dana Alokasi Khu­sus (DAK) bantuan sosial hingga bantuan siswa miskin.

Terdakwa telah memperkaya diri sendiri dengan dana-dana itu senilai Rp. 926.018.574.

Menurut JPU, terdakwa melaku­kan pembelanjaan hingga penge­lua­ran keuangan sendiri tanpa meli­batkan komite sekolah dan panitia pembangunan sekolah.

Terdakwa secara sengaja mema­sukan kegiatan-kegiatan sesuai rab. Kegiatan tersebut ada yang benar dilaksanakan namun terdakwa tidak membayar. Ada juga item kegiatan yang pembelanjaanya tidak ada sama sekali. Selain itu, ada beberapa item yang anggarannya sengaja dilebihkan alias mark up.

Namun terdakwa membuat kwi­tansi dan nota belanja seolah-olah kegiatan tersebut dilaksanakan dan dibayar sesuai kegiatan, dan jumlah biaya yang tercantum di dalam RAB. Terdakwa membuat laporan dengan lampiran bukti pengeluaran yang tidak sah dan lengkap.

Dalam kurung waktu 2013 hingga 2014, SMP Negeri 8 Leihitu mene­rima dana DAK untuk rehabilitasi tiga kelas sebesar Rp. 365,5 juta, dana untuk pembangunan perpus­takaan sebesar Rp. 227 juta, serta rehab tiga kelas sedang senilai Rp 189 juta. Sementara uang dana BOS yang diterima dari tahun 2015 hi­ngga 2017 berturut-turut senilai Rp. 198 juta, Rp. 200 juta, dan Rp. 179,4 juta.

Dalam dana BOS itu, ada sejumlah kegiatan fiktif yang dilakukan dengan selisih hingga Rp. 275 juta selama tiga tahun itu.

Sedangkan, SMPN 8 Leihitu juga menerima dana untuk sejumlah siswa miskin selama tiga tahun berturut-turut, sebesar Rp 86,65 juta untuk 163 siswa. Uang itu diper­untukkan untuk pembelian buku, seragam hingga peralatan lainnya bahkan sumber untuk seragam dan buku berasal dari orang tua sebesar Rp. 250 ribu.  SMP 8 Negeri Leihitu juga menerima dana bansos senilai Rp. 242.681.113. Makatita telah menyalahgunakan kewenangan­nya hingga mengakibatkan muncul kerugian negara. (S-49)