AMBON, Siwalimanews – Anggota DPRD Maluku Andre Taborat, minta pemerintah pusat untuk meninjau kembali porsi dana bagi hasil kelautan dan perikanan.

Permintaan ini disampaikannya, lantaran dalam hal dana bagi hasil kelautan dan perikanan, regulasi belum memihak kepada daerah penghasil, termasuk Provinsi Maluku.

”Ini yang mau kami sampaikan ke pemerintah pusat, melalui waklil rakyat kita di Senayan pada rapat bersama DPRD Maluku beberpaa hari kemarin. Kami minta dana bagi hasil ini menjadi fokus perhatian pempus sekaligus merevisi regulasi, agar daerah penghasil mendapatkan manfaat yang lebih besar ketimbang daerah lain yang bukan penghasil,” tandas Taborat kepada Siwalimanews di Ambon, Jumat (18/4).

Menurutnya, DBH sektor perikanan 20 persen ke pemerintah pusat dan sisanya 80 persen dibagi merata kepada kabupaten dan kota di seluruh Indonesia tidaklah adil. Baginya, ini sama artinya Maluku yang miskin mensubsidi daerah lain yang kaya.

“Skemanya yang lebih mendekati keadilan adalah, pempus 20%, daerah penghasil atau wilayah tangkap di provinsi 10 % hingga 15% dan sisa 65%-70% itu dibagikan merata kepada kabupaten dan kota lain di seluruh Indonesia,” usulnya.

Baca Juga: Ungkap Empat Kasus Narkoba, 5 Tersangka Ditahan

Selain itu kader PDIP Mlauku ini, juga menjawab PP No 11 tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT), yang mana semua kapal nelayan yang beroperasi di wilayah Maluku tidak boleh lagi melakukan alih muat di tengah laut, melainkan wajib sandar di dermaga-dermaga perikanan yang ada di Maluku.

Mengapa demikian? Karena menurutnya, itu disyaratkan dalam PP No 11 2023 tentang PIT. Minimal ada 4  keuntungan bila kapal-kapal ikan itu bersandar di pelabuhan perikanan Maluku. Keempat keuntungan itu yakni, pertama, akan ada transaksi air bersih untuk ABK, kedua, akan ada transaksi ransum dan kebutuhan-kebutuhan lain bagi ABK.

Selanjutnya keuntungan ketiga, akan ada  biaya tambat kapal sebagai retribusi  yang masuk untuk PAD, dan keempat, ada pembelian BBM untuk operasional kapal, yang mana Maluku akan memperoleh PBBKB dari pembelian BBM tersebut.

“Sampai akhir tahun lalu tercatat 1800-an kapal yg beroperasi tangkap ikan di laut Maluku. Saya membayangkan 1800 kapal bila tambat di Pelabuhan Maluku, satu kali dalam sebulan akan ada 1800 transaksi yang mem push up peredaran uang di Pelabuhan Perikanan Maluku dalam 1 bulan,” tuturnya.

Selain itu lanjut Taborat, surat edaran Menteri KP yang mengizinkan kapal tangkap yang existing masih bisa melakukan alih muat di laut, seharusnya juga ditarik kembali, karena itu bertolak belakang dengan semangat Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2023, lagi pula surat edaran itu, tidak bisa bertentangan dengan peretairan pemerintah.

Di Samping menyoroti DBH dari sektor perikanan, Taborat juga menyoroti masalah pendidikan, yang mana penerapan kurikulum yang dikemukakan oleh pihak kementrian, jangan asal dibuat melainkan harus melihat kondisi di lapangan.

“Kurikulum nasional kita ini berganti terus, ikutan suka-suka menteri. Padahal implementasinya  para guru jadi bingung soal kurikulum yang terus berganti. K13 ganti ke merdeka dan entah apa lagi. Para siswa dan guru tidak tahu mau pakai buku apa? ini akan sangat mengganggu proses pendidikan dan akhirnya akan mempengaruhi kualitas generasi kita yang akan datang,” cetusnya.(S-26)