AMBON, Siwalimanews – Pernyataan “perang” dari Gubernur Murad Ismail terhadap kebijakan yang merugikan masyarakat Maluku langsung direspons oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.

Menteri Susi tak menanggapi langsung kritikan keras gubernur. Namun ia mengutus tim khusus dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk bertemu dengan gubernur, hari ini Kamis (5/9).

Tim utusan Menteri Susi masing-masing; Sekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo, Dirjen Perikanan Tangkap KKP M Zulfickar Mochtar, Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Agus Suherman, serta staf khusus Satgas 115 Yunus Husein.

“Jadi kedatangan tim dari KKP terkait dengan dengan pernyataan gubernur yang menyatakan perang melawan Menteri Susi,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, Romelus Far-Far kepada Siwalima di Kantor Gubernur Maluku, Rabu (4/9).

Kedatangan tim ini, kata Far-Far, akan membicarakan apa yang menjadi keinginan gubernur, dan masyarakat Maluku.

Baca Juga: PLN Janji Perbaiki Tiang Listrik di Mangga Dua

“Mereka berencana bertemu dengan pak gubernur pada Kamis 5 September untuk mengkomunikasikan keinginan pak gubernur. Agenda kedatangan tim dari KKP hanya itu,” jelasnya.

Ditanya soal keinginan gubernur untuk melakukan sasi laut Maluku sebagai protes atas kebijakan Menteri Susi yang merugikan Maluku, Fa-Far mengatakan, hal itu akan dibicarakan nanti dengan pihak-pihak terkait soal regulasinya.

Hal senada disampaikan Karo Hukum Setda Maluku Henri Far-Far. Langkah gubernur memprotes kebijakan Menteri Susi yang merugikan Maluku harus dibicarkan bersama.

“Jadi pemerintah daerah akan membicarakan sacara bersama dengan DPRD langkah apa yang hurus dilakukan bersama kedepan terkait dengan moratorium, karena pak gubernur sudah menyatakan perang dengan Menteri Susi,” ujarnya.

Sementara Dirjen Perikanan Tangkap KKP, M Zulfickar Mochtar, yang dikonfirmasi soal kedatangan tim utusan Menteri Susi, tak meng¬angkat telepon.

Ancam Sasi Laut

Seperti diberitakan, Gubernur Maluku Murad Ismail mengancam akan melakukan sasi terhadap laut Maluku. Ia menilai, kebijakan moratorium kapal yang dilakukan Menteri Susi Pudjiastuti telah merugikan Maluku.

Sejak dikeluarkannya moratorium, KKP telah mengirimkan kurang lebih 1.600 kapal ikan ke laut Maluku. Namun tak satupun ABK orang Maluku yang bekerja di kapal-kapal itu.

Selain itu, sekitar 400 kontainer ikan yang diambil dari laut Maluku setiap bulannya dibawa keluar dan diekspor ke luar negeri. Namun Maluku tidak dapat apa-apa.

“Setiap bulan ibu Susi bawa ikan dari laut Arafura untuk diekspor, tapi kita tidak dapat apa-apa, untuk itu kita akan sasi laut Maluku,” tegas gubernur dalam sambutannya ketika melantik Kasrul Selang sebagai Penjabat Sekda Maluku di Lantai VII Kantor Gubernur Maluku, Senin (2/9).

Menurut gubernur, sebelum dilakukan moratorium, uji mutu perikanan ditangani langsung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku. Namun saat ini uji mutu sudah dilakukan di Sorong, Provinsi Papua Barat. “Kita tidak dapat PAD dari sektor perikanan, kalian tahu kita perang dengan Menteri KKP,” tan-dasnya.

Tidak hanya itu, gubernur juga menyentil soal kebijakan 12 mil hak wilayah laut merupakan kewenangan dari pemerintah daerah, sedangkan di atas 12 mil adalah kewenangan pemerintah pusat.

“12 mil lepas pantai itu punya pusat, suruh mereka buat kantor di 12 mil lepas pantai, ini daratannya punya saya,” tegasnya.

Tidak Ikhlas Maluku Jadi LIN

Sikap keras gubernur terhadap Menteri Susi, bukan tanpa alasan. Selain janji pempus menjadikan Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN) sejak tahun 2010 tak kunjung terealisasi dalam bentuk regulasi dan program kebijakan, juga karena Susi dianggap telah membohongi rakyat Maluku.

“Di depan paripurna istimewa DPRD Provinsi Maluku tanggal 11 Desember 2014, ibu Susi berjanji akan membantu Maluku memperoleh Rp1 Triliun sebagai implementasi dari program LIN dalam membangun industri perikanan di Maluku. Janji itu tidak pernah dia penuhi,” tandas Murad, dalam rilis yang diterima Siwalima, dari Biro Humas dan Protokol Setda Maluku, Rabu (4/9).

Parahnya lagi, kata mantan Komandan Korps Brimob ini, draf Peraturan Presiden (Perpres) tentang LIN yang semestinya sudah sampai ke meja presiden sejak dua tahun lalu, hingga kini belum mendapat paraf (persetujuan) dari Menteri Susi. Padahal LIN sudah masuk dalam Renstra KKP tahun 2015-2019.

Susi dianggap tidak ikhlas bila Maluku menjadi LIN. Perpres tentang LIN sudah selesai diharmoni-sasi di tingkat Kementerian Hukum dan HAM, dan sudah mendapat paraf persetujuan dari Sekretaris Kabinet (Setkab) dan Menko Kemaritiman.

“Hanya tinggal paraf Menteri Susi saja, maka LIN menjadi sebuah produk hukum dalam bentuk Per-pres. Ada apa dengan Susi? Sikap seorang menteri seperti ini yang menyebabkan Maluku dimiskinkan secara struktural,” kesalnya.

Kekesalan Murad juga karena selama ini regulasi dan kebijakan dari sektor perikanan sangat merugikan Maluku, diantaranya sistem dana bagi hasil (DBH) sebagai daerah penghasil, kewenangan perizinan, dan regulasi yang mengatur retribusi daerah. Setiap tahun triliunan rupiah dibawa keluar dari Maluku, tapi yang balik dalam bentuk DBH sektor perikanan tidak sampai Rp11 miliar, dengan rincian setiap kabupaten dan kota hanya memperoleh Rp.983 juta.

Jumlah kapal ikan yang memperoleh izin operasi dari Pemerintah Provinsi Maluku pun tercatat hanya 288 kapal, karena adanya batasan dibawa 30 GT. Sementara jumlah izin kapal ikan yang dikeluarkan Menteri KKP untuk beroperasi di wilayah perairan Maluku, kata Murad, sebanyak 1.640 kapal.

“Anehnya, kapal-kapal ini tidak mempekerjakan orang Maluku, anak-anak daerah saya. Home based-nya pun menggunakan pelabuhan yang semestinya dilabuhi oleh kapal-kapal izin provinsi,” bebernya.

Begitu strategisnya perairan laut Maluku membuat daerah ini yang paling banyak berdiri Unit Pelaksana Tugas (UPT) KKP di daerah. Dari delapan UPT KKP yang ada, tujuh UPT lawannya diberikan oleh Pe¬merintah Provinsi Maluku.

Tujuh UPT KKP yang berdiri diatas lahan Pemerintah Provinsi Maluku antara lain Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ambon, PPN Tual, dan Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Ambon. Hanya satu UPT yakni Balai Pelatihan dan Penyulu¬han Perikanan (BPPP) Ambon yang menggunakan lahan bekas Balai Ketrampilan Penangkapan Ikan (BKPI).

Menurut Murad, kebaikan Maluku termasuk potensi perikanan Maluku yang diambil selama ini, tidak sebanding dengan pendapatan balik yang diperoleh Maluku dari sektor ini.

“Kurang baik apa, Maluku? Jika pengelolaan potensi perikanan Maluku, masih tetap dibatasi hanya 12 mil laut, maka saya persilahkan Ibu Susi untuk bangun kantor-kantor UPT-nya di 12 mil laut juga. Jangan dibawah itu atau di darat karena itu masuk kewenangan kami,“ tegas Murad. (S-39)