AMBON, Siwalimanews – Kepemimpinan Maluku ditangan Gubernur Murad Ismail kian dipertanyakan kelayakannya.

Banyak tokoh menilai Murad tak memiliki kecerdasan sosial dengan menunjukan sikap empatinya untuk mengunjungi secara langsung korban konflik sosial di Pulau Haruku antara Negeri Kariu-Ori dan Pelauw.

Kritik pedas datang dari tokoh masyarakat sekaligus sesepuh PDIP yakni Everd Kermite dan Bito Temmar. Mereka menilai Murad tak layak untuk memimpin Maluku.

Bahkan Kermite mengaku, prihatin lantaran pasca kejadian, Gubernur Maluku, Murad Ismail dan Ketua DPRD Lucky Wattimury belum sempat melihat rakyatnya ditempat pengungsian.

Apalagi keduanya berada pada pengurus PDIP yang duduk dibangku pimpinan, dan juga sebagai representasi rakyat, harusnya Gubernur dan Ketua DPRD merasa ini adalah satu masalah yang besar, sehingga mereka sudah harus turun untuk memberi ketenangan kepada mayarakat.

Baca Juga: 211 Rumah Rusak Dalam Bentrok Kariuw-Ori

“Perhatian tidak cukup dengan hanya memerintahkan bawahanya. Kehadiran seorang Gubernur dan Ketua DPRD punya kesan yang luar biasa,” tandas Kermite.

Untuk itu, mantan Ketua Komisi II DPRD Maluku ini, mendesak pemerintah, baik provinsi maupun Kabupaten Malteng untuk mengambil langkah-langkah konkrit bagi korban, dengan membuat kebijakan pembangunan rumah warga yang terdampak.

“Tidak susah, tinggal rapat dengan DPRD minta kalau kami akan siapkan anggaran pembagunan perumahan bagi korban terdampak, itu baru tindakan menyelamatkan rakyat,” ucap Kermite.

Ditempat terpisah sesepuh PDIP lainnya yang juga mantan Bupati KKT Dua Periode Bito Temmar manilai, kepekaan elit pemda dan DPRD di Maluku sangat rendah.

Menurutnya, Sudah ada indikasi awal akan terjadi konflik di wilayah Haruku, namun DPRD maupun pemda baik provinsi maupun kabupaten tidak cukup tanggap, sehingga terjadi situasi seperti itu.

“Kita butuh Gubernur yang memiliki kecerdasan secara Intelektual, juga kecerdasan sosial psikologi, bukan seperti saat ini. Bayangkan muncul masalah, baru mereka hadir, itupun cuma wakil,” sesalnya.

Temmar juga mempertanyakan sikap Gubernur yang hilang rasa sosialnya, padahal pemerintah pusat melalui Menkopolhukam dengan sigap menyikapi dan memantau situasi pasca bentrok di Haruku.

Selain kepada Gubernur, Temmar juga menyesalkan tindakan Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury yang sebenarnya sudah mendapat informasi terkait kondisi di Haruku, namun tidak merespon.

“Sangat disayangkan masyarakat sudah samapaikan masalah ini ke Ketua DPRD, tapi herannya ketua pilih ke Jakarta ketimbang merespon persoalan yang begitu peka, ini memperlihatkan preseden buruk legislatif, dan saya nilai mungkin dalam sejarah DPRD, periode kali ini yang sangat terburuk,” ucap Temmar.

Menurutnya, preseden buruk pimpinan, baik eksekutif maupun legislatif harus menjadi bahan refleksi untuk tidak memilih pemimpin yang gampang mementingkan diri dan kelompoknya, sementara persoalan rakyat tidak menjadi perhatian.

“Pemimpin harus berwatak demoktaris, artinya bisa dikontrol publik. Bukan anti kritik yang kemudian melakukan berbagai cara untuk menakut nakuti rakyat,” tegas Temmar. (S-45)