Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana dalam alenia keempat Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), diperlukan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang Profesional, bebas dari Intervensi politik, bersih dari praktek Korupsi, Kolusi, Nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. ASN menjalankan fungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik serta perekat dan pemersatu bangsa  berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) pasal 11, tugas dari ASN adalah melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan, memberikan pelayanan publik yang professional dan berkualitas serta mempererat persatuan dan kesatuan NKRI. ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum Pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang professional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Menyikapinya berbagai persoalan keamanan ditengah masyarakat dewasa ini di beberapa Kabupaten/Kota di Maluku dan menjadi tanggung jawab kita semua masyarakat Maluku termasuk ASN yang ada didaerah ini, karena kedamian dan hidup rukun diantara bermasyarakat bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab pihak keamanan (TNI/POLRI), tetapi seluruh masyarakat di daerah yang bertajuk Negeri Raja-Raja ini, karena akan memberikan pengaruh positif khususnya   stabilitas sektor ekonomi. Hadirnya kamtibmas yang baik khususnya di Provinsi Maluku yang saat ini dikenal sebagai daerah pariwisata di mancanegara akan mampu menarik investor dan wisatawan yang akan memberikan dampak pada kondisi ekonomi masyarakat. Menyikapi konflik beberapa wilayah Maluku belakangan ini agar menjadi perhatian dan tanggung jawab kita bersama termasuk Aparatur Sipil Negara(ASN). Perselisihan yang melibatkan beberapa warga di Seram Utara antara Wawai, Rumaholat, dan Masihulan serta perselisihan yang melibatkan warga di Kecamatan Salahutu antara warga Tial dan Tulehu menunjukan perlunya anak Maluku duduk bersama  dalam satu ikatan tali persaudaraan bersama dan kesadaran baru dalam menyelesaikan perbedaan yang kita semua tidak pernah berharap akan terjadi. Banyaknya pertikaian yang melibatkan banyak orang sebenarnya dapat kita hindari jika kita semua memahami bahwa persoalan pribadi dapat diselesaikan dengan cara yang bijak, seperti Lirik Lagu yang mengambarkan hidup orang basudara “Kaka ee” , berikut ini :

Taputus tali sio,jangan putus dihati,tali dihati sio,taika sampe mati,tasonto batu…,sapa yang bisa angka lai,Mo kasi tangang sio,su jauh langgar lautan,Kaka e…,Sapa mo lia sapa lai,dengar kaka susahade mau putus jantong e,Kaka e…,Tapele gunung tanjong,mari pulang dolo,Lia mama dengan basudaradong,dikiri kanang ada suara,seng sama manis deng kaka jua, ……

ini adalah sebagian lirik lagu Kaka e, yang merupakan lagu anak-anak Maluku yang bermakna persaudaraan sejati, lain ingat lain, dalam susah maupun dalam senang, yang perlu kita orang Maluku mengingat pentingnya persaudaraan sejati dalam hidup orang basudara. Konflik yang terjadi sering kali berasal dari permasalahan kecil, namun berkembang luas karena melibatkan emosi dan solidaritas kelompok yang kurang terarah. Untuk itu edukasi tentang penyelesaian konflik yang damai menjadi hal yang sangat penting. Dalam penyelesaian konflik seperti ini dibutuhkan tanggungjawab bersama baik itu ASN yang berada dilingkungan setempat, Pemerintah Negeri, tokoh agama, tokoh masyarakat dan generasi muda yang memiliki peran strategis dalam menjaga ketertiban dan kedamaian di lingkungan masing-masing. Masyarakat harus terus diedukasi untuk menjunjung tinggi nilai persaudaraan dan kebersamaan serta berbagai bentuk dialog yang dapat menyelesaikan perbedaan, karena kekerasan hanya akan menambah luka dan meninggalkan dampak jangka panjang bagi generasi berikutnya, oleh karena itu setiap individu harus merasa bertanggung jawab dalam menciptakan stabilitas sosial didaerahnya, karena pencegahan konflik bukan hanya merupakan tugas Pemerintah Provinsi Maluku, Kepolisian, TNI, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Kecamatan dan Negeri, tetapi tanggung jawab kita semua anak-anak yang lahir, hidup serta tinggal di Maluku, karena konflik bukan mencerminkan budaya warisan leluhur orang Maluku yang memiliki budaya Pela Gandong dan kebersamaan serta menghormati nilai-nilai luhur yang mengutamakan kebersamaan dan toleransi.

Kedepan ASN di  Maluku harus lebih kuat dalam menghadapi tantangan sosial dengan mengendepankan nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan dimana setiap individu ASN harus menjadi agen perdamaian yang tidak hanya menolak kekerasan, tetapi juga aktif membangun harmoni dalam kehidupan sehari-hari dengan komitmen bersama, Maluku dapat menjadi contoh bagi daerah lain didalam menciptakan solusi konflik yang berbasis pada nilai-nilai kebersamaan dan kasih, seperti apa yang disampaikan oleh Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa, SH.,LL.M. saat melaksanakan Halal Bi Halal  1446 H/2025 masehi Pemerintah Provinsi Maluku di Gedung Islamic Center Ambon, selasa (22/4/2025), diingatkan oleh Gubernur Maluku “ Saya mengajak seluruh ASN Lingkup Pemerintah Provinsi Maluku, jangan pernah putus silaturahim sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: Tidaklah seorang diantara kamu, sebelum dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri’. Lebih lanjut Gubernur mengingatkan agar para ASN mengambil peran aktif untuk menjadi promotor-promotor perdamaian, dan tugas Negara dan tugas seluruh masyarakat Maluku termasuk ASN memastikan kondisi Maluku aman dan stabil, harap Gubernur Maluku, Karena kondisi ekonomi seperti sekarang ini jangan dipersulit dengan konflik karena mau mengara ke mana daerah yang kita cintai, tandas Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa, SH., LL. M., dengan nada lembut dan berharap,Hal penting bagi ASN adalah agar menghindari berita Hoaks atau segala macamnya itu tidak perlu dikomentari. Karena tugas ASN adalah memberikan narasi-narasi positif tentang Maluku.

Baca Juga: Anak, Kekuasaan & Pengkhianatan: Krisis Perlindungan dalam Keluarga

Membicarakan konflik komunal yang terjadi di Maluku ditinjau dari pendekatan sejarah dan budaya, tentu melahirkan beragam penafsiran tentang konflik yang dipahami berdasarkan pendekatan kebudayaan masyarakat Maluku. Gagasan untuk menentukan masa depan Maluku yang bebas dari benturan kepentingan tentu rujukannya akan mengarah pada bagaimana pengembalian roh kebudayaan orang Maluku yang selama ini redup akibat tidak lagi membicarakan berbagai kearifan lokal masyarakat Maluku yang telah di bangun leluhur pada masa lalu. Munculnya istilah katong-katong saja (kita-kita saja)  atau ale sapa la (kamu siapa), sapa pung pus (sapa yang punya), sapa kamong? Atau sapa ose- sapa beta !!!, dan lain sebagainya. Istilah ini kemudian menjadi kebudayaan baru yang justru menimbulkan perbedaan mendasar dalam kebudayaan masyarakat Maluku. Pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan dalam istilah ini kemudian memberikan pendekatan atas kecenderungan stilah ini kemudian menjadi kebudayaan baru yang justru menimbulkan perbedaan mendasar dalam kebudayaan masyarakat Maluku. Pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan dalam istilah ini kemudian memberikan pendekatan atas kecenderungan manusia di Maluku untuk mencari lawan atas perbedaan tersebut. Dari pengalaman ini kemudian memunculkan beberapa hal pokok untuk kembali dilihat antara lain tentang perlu adanya kebudayaan lokal untuk menjembatani hal tersebut. Pengembangan komposisi adat pada letaknya semula, tradisi dihidupkan, pemahaman tentang kesadaran pentingnya hidup dalam berbagai perbedaan yang telah diwariskan leluhur melalui kekuatan budaya lokal, gagasan menghidupkan panas gandong, panas pela, kumpul ade-kaka dan lainnya adalah semata model pembelajaran bagi generasi muda, pemahaman pela dan gandong hendaknya tidak dipersempit dengan kekerasan sosial yang melibatkan negeri-negeri yang memiliki ikatan pela dan gandong akibat dangkalnya pemahaman yang dimaksud.  Konsep damai yang lahir dari filosofi yang mendukung adanya konsep lokal masyarakat Maluku. Konsep tersebut dapat dilihat pada beberapa filosofis antara lain ;1. Siwalima; menjadi konsepsi filososfis atau ikon orang Maluku, dimana belajar dari  pertikaian kelompok patasiwa dan patalima maka siwalima adalah merupakan bentuk dari penegah yang menyatuhkan komposisi perbedaan itu sendiri, sehingga konsep siwalima tentu merupakan gagasan menyatukan semua perbedaan dalam peradaban masyarakat Maluku. Lorlabay; istilah lokal masyarakat Kei Maluku Tenggara yang menjadi penengah utama dalam kompetisi yang menunjuk pada pertikaian antara Loorsiw dan Lorlim, sama dengan (kelompok lima atau Sembilan di Maluku Tengah), dimana ada kelompok siwa sebagai penengah. 2. Hidop Orang Basudara; kita adalah saudara, konsep bersaudara atau (sekandung) memiliki pengertian mendasar tentang kehidupan yang harmonis antara masyarakat baik yang beragama Islam maupun Kristen atau dalam kebudayaan Maluku sering dikenal sebagai kehidupan basudara salam (Islam) dan sarane (Kristen). 3. Gandong Hati Tuang; sapaan penting bagi masyarakat Maluku yang menindentifikasi kesamaan mendasar antara masyarakat yang memiliki gandong atau sekandung dalam kebudayaan Maluku walaupun berbeda secara agama atau lebih mengakrabkan kekerabatan antara gandong. 4. Potong di Kuku Rasa di Daging ; penyebutan ini lebih diarahkan pada rasa kebersamaan antara masyarakat di Maluku, dimana bila ada yang susah (ketong-kita) sama-sama menangungnya atau kita juga merasa bagian dari apa yang dirasakan.  5. Sagu Salempeng Dipatah Dua: Pemaknaan sagu salempeng (satu lempeng sagu dibagi dua) memberikan pengertian kita sama-sama memiliki rasa yang sama, Keadilan dan Kebersamaan menjadi bentuk solidaritas antar masyarakat.

Penguatan kebudayaan lokal melalui sosialisasi dan pelestarian kebudayaan lokal adalah bentuk dari proses melepaskan Maluku dari keterpurukan akibat konflik komunal yang berlaku dan melibatkan agama dan perbedaan lainnya sebagai isu strategis. Melemahnya solidaritas antar masyarakat pendukung kebudayaan di Maluku. Sesungguhnya menunjukkan betapa tidak berfungsinya tradisi adat dan budaya sebagai kekuatan besar dalam mengeliminir konflik. Kekerasan sosial yang menunjukkan pada tindak kriminalitas tentu menjadi jawaban atas ketidak berimbangnya ruang adat dalam komposisi penyelesaian konflik di Maluku. Pendekatan budaya lokal atau dikembalikan pada roh damai orang Maluku pada posisi local genius adalah model dari pelestarian kembali inisiatif damai yang digagas leluhur pada masa lalu. Pendekatan ade-kaka, gandong, pela dan filososfis Siwalima, konsep hidup orang basudara dan lainnya adalah tentu merujuk pada harmonisasi hidup yang selaras dengan konteks hidup orang di Maluku, untuk mewujudkan Maluku damai, Maluku sejahtera, diperlukan kemauan dan kesungguhan katong orang Maluku par hidup laeng sayang, laeng bantu laeng, agar Indonesia dan dunia tahu Orang Maluku pung cinta dan sayang par Maluku Manise. Oleh: Wellem Ririhatuela, SE. MM Pengawas Pemerintahan Ahli Madya Inspektorat Daerah Provinsi Maluku.(*)