Ganti rugi lahan RSUD dr. M Haulussy jadi rebutan banyak pihak. Saling klaim dan menggugat. Namun Pemprov Maluku telah membayar kepada Yohenas Tisera alias Buke, dengan alasan sesuai putusan pengadilan. Rp 13 miliar sudah dicairkan, dari total Rp.49 miliar yang harus dibayar.

Tahap pertama dibayar pada Februari tahun 2019 sebesar Rp. 10 miliar dan tahap kedua tahun 2020 sebesar Rp.3 miliar

Menurut Karo Hukum Setda Maluku, Alawiyah Fadlun Alaydrus, pembayaran ganti rugi lahan RSUD Haulussy dilakukan sebanyak 4 kali. Pembayaran dilakukan berdasarkan putusan banding Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 18/Pdt/2011/PT yang membatalkan putusan tingkat pertama Nomor 38/Pdt.G/2009/Pengadilan Negeri Ambon.

Guna memastikan pembayaran ganti rugi lahan tersebut, Komisi I DPRD Maluku akan memanggil pihak-pihak terkait baik itu, Karo Hukum Setda Maluku, Alawiyah Fadlun Alaydrus, Badan Pertanahan Maluku serta Buke Tisera.

DPRD Maluku membutuhkan penjelasan detail dari Biro Hukum Setda Maluku terkait dengan proses pembayaran Rp 13 miliar itu.

Baca Juga: Butuh Transparansi Gustu

Kita patut memberikan apresiasi bagi DPRD Maluku khususnya Komisi I terkait dengan langkah cepat memanggil pihak-pihak terkait agar proses pembayaran lahan RSUD Haulussy tidak salah sasaran, dan apakah pembayaran itu merupakan perintah hakim ataukah tidak?.

Apapun keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, tetapi intinya proses pembayaran lahan RSUD Haulussy harus melalui mekanisme pembahasan di DPRD Maluku.

Anggaran Rp 13 miliar yang dikeluarkan untuk membayar menggunakan uang daerah sehingga pembayaran lahan RSUD Haulussy tidak boleh dilakukan secara diam-diam tetapi harus melalui mekanisme pembahasan di DPRD Maluku.

Lahan RSUD Haulussy sudah dalam penguasaan Pemprov Maluku. Karena itu, pemprov harus membayar ganti rugi kepada yang berhak. Namun proses pembayarannya harus juga diketahui oleh DPRD Maluku.

Proses ganti rugi juga harus mendapatkan kajian secara yuridis agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan keuangan negara. Pemprov juga bisa melakukan pengkajian secara mendalam dari sisi hukum, termasuk meminta penjelasan hukum dari hakim pada Pengadilan Tinggi Ambon, sehingga uang negara yang dikeluarkan adalah tepat.

Pemprov Maluku harus juga membangun koordinasi dengan Pengadilan Negeri Ambon atau Pengadilan Tinggi (PT) Ambon serta pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Maluku, guna membahas masalah pembayaran lahan RSUD Haulussy Rp 13 miliar, Hal ini terkait dengan prinsip kehati-hatian dalam penggunaan keuangan negara. Apalagi jika putusan hakim itu bukan putusan komdenatoir atau memerintah untuk melakukan tindakan hukum lain, dalam hal ini membayar ganti rugi lahan tersebut.

Komisi I DPRD Maluku berencana pada Rabu, (1/7) akan mendengarkan penjelasan baik dari Koro Hukum Setda Maluku, BPN Maluku serta pihak-pihak terkait langkah. Hasilnya seperti apa, publik tentu saja menunggu keputusan DPRD dan berharap ada rekomendasi yang tepat bagi Pemprov Maluku.

Apapun keputusan DPRD Maluku nanti, kita berharap, itu tepat harus menjadi bahan evaluasi yang perlu ditindaklanjuti oleh Pemprov Maluku. (*)